Awas Musuh Dalam Selimut !
JIL adalah musuh Islam, Awas Musuh Dalam Selimut !*]
JIL adalah musuh Islam, Awas Musuh Dalam Selimut !*]
Pembaca yang budiman, di masa Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam masih hidup ada dua golongan musuh Islam
yaitu orang kafir dan orang munafiq. Di antara kedua golongan ini
orang-orang munafiq adalah yang paling berbahaya bagi ummat Islam,
karena mereka mengaku Islam namun pada hakekatnya menghancurkan Islam
dari dalam. Dan hal ini senantiasa terjadi di sepanjang zaman, begitu
pula di zaman kita sekarang ini bahkan di negeri yang kita tinggali ini.
Allah Ta'ala memerintahkan kepada Nabi
dan orang-orang yang beriman supaya berjihad melawan orang-orang kafir
dan munafiq. Allah berfirman, "Wahai Nabi berjihadlah (melawan)
orang-orang kafir dan orang-orang munafiq dan bersikap keraslah pada
mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahannam. Dan itulah tempat kembali
yang seburuk-buruknya." (QS At Taubah 9:73).
JIL Mengganyang Islam
Salah satu musuh yang kini tengah
dihadapi ummat Islam adalah ajaran sesat yang dibawa oleh Jaringan Islam
Liberal/JIL. Sehingga kerancuan yang mereka tebarkan perlu dibantah,
apalagi orang-orang yang membawa pemikiran sesat ini adalah tokoh-tokoh
yang digelari cendekiawan, kyai dan intelektual. Sebenarnya pernyataan
mereka terlalu menyakitkan untuk ditulis dan disebarluaskan, namun demi
tegaknya kebenaran maka dalam kesempatan ini akan kami bawakan beberapa
contoh kesesatan pemikiran mereka yang dengannya pembaca akan mengetahui
betapa rusaknya akidah Islam Liberal ini.
Orang JIL Tidak Paham Tauhid
Nurcholis Majid menafsirkan Laa ilaaha
illAllah dengan arti tiada tuhan (t kecil) kecuali Tuhan (T besar).
Padahal Rasulullah, para sahabat dan para ulama dari zaman ke zaman
meyakini bahwa makna Laa ilaaha ilAllah adalah tiada sesembahan yang
benar kecuali Allah. Dalilnya adalah firman Allah, "Demikian itulah
kuasa Allah Dialah sesembahan yang haq adapun sesembahan-sesembahan yang
mereka seru selain Allah adalah (sesembahan) yang batil." (Al Hajj
22:62). Nah satu contoh ini sebenarnya sudah cukup bagi kita untuk
mengatakan bahwa ajaran JIL adalah sesat karena menyimpang dari petunjuk
Rasulullah dan para sahabat. Walaupun dalam mempromosikan kesesatannya
mereka menggunakan label Islam, tapi sesungguhnya Islam cuci tangan dari
apa yang mereka katakan.
Orang JIL Tidak Paham Kebenaran
Ulil Abshar mengatakan bahwa semua agama
sama, semuanya menuju jalan kebenaran, jadi Islam bukan yang paling
benar katanya. Padahal Al Qur'an dan As Sunnah menegaskan bahwa Islamlah
satu-satunya agama yang benar, yaitu Islam yang dibawa oleh Nabi
Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Allah Ta'ala berfirman,
"Sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah hanyalah Islam" (QS Ali
Imran 3:19). Nabi juga bersabda, "Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di
tangan-Nya. Tidaklah ada seorang pun yang mendengar kenabianku, baik
Yahudi maupun Nashrani kemudian mati dalam keadaan tidak beriman dengan
ajaran yang aku bawa kecuali pastilah dia termasuk di antara para
penghuni neraka" (HR. Muslim). Kalau Allah dan Rasul-Nya sudah
menyatakan demikian, maka anda pun bisa menjawab apakah yang dikatakan
Ulil ini kebenaran ataukah bukan?.
Orang JIL Tidak Paham Islam
Para tokoh JIL menafsirkan Islam hanya
sebagai sikap pasrah kepada Tuhan. Maksud mereka siapapun dia apapun
agamanya selama dia pasrah kepada Tuhan maka dia adalah orang Islam.
Allahu Akbar! Ini adalah jahil murokkab (bodoh kuadrat), sudah salah,
merasa sok tahu lagi. Cobalah kita simak jawaban Nabi ketika Jibril
bertanya tentang Islam. Beliau menjawab, "Islam itu adalah engkau
bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah dan
bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, engkau menegakkan shalat,
menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan berhaji ke baitullah
jika engkau sanggup mengadakan perjalanan ke sana" (HR. Muslim).
Siapakah yang lebih tahu tentang Islam; Nabi ataukah orang-orang JIL ?
Orang JIL Menghina Syari'at Islam
Orang JIL Menghina Syari'at Islam
Ulil Abshar mengatakan bahwa larangan
kawin beda agama, dalam hal ini antara perempuan Islam dengan lelaki
non-Islam sudah tidak relevan lagi. Padahal Allah Ta'ala telah
berfirman, "Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian
dan Aku telah cukupkan nikmat-Ku atas kalian dan Aku telah ridha Islam
menjadi agama kalian" (QS Al Ma'idah 5:3). Kalau Allah Yang Maha Tahu
sudah menyatakan bahwa Islam sudah sempurna sedangkan Ulil mengatakan
bahwa ada aturan Islam yang tidak relevan - tidak cocok dengan
perkembangan zaman - maka kita justeru bertanya kepadanya : Siapakah
yang lebih tahu, kamu ataukah Allah?!.
Orang Tidak Tahu Kok Diikuti ?
Demikianlah beberapa contoh kesesatan
pemikiran JIL. Kita telah melihat bersama betapa bodohnya pemikiran
semacam ini. Kalaulah makna tauhid, makna Islam adalah sebagaimana yang
dikatakan oleh mereka (JIL) niscaya Abu Jahal, Abu Lahab dan orang-orang
kafir Quraisy yang dimusuhi Nabi menjadi orang yang pertama-tama masuk
Islam. Karena mereka meyakini bahwasanya Allah-lah pencipta, pengatur,
pemberi rizki, yang menghidupkan dan mematikan, yang mampu menyelamatkan
mereka ketika tertimpa bencana, sehingga ketika mereka
diombang-ambingkan oleh ombak lautan mereka mengikhlashkan do'a hanya
kepada Allah, memasrahkan urusan mereka kepada-Nya.
Namun dengan keyakinan semacam ini
mereka tetap saja menolak ajakan Nabi untuk mengucapkan Laa ilaaha
illAllah. Bahkan mereka memerangi Rasulullah, menyiksa para sahabat dan
membunuh sebagian di antara mereka dengan cara yang amat keji. Inilah
bukti bahwa orang-orang JIL benar-benar tidak paham Al Qur'an, tidak
paham As Sunnah, bahkan tidak paham sejarah !!.
Himbauan
Melalui tulisan ini kami menghimbau
kepada segenap kaum muslimin agar menjauhi buletin, majalah, siaran TV
atau radio yang digunakan oleh JIL dalam menyebarkan kesesatan mereka
dan bagi yang memiliki kewenangan hendaklah memusnahkannya. Karena Allah
Ta'ala telah memerintahkan, "Wahai Nabi berjihadlah (melawan)
orang-orang kafir dan orang-orang munafiq dan bersikap keraslah pada
mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahannam. Dan itulah tempat kembali
yang seburuk-buruknya." (QS At Taubah 9:73). Dan ketahuilah bahwasanya
tidak ada yang bisa membentengi kaum muslimin dari kebinasaan kecuali
dengan kembali berpegang dengan Al Qur'an dan As Sunnah serta pemahaman
para salafush shalih (sahabat dan murid-murid mereka). Dan Rasulullah
telah menegaskan bahwasanya ilmu itu hanya bisa diraih dengan cara
belajar (lihat Fathul Bari). Semoga tulisan yang singkat ini bisa
meruntuhkan kerancuan-kerancuan yang ditebarkan oleh musuh-musuh Allah
dan Rasul-Nya.
Imam Al Auza'i berpesan, "Wajib atas
kalian mengikuti jejak salaf (para sahabat) walaupun banyak manusia yang
menentangmu. Dan waspadalah dari pemikiran-pemikiran manusia meskipun
mereka menghiasinya dengan perkataan-perkataan yang indah di hadapanmu".
Hanya kepada Allah-lah kita memohon perlindungan. WAllahu a'lam.
Membongkar "Borok" Kesesatan JIL dan Ahmadiyah
Oleh: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Ada musibah yang lebih menakutkan
dibanding ledakan gunung Merapi yang kini sedang berstatus waspada. Dua
diantara Musibah itu 'jaringan Islam Liberal' dan 'Jamaah Ahmadiyah'
Ternyata, Indonesia saat ini sedang
dihadapi dua musibah besar. Yaitu musibah akan meletusnya gunung merapi
dan musibah "meletusnya" kembali "gaung" jaringan Islam Liberal.
Tepatnya pada tanggal 17 April 2006, Dawam Raharjo dan teman-temannya
melakukan demo terhadap menteri Agama RI, Maftuh Basumi dengan
menggunakan jargon Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan
Keyakinan, untuk mencabut pernyataanya tentang sesatnya ajaran Ahmadiyah
dan meminta maaf secara terbuka melalui media cetak dan elektronik
atasan ucapannya.
Akting
Dawam Raharjo pada saat ini hampir sama dengan akting yang diperankan
Gus Dur dan kawan-kawannya ketika menolak Fatwa MUI tentang sesatnya
paham Ahmadiyah dan pelarangan pemahaman pluralisme agama, sekulerisme,
dan liberalisme. Hanya bedanya, pada "episode" kali ini, Dawam Raharjo
dan teman-temannya selain mengeluarkan tiga somasi, juga ada sedikit
"nada" pengancaman terhadap Menteri Agama RI jika tidak menanggapi
tuntutan mereka, maka skenario selanjutnya yang mereka tampilkan adalah
menempuh jalur hukum. Sekalipun demikian, lakon kali ini, sebenarnya,
hanya bertukar judul saja dengan apa yang terjadi pada Gus Dur dan
kawan-kawannya terhadap fatwa MUI Juli 2005.
Maka, cukup tepat sekali kebijakan yang
dilakukan Menteri Agama RI untuk tidak akan mengajukan permintaan maaf
terhadap jamaah Ahmadiyah, dan tidak mundur selangkah dalam menghadapi
tekanan-tekanan di atas. Dengan slogan "Maju terus pantang mundur"
kayaknya Menteri Agama RI sudah siap menghadapi mereka. Apalagi,
didukung oleh Front Penanggulangan Ahmadiyah dan Aliran Sesat (FPAS).
Itulah polemik yang tengah "meletus"
pada saat ini. Adapun kewajiban kita sebagai muslim Indonesia saat ini
adalah membantu Menteri Agama RI dari bahaya "letusan" yang dihembuskan
oleh jaringan Islam Liberal. Caranya, dengan mengenal "borok" paham
Islam liberal sendiri. Sebuah buku yang tebalnya 132 halaman dengan
lebar 20,5 cm dengan data-data akurat dan analisa yang kritis telah
memaparkan bebarapa "borok" jaringan Islam liberal. "Pluralisme Agama:
Fatwa MUI yang Tegas dan Tidak kontroversial" adalah judul bukunya.
Memang, bila dilihat sejarah buku ini
merupakan "bayan" untuk menjelaskan fatwa MUI dalam munasnya yang ke-7
pada 25-29 Juli 2005, namun buku ini laik sekali untuk kita baca dalam
memahami "borok-borok" yang terdapat dalam Jaringan Islam Liberal dan
menggugat kembali somasi yang dikeluarkan Dawam Raharjo. Karena,
somasi-somasi yang dihaturkan Dawam Raharjo dan teman-temannya tidak
berbeda jauh dengan apa yang dilakukan Gus Dur dulu. Jadi, dengan
memahami buku ini, akan dapat menilai benarkah Menteri Agama RI, Maftuh
Basyumi salah dalam mengeluarkan pendapatnya? Dan apakah benar Dawam
Raharjo benar-benar telah menjadi manusia pluralis atau hanya
mengaku-ngaku manusia pluralis saja?
Adian Husaini, MA sebagai penulis tak
ragu-ragu mengeluarkan data-data dan analisanya yang kritis terhadap
kelompok Jaringan Islam Liberal. Sebelum menjelaskan "borok-borok" yang
terdapat dalam Jaringan Islam Liberal, kata sambutan pada buku ini
ditulis oleh Anis Malik Thoha, PhD, Dosen Perbandingan Agama di
Universitas Islam International Malaysia. Dalam kata sambutannya, Anis
Malik Thoha membeberkan sejarah munculnya wacana pluralisme agama yang
ada pada awal abad ke-20 yang dilakonkan oleh seorang teolog Kristen
Jerman bernama Ermst Troeltsch. Juga, dalam kata sambutan itu dijelaskan
dua kelemahan mendasar yang terdapat dalam paham pluralisme agama,
yaitu pertama, kaum pluralis mengklaim bahwa pluralisme menjunjung
tinggi dan mengajarkan toleransi, tapi justru mereka sendiri yang tidak
toleran karena menafikan "kebenaran ekslusif" sebuah agama. Kedua,
Adanya "pemaksaan" nilai-nilai dan budaya Barat (westernisasi), terhadap
negara-negara belahan di dunia bagian Timur, dengan berbagai bentuk dan
cara.
Dalam buku ini, penulis tak hanya
membahas pro-kontra fatwa MUI saja. Juga membahas tentang Pluralisme
Agama dan Dampaknya, Menjawab Propaganda Pluralisme, Ekslusivitas Islam
dan The Da Vinci Code Problema Teologi Kristen, dan Pluralisme Agama.
Dalam Sub bab Koalisi Liberal-Ahmadiyah
Vs MUI, Adian Husaini mencoba menampilkan visualisasi keprihatinan
Aliansi Masayarkat Madani atas larangan dan tudingan sesat terhadap
Ahmadiyah. Dawam Raharjo juga menjadi salah satu anggota aliansi
tersebut, dan komentarnya pada waktu itu nyaris tak jauh berbeda dengan
apa yang dituduhkannya kepada Maftuh Basyumi saat ini. Dawam Raharjo
menilai bahwa MUI justru menjadi sumber konfilk agama dan tidak
menghargai hak asasi manusia. Penilaiannya itu selaras dalam somasi
kedua dan ketiga yang diajukannya kepada Menteri Agama RI, Maftuh
Basyumi.
Selanjutnya, Adian Husaini menyuguhkan
kepada pembaca tentang pluralisme agama dan dampaknya. Dalam bab ini,
Adian Husaini "membeberkan" kepada pembaca bahwa ide persamaan agama
yang digaungkan oleh kaum pluralis di Indonesia saat ini, sebenarnya
benih-benihnya sudah ditabur sejak zaman penjajahan Belanda dengan
merebaknya ajaran kelompok Theosofi. Bahkan, pada tahun 1970-1980-an
sempat muncul gagasan pendidikan panca Agama di sekolah-sekolah. Tetapi
tokoh-tokoh umat ketika itu beraksi keras dengan melakukan berbagai
macam protes, sehingga program itu digagalkan. Di antara salah satu
tokoh umat Islam yang tampil membantah keras ide persamaan agama itu
adalah Dr. Rasjidi dalam bukunya "Empat Kuliah Agama di Perguruan
Tinggi". (hal. 33-34).
Pada bab selanjutnya, Adian Husaini
memberikan jawaban terhadap Ide pluralisme agama dengan mengajak pembaca
berfikir, apakah bisa tauhid bersandingan dengan syirik? Sebagaimana
dipahami bahwa pluralisme agama adalah suatu paham yang melegitimasi dan
mendukung kekufuran dan kemusyrikan, sedangkan Islam adalah agama yang
benar-benar memurnikan Allah dari perbuatan syirik atau agama yang
benar-benar mentauhidkan Allah, "Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa selain dari itu,
bagi siapa yang dikehendakinya. Barangsiapa yang menyekutukan Allah,
maka sungguh ia telah melakukan dosa yang sangat besar." (QS. An-Nisa
4:48).
Dengan ayat ini, sudah jelas bahwa Allah
sangat murka dengan kemusyrikan, sedangkan pluralisme agama
melegitimasi segala jenis kemungkaran dan kemusyrikan. Pluralisme agama
jelas membongkar Islam dari konsep dasarnya. Tidak ada lagi konsep
mukmin, kafir, syirik, surga, neraka dan sebagainya. Karena itu mustahil
paham pluralisme dapat hidup berdampingan secara damai dengan tauhid
Islam. (hal.83-84)
Selain itu, Adian Husaini juga
membongkar "borok" yang terdapat dalam aliran Ahmadiyah. Dalam konsepsi
Ahmdiyah, tulis Adian, tentang kenabian Mirza Ghulam Ahmad dan tentang
wahyu, misalnya, jelas-jelas telah mengorupsi konsep dasar Islam tentang
kenabian. Mirza mengucapkan, "Dalam wahyu ini Tuhan menyebutkanku
Rasul-Nya, karena sebagaiman sudah dikemukakan dalam Bahrain Ahmadiyah,
Tuhan Maha Kuasa telah membuatkan manifestasi dari semua nabi, dan
memberiku nama mereka. Aku Adam, aku Seth, aku Nuh, aku Ibrahim, aku
Ishaq, aku Ismail, aku Ya'kub, aku Yusuf, aku Daud, aku Musa, aku Isa,
aku adalah penjelmaan sempurna dari Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa
Sallam, yakni aku adalah Muhammad dan Ahmad sebagai refleksi." Ajaran
seperti ini jelas telah menggerogoti ajaran agama Islam yang asli dan
standar. Oknum-oknum internal seakan-akan mengajarkan Islam, padahal
mengajarkan ajaran palsu yang jelas-jelas diluar standar Islam itu
sendiri. (hal. 93)
Buku ini penting bukan hanya bagi mereka
yang menggeluti pemikiran Islam dan para dai muslim Indonesia, tetapi
juga penting bagi masyarakat awam yang ingin mengetahui letak-letak
kesalahan paham pluralisme. Minimal bisa membantu khazanah keislaman
kita agar tidak terjebak dalam konsep pluralis.
[Penulis adalah mahasiswa universitas
al-Azhar Kairo, Mesir, Fakultas Syariah Islamiyah, Tingkat III dan
menjabat sebagai Koordinator kajian As-Safiir HMM-Kairo, Mesir]
*]. Dikutip dari Bulletin At-Tauhid, diterbitkan LBI Al-Atsary Yogyakarta.