Banyak orang yang tak menyangka, betapa istimewanya huruf alif. Keistimewaan huruf alif
itu telah diungkapkan sejumlah peneliti. Huruf ini oleh kalangan
mistikus sebagai huruf istimewa yang sarat dengan makna. Huruf alif ini menunjuk kepada Allah, Sosok yang menghubungkan (allafa) segala sesuatu, namun Ia tetap terpisah dengan segala sesuatu itu.
Menurut Muhasibi, “Ketika Allah menciptakan huruf-huruf, Ia memerintahkan semua huruf untuk menurut, namun hanya huruf alif yang tidak menurut, tetap mempertahankan wujud pertamanya berdiri tegak. Niffari menyebut semua huruf sakit kecuali huruf alif. Muhasibi mengomentari huruf alif ini dengan mengutip hadis Nabi, “Allah menciptakan Adam sesuai dengan gambar/citra-Nya (‘ala shuratihi)”. Huruf alif sebagai
huruf Allah dan juga huruf pertamanya Adam, satu-satunya huruf yang
bertahan dengan keutuhannya, selainnya semuanya kehilangan wujud
aslinya.
Masih misteri huruf alif, sebagaimana dikutip dari Annimarie Schimmel, ‘Attar ikut mengomentari kelebihan huruf ini dengan mangatakan, jika huruf alif dibengkokkan maka bisa lahir huruf dal (د), dzal (ذ), ra (ر), zai (ز). Jika dilipat dua ujungnya bisa membentuk huruf ba (ب), nun (ن) ta (), tsa (ث).
Bahkan, semua huruf lain juga bisa terbentuk dari huruf alif. Itulah sebabnya huruf alif dikatakan huruf ahadiyyah, huruf
kesatuan dan kebersatuan, huruf tauhid, sekaligus sebagai huruf
transendens. Namun, ada juga yang mengomentari sebaliknya, huruf alif adalah huruf iblis, karena satu-satunya huruf yang tidak mau membungkuk, seperti syair Jalaluddin Rumi: “Jangan menjadi alif yang keras kepala, jangan menjadi huruf ba yang kepalanya dua.
Dalam kitab ini diulas tentang berbagai makna mistik dari huruf alif. Di antaranya menjelaskan kata alif itu sendiri tersusun dari tiga huruf, yaitu alif, lam, dan fa (ا
ل ف), yang mengisyaratkan kesatuan dari tiga hal, yaitu pencinta,
kekasih, dan cinta, atau merenung, bahan renungan, dan perenungan.
Syah Abd al-Lathif menjelaskan, alif menunjukkan nama Allah dan mim menunjukkan nama Muhammad SAW. Ia melihat urgensi kedua huruf ini di dalam pembahasannya dengan mengutip hadis Qudsi, “Ana Ahmad bila mim” (saya Ahmad tanpa huruf mim), berarti Ahad (Esa), yakni Allah Yang Maha Esa. Huruf mim merupakan
satu-satunya penghalang antara Allah dan Muhammad. Ini mengingatkan
kita pada riwayat-riwayat Ahlul Bait (Syi’ah) yang banyak mengomentari
hadis titik di bawah huruf ba pada kata basmalah.
Ibnu ‘Arabi dan kalangan sufi Syi’ah menghubungkan huruf alif dengan kalam (pena) di dalam surah al-Qalam ayat 1: Nun wa al-Qalam wa ma yasthurun. (Nun, demi pena dan apa yang dituliskannya). Nun dihubungkan dengan botol tinta dawak, kalam dihubungkan dengan alif yang menulis, dan buku dihubungkan dengan lauh al-mahfudh. Tulisan alif mewujudkan kehendak Allah dalam bentuk alam dan kenyataan. Dalam hadis diistilahkan: “Tidak jatuh sehelai daun dari tangkainya melainkan sudah tertulis di dalam lauh al-mahfudh”.
Keistimewaan alif yang membentuk huruf lafdh al-jalalah (الله), yang terdiri atas huruf lam lam ha (ا ل ل ه), tidak ada sebuah kata yang digugurkan satu persatu hurufnya namun tetap menunjuk makna yang sama.
Jika huruf alif di bagian awal dibuang maka tinggal huruf lam lam ha (لله), masih bisa terbaca “lillah” berarti “untuk Allah”. Jika digugurkan lagi huruf lam pertamanya sehinggal tinggal dua huruf yaitu lam dan ha (له) masih bisa terbaca “lahu” berarti “kepunyaan Allah”.
Jika digugurkan lam keduanya sehingga tinggal satu huruf yaitu huruf ha (هـ), masih bisa terbaca dan mempunyai arti sebagai kata ganti (dlamir) berarti “Dia”, sebagai kata ganti untuk Allah. Dlamir atau kata hu sebagai singkatan kata huwa (هو),
sering dijadikan lafaz wirid oleh sejumlah tarikat dengan cara
mengambil napas lalu membuang napas dengan membaca panjang: Huu … yakni Allah SWT.