Oleh: Kyai Arkanuddin Masruri
("Bapaknya orang Yahudi adalah Setan, seorang pembohong besar " - John 8:44)
Bagian Keempat
Proses Dajjal Tingkat Dua
Tingkat II ini berisi proses pendapat
para pendeta berebut kebenaran tentang status Kristus terhadap Tuhan dan
bentuk-bentuk ketuhanannya. Dalam hal ini raja Konstantin Agung sangat
banyak berperan, mengingat hasratnya untuk membuat persatuan antara
rakyat beserta tentara yang berkepercayaan mitologi atau politeisme
menghadapi kaum pendeta.
16. Ketika itu orang yang di tanah Yudea hendaklah lari ke gunung.
Komentar: mungkin Al-Masih berhasil hijrah ke pegunungan Qumran, sesuai pernyataan Q. S. al-Mukminun 50:
“Dan aku (Allah menjadikan (lsa) putra
Maryam dan ibunya menjadi pertanda (kekuasaan bagi Kami) dan Aku amankan
keduanya di lembah yang bergunung dan bertumbuh-tumbuhan. "
Dalam Injil juga tampak usaha keamanan
pribadinya karena sebelumnya beliau sudah memberitahukan akan perginya
itu (Matius 23: 39 ; Yahya 16: 7) dan pandai menyamar sebagai penunggu
taman atau juru kebun (Yahya 20: 15 )
17. Dan orang yang di atas sotoh rumah, janganlah turun ke bawah dan membawa keluar apa-apa yang di dalam rumahnya;
18. Dan lagi orang yang di ladangnya, janganlah pulang mengambil pakaiannya;
19. Wali bagi segala perempuan yang mengandung dan menyusui anaknya pada masa itu!
20. Hendaklah kamu berdoa, minta pelarianmu itu janganlah berlaku pada musim dingin atau hari Shabat.
21. Karena pada waktu itu akan timbul
sengsara yang besar seperti yang demikian belum pernah berlaku daripada
awal kejadian alam sehingga sampai sekarang ini dan kemudian daripada
itu juga tiada akan jadi pula.
22. Dan jikalau sekiranya tiada
disingkatkan masanya, niscaya tiadalah seorang pun yang selamat; tetapi
sebab sekalian orang yang terpilih, disingkatkan masa itu.
Komentar: demikian keributan
pada masa kosong kenabian sesudah Nabi Isa terpaksa meninggalkan umatnya
dan menurut ungkapan dari naskah-naskah Qumran oleh seorang teolog
Jerman yang bernama Johannes Leman lembah tersebut bernama Pardesh
(Firdaus?). Kini teolog itu sudah masuk Islam (majalah Panorama no. 3,
h. 13, 1971 dan Panji Masyarakat no: 186, h. 10, 1975)
Ayat-ayat tersebut perlu dijelaskan
komentarnya dengan fakta-fakta itu karena masih banyak kesimpangsiuran
pendapat antara sekte-sekte gereja sendiri. Saksi Yahweh menyatakan
bahwa Perang Dunia I (pergolakan) sebagai manifestasi ayat Injil itu,
lalu Al-Masih dianggap turun dari langit pada waktu itu dengan tidak
tampak. Sedang Advent masih menunggu gegeran lagi hingga tiap-tiap
timbul pergolakan atau banjir besar pula bencana alam, cepat-cepat
berpropaganda agamanya dengan harapan bila Kristus betul turun, mereka
sudah membuat persiapan-persiapan. Katholik dan Protestan tidak menentu
antara pendapat masing-masing teolognya.
Zonder Paulus, zegt Dr. Lehmann, zou
er vermoedelijk geen christendom bestaan. Hij maakte van een joodse
beweging een wereldreligie.
"Tanpa Paulus," kata Dr. Lehmann,
"menurut dugaan, gereja tak akan berdiri. Ia membuat agama universal
dari sesuatu gerakan Yahudi." (repro dari Panorama Haarlem no: 5/1971)
Mereka saling berselisih paham tentang
pribadi Kristus. Maklumlah, hellenisme tetap hidup pengaruhnya pada alam
pikiran kaum cendekiawan zaman pemerintahan Romawi membawakan
aliran-aliran seperti istilah-istilah gnosticisme neo-platonisme dan
lain-lainnya yang banyak mempersoalkan istilah-istilah ruh (pneu), kalam (lagos), hikmat (sophias), makrifat (gnosis), jin-jin
(aeon-aeon), juru penengah (demiurg), jiwa (nous), diiringi cita-cita
kosmopolitisme (pelbagai bangsa-bangsa dalam satu keluarga) dan
berbagai filsafat panteisme dan pankosmisme yang rumit hingga tak
terlepas dari proses sinkretisme antara mitologi, filsafat dan
unsur-unsur agama Yahudi dan gereja. Apalagi pada zaman sebelum
Konstantin telah terjadi banyak penganiayaan dan kekejaman terhadap kaum
agama Yahudi dan Kristen oleh raja-raja Romawi. Maka tidak mudahlah
bagi raja Konstantin untuk membulatkan persatuan paham antara para
pendeta. Meskipun ia berhasil mendapatkan kemenangan dalam sidang
Konsili di Nikea tahun 325, yang memperkuat ketuhanan Kristus, tetapi
ternyata ia sendiri pada akhir hidupnya telah dibaptis oleh Eusebius
yang menolak ketuhanan itu karena tergolong pada aliran Arius.
Seterusnya Athanasius sebaliknya merebut pengaruh ketuhanan Kristus
hingga pada konsili.
Konstantinopel tahun 381 paham Trinitas
dimenangkannya. Sampai sekarang aliran Saksi Yahweh meneruskan Arianisme
dan di Indonesia tampaknya mulai sekarang dilarang atau dibatasi
gerakannya.
Ternyata dalam urutan sejarah
kelompok-kelompok perbedaan Kristologi itu pada abad IV jelas disinggung
dalam ayat Matius 24: 23 demikian:
"Jikalau pada ketika itu ada orang berkata kepadamu; “Tengok inilah Kristus” atau `ltulah Kristus' janganlah kamu percaya"
Jadi pada abad itu di sana-sini timbul
sekte-sekte yang masingmasing mengaku kebenarannya sendiri tentang
bentuk Ketuhanan atau statusnya terhadap Tuhan Bapa. Untuk jelasnya
baiklah kita baca karangan Dr. H. Berkhof dan Dr. J. H. Enklaar dalam
bukunya: Sejarah Gereja, tahun 1961, pada halaman-halaman 30, 79 49, 62, 66 dan 70 yang di antaranya secara singkat demikian:
Alexander, uskup di Alexandria
menganggap Logos (Kristus) adalah Tuhan Allah juga, sedang Arius
berpendirian Logos adalah makhluk Allah yang sulung dan tinggi.
Origenes berbeda lagi, ialah: Logos
sebagai setengah Tuhan. Meskipun diputus oleh Konsili Nikea bahwa Logos
sezat atau sehakikat dengan Allah, tetapi Konstantin hanya menyatakan
bahwa Logos berhubungan erat dengan Allah sebagai jalan tengah.
Golongan baru Muncul, ialah aliran Nikea Baru yang berpendirian bahwa zat Logos hanya menyerupai zat Allah.
Dengan munculnya kaisar Teodosus Agung
yang anti-Arian, ajaran Athanasius mendapatkan kemenangan, di mana roh
suci disertakan hingga menjadi trinitas pada konsili Konstantinopel.
Adalagi filsafat yang masih berkembang
pada waktu itu, ialaha Neo-platonisme yang menyatakan bahwa Logos adalah
antara Allah dan dunia, sedang gereja Timur berbeda lagi: roh adalah
dari Allah dan bukan dari Logos.
Di Laodecia ada pendeta Apollinaris yang
mengajar bahwa Kristus telah menjelma dengan beroleh tubuh dan jiwa
manusia, tapi roh "aku" manusia diganti oleh Logos Allah.
Pendeta Nestorius, dari Konstantinopel
mengajar bahwa Logos dalam Kristus adalah kekal, sedang oknum Yesus
terbatas (misalya: sengsara, mati) jadi: keduaan, bukan keesaan. Hal ini
dilawan oleh pendeta Cyrillus dari Alexandria yang memperkuat keesaan
dari kedua tabiat Kristus.
Seterusnya lagi golongan Monophysit
(mono = satu; - physit = tabiat), murid pendeta Eytiches, dibela oleh
pendeta Dioscurus dari Alexandria yang mengajar bahwa Kristus bertabiat
satu, kemanusiaannya hanya dipengaruhi atau diisi dengan ketuhanan saja.
Hal ini ditolak oleh uskup di Roma, Leo
I. Karena di Sinode di Episus tahun 449, pendeta Dioscurus dapat
memaksakan pahamnya dengan rahibnya yang bersenjata maka kaisar di
Byzantium (Konstantinopel) mendesak adanya konsili yang terbesar di
Chalchedon pada tahun 451 dengan keputusan kompromi: Kristus bukan
bertabiat satu (Alexandria) melainkan: bertabiat dua dalam satu oknum.
Kedua tabiat ini tidak bercampur dan tidak berubah (melawan Eytiches)
dan tidak terbagi dan tidak terpisah (melawan Nestorius). Gereja-gereja
di Mesir dan Suria menolaknya, selain soal teologia, juga soal
kebangsaan. Jadi:
Tanda Keenam: banyaknya sekte-sekte yang masing-masing berbeda prinsip.