Oleh: Kyai Arkanuddin Masruri
("Bapaknya orang Yahudi adalah Setan, seorang pembohong besar " - John 8:44)
Bagian Kedua
www.bloodforoil.org
Problema Kitab Bibel
Tantangan zaman semakin bertubi-tubi,
baik dalam segi mental, politis dan ekonomis, maupun dalam bidang
teologis. Mudah-mudahan saja tulisan ini dianggap sebagai rintisan untuk
menuju kaidah yang tegas jelas guna memilih mana yang hak dan mana yang
batil.
Jalan yang kami tunjukkan di sini
mungkin dapat dianggap terlalu radikal atau terlalu berani karena umat
Islam biasanya phobi terhadap Bibel. Akan tetapi, di sini justru
ditunjukkan jalan lurus menerobos di celah-celah hutan belukar yang
berbentuk seperti kitab Bibel yang menurut gereja dibagi dalam kitab
Perjanjian Lama, yang juga dibaca oleh kaum Yahudi dan kitab Perjanjian
Baru yang tidak diakui oleh orang Yahudi. Rumitnya pandangan terhadap
kitab Bibel ini mudah dirasakan apabila kita membaca tulisan Dr. Mr, D.
N. Mulder dalam bukunya: Pembimbing ke dalam Perjanjian Lama tahun 1963,
h. 12 dan 13:
"Buku in! dikarang pada waktu-waktu
tertentu dan pengarang-pengarangnya memang terpengaruh oleh keadaan
waktu dan oleh suasana di sekitarnya dan oleh pembawaan pengarang itu
sendiri .... Naskah-naskah yang asli dari kitab suci itu sudah tidak ada
lagi. Yang ada pada kita hanya salinan. Salinan itu pun bukannya
salinan langsung dari naskah asli, melainkan salinan dari salinan dan
seterusnya. Sering di dalam menyalin kitab suci itu terseliplah salah
salin."
Drs. M.E.Duyverman menulis dalam: Pembimbing Kedalam Perjanjian Baru, tahun 1966, h. 24 dan 25:
“Ada kalanya penyalin tersentuh pada
kesalahan dalam naskah "asli" yang dipergunakannya. Kesalahan itu
diperbaikinya, padaha! perbaikan itu bisa mengakibatkan perbedaan yang
lebih besar dengan aslinya ... Kira-kira pada abad keempat di Antiochia
diadakan penyelidikan dan penyesuaian salinan-salinan agaknya terdorong
oleh perbedaan yang sudah terlalu besar di antara salinan-salian yang
dipergunakan dengan resmi didalam gereja.”
Penulis sendiri diantar oleh seorang
dosen IAIN Walisanga Semarang, Drs. K.H. Danuwiyoto (alm.) membawakan
kepada J.Kardinal Darmojuwono persoalan terjemahan baru dari Perjanjian
Lama oleh seorang pendeta Katholik yang dipandang kurang sesuai dengan
makna aslinya, pula pemberian komentarnya dianggap kurang enak bagi
perasaan umat Islam, terutama bangsa Arab.
Walaupun demikian parahnya percampuran
antara yang asli dan tidak asli didalam Bibel, InsyaAllah teori yang
disajikan di sini dapat menyusur di dalamnya dan baiklah para pembaca
dikenalkan dengan berbagai hasil yang telah dipraktikkan oleh penulis
terhadap para ahli Taurat dan Injil, baik Yahudi maupun Kristen, di
antaranya demikian:
1. Ajaran yang asli dari para nabi di
dalam Bibel rata-rata sesuai dengan aspirasi Islam dan yang cocok dengan
lslam, kebanyakan berupa sinkretisme dari pengaruh mitologi dan kultur
Yunani kuno (hellenisme) dan kultur Romawi;
2. Di dalam Bibel terdapat perkembangan
ajaran nabi-nabi (evolusi), permulaan berupa: iman, lalu: iman dan Islam
(syari'at), seterusnya: iman, Islam dan ihsan;
3. Bukti-bukti kebenaran kenabian yang mantap bagi Nabi Besar Muhammad Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam, terutama delapan buah ramalan dari Bibel;
4. Bukti-bukti dan penjelasan-penjelesan
yang mantap perihal Ya' juj [Rusia), Ma'juj (komunis)`, Dajjal (judul
buku ini) dan nabi palsu (Klenik Kebatinan) sebagai perusak perusak
agama Tuhan yang selalu menimbulkan keruwetan, perpecahan, peperangan
dan pergolakan;
5. Sumber-sumber kekuatan landasan tentang shalat, puasa, zakat dan haji sebagai fakta-fakta dalam Bibel;
6. Perkembangan (evolusi) sosial politik dari nabi ke nabi lewat revelasi hingga kaum Marxis insyaAllah dapat ikut menikmatinya;
7. Sistem dialog yang lebih efektif dan stimulan, baik terhadap Yahudi, Kristen, maupun agama-agama lain dan golongan Marxis;
8. Mengenal persamaan dan perbedaan
prinsip antara ajaran Petrus, murid asli dari Al-Masih dan ajaran Paulus
yang mengaku sebagai murid Kristus dalam bayangan yang diperkuat dengan
ungkapan-ungkapan manuskript.
Kita umat Islam mampu menyelami Bibel
secara demikian, tentu tidak akan merasakan ganjil. Kitab suci al-Qur'an
selalu menunjukkan hubungan pada kitab –kitab suci sebelumnya (Taurat
dan Injil), bahkan menegaskan demikian:
“Inilah Qur'an membuat ketegasan sejarah terhadap Bani Israil kebanyakan perkara yang mereka selisihkan” (Q. S. an-Naml: 76)
(Gereja dapat juga digolongkan Bani
Israil karena segenap prinsip ajarannya mengikuti konsep seorang Yahudi,
bernama Paulus alias Saul.)
Jika kamu bimbang tentang wahyu yang
telah Aku [Allah] turunkan kepadamu, tanyalah kepada orang-orang yang
bisa membaca Alkitab sebelummu" (Q. S. Yunus: 94)
(Yang dapat membaca tidak hanya para
ahli kitab [Yahudi/ Kristen] yang dilarang oleh nabi untuk
bertanya-tanya kepada mereka, tetapi para ilmuwan teologi yang progresif
atau boleh kepada penulis buku ini).
Pada umumnya umat Islam masih terpancang pada ketakutan terhadap penggunaan kitab Bibel. Hal ini memang wajar, mengingat Allah Subhanahu wa Ta'ala sudah berfirman bahwa kitab itu sudah diubah oleh penulis-penulisnya, demikian ayatnya:
"Maka adakah kamu harap bahwa mereka
akan percaya kepadamu sedang dari mereka ada segolongan yang mendengar
firman Allah lalu mengubahnya setelah mereka memahaminya, padahal mereka
mengetahui?" (Q.S. al- Baqarah:75)
Mereka mengubah firman Allah (Taurat) daripada tempatnya”. (Q.S. al- Maidah: 41).
Selayaknya umat Islam menolak Bibel,
apalagi ditambah hadis sabda Nabi yang melarang untuk bertanya kepada
ahli kitab (Yahudi dan Kristen). Maka di sini perlu diperlihatkan
dalil-dalil nash, yang menunjukkan adanya ide untuk menggunakan
ayat-ayat Bibel, demikian hadisnya:
“Janganlah kamu bertanya sesuatu
kepada ahli kitab. Sesungguhnya mereka tidak akan memberi petunjuk
kepadamu dan mereka sudah jelas kesesatannya. Maka bila kamu masih
bertanya, tidaklah layak. Maka lihatlah sendiri mana yang sesuai dengan
kitab Allah [Qur'an], ambillah, dan mana yang bertentangan, jauhkanlah."
(dari Ibnu Mas'ud)
Dalam hadis ini terdapat anjuran
penggunaan Bibel selama sesuai dengan ajaran Islam. Penulis berniat
merealisirkan anjuran penggunaannya, perintah Allah kepada kita agar
percaya kepada kitab-kitab yang terdahulu dengan pembuktian yang nyata.
Apalagi ada pesan Nabi yang berbunyi:
“Janganlah membenarkan ahli kitab dan janganlah mendustakan mereka." (H. R. Bukhari)
Jadi arti "tidak semata-mata
menyalahkan" adalah merupakan kesopanan yang baik kita perhatikan.
Malahan Qur'an lebih memperlihatkan partisipasinya demikian:
"Kamu ini mencintai mereka sedang
mereka tidak mencintaimu, padahal kamu percaya pada kitab sucinya
seluruhnya. Bila mereka berjumpa kamu, mereka berkata: ‘aku percaya'
tapi bila berpisah, mereka menggigit jari karena geram kebencian." (Q.
S. Ali Imran: 119)
Demikianlah kebijaksanaan ajaran Islam
maka apabila umat Islam sanggup meningkatkan pendidikannya, tentulah
timbul kemampuan untuk memenuhi anjuran Qur'an untuk memelopori dialog
dengan ahli kitab, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
Katakanlah! Wahai Ahli Kitab!
Marilah ke arah satu kalimah (paham) antara kami dan kamu, agar kita
tidak menyembah kecuali pada Allah dan tidaklah menyekutukan-Nya dengan
sesuatu!" (Q. S. Ali Imran: 64)
Banyak orang Islam dalam shalat selalu
berdoa agar dihindarkan dari godaan Dajjal. Umat Kristen pun dalam Injil
diberitahukan tentang bahaya Dajjal. Akan tetapi, sampai sekarang
pendapat antara mereka tidak kompak. Pernah pula di Eropa tuduhan Dajjal
itu dikenakan pada Napoleon, lalu Hitler, bahkan Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun menjadi sasaran.
Dalam buku ini disajikan landasan
ayat-ayat agar dapat dinilai oleh segala pihak. Apalagi mengingat si
penulis dari seorang Islam sanggup memperlihatkan argumentasinya dengan
kitab sucinya golongan besar di dunia, ialah umat Kristen karena
nyata-nyata Nabi Isa a.s. menganggapnya sangat serius. Mudah-mudahan
nanti timbul saling memperbaiki dan saling mendekat menuju perdamaian
yang sesungguhnya.
Mengenai perintis Dajjal ayat-ayatnya
ditemukan dalam surat kiriman pertama dari murid Al-Masih yang tertua
bernama: Yohanes atau Yahya. Adapun proses Dajjal banyak didapat dalam
Injil Matius pasal 24.
Dajjal berasal dari bahasa Arab: Masih
ad-Dajjal, yang disingkat. Masih yang dalam bahasa Yunani dan Latin:
Christus, bermakna: diusap hingga Nabi Isa diberi predikat Al-Masih oleh
sebab telah dimandikan oleh Nabi Yahya Pembaptis sebelum mulai
berdakwah. Adapun Dajjal bermakna: pembohong atau dusta. Al-Qur'an surah
an-Nisa': 171 dan al-Maidah: 75 memperkuat predikat Al-Masih bagi Nabi
Isa itu.
Didalam lnjil terdapat
terjemahan-terjemahan: Kristus Palsu, Antikrist dan Dajjal. Yohanes
dalam kitabnya: 'Wahyu, melukiskannya dengan istilah: Naga dan Binatang I
dan Binatang II (W. 12: 7; 13; 1 - 18 dan 20: 10 )
Sebab apakah sampai terjadi istilah
lambang kesesatan Kristus Palsu atau Masih ad-Dajjal yang tak lain dan
tak bukan adalah kepopuleran cerita mitologi sang Anak Dewa Bapa pada
abad-abad sebelum Masehi secara merata di sekitar Laut Tengah, terutama
di negeri Yunani. Diceritakan Sang Anak sekitar Desember-Januari lahir,
memberi berkah kehidupan di musim panas, lalu menderita, mati dan
kembali kepangkuan Sang Bapa. Sedang riwayat kesengsaraan al-Masih
sangat pararel dengan cerita-cerita itu. Oleh sebab sejarah yang
mengungkap cerita mitologi ini kurang dipelajari, apalagi bila terdorong
oleh semangat kemenangan pengaruh dalam suasana penjajahan kekuasaan
Romawi, yang menuntut loyalitas terhadap rakyatnya dan kelangsungan
wibawa kulturnya yang diperkaya dengan patung-patung kepahlawanan dan
dewa-dewanya. Selayaknyalah apabila Nabi Isa a.s. sendiri mulai membuat
sinyalemen-sinyalemen pada saat-saat sebelum terjadi kenyataannya.
Karena Injil itu juga dimiliki oleh
orang Eropoa yang beragama maka argumentasinya harus objektif ilmiah.
Sekiranya dapat sukses maka hasilnya pun tidak akan tanggung-tanggung.
Sekiranya orang Islam dapat mengungkapkannya dengan menggunakan kitab
Injil yang kenyataannya dapat dibeli di toko-toko untuk umum, maka
seharusnya orang Islam itu dihargai karena mengajak tertibnya bacaan
perihal ajaran Tuhan dan menyelamatkan rakyat dari bahaya Dajjal. Hal
ini sesuai pula dengan petunjuk Injil sendiri dalam membuat pernyataan
Dajjal dengan kesaksian Injil di segenap lingkungan bangsa-bangsa,
demikian ayatnya, Matius 24:14:
"“Maka Injil Kerajaan ini [agama Tuhan] akan dimasyhurkan dalam seluruh dunia dan menjadi kesaksian bagi segala bangsa”.
Jadi segala bangsa boleh menyatakan
Dajjal kalau dapat menggunakan Injil itu. Ternyata bahwa dalam Injil
Matius sendiri terdapat penjelasan-penjelasan tentang perkembangan
gejala-gejala Dajjal yang berproses dalam tiga tahap.
Tahap pertama : Zaman murid-murid Al-Masih masih hidup sampai abad IV;
Tahap kedua : Sejak raja Konstantin Agung sampai abad VI;
Tahap ketiga: Sejak Paus Gregorius Agung sampai sekarang.