| Mera Naam Joker: Dajjal Dan Anak Manusia Menurut Injil part 1

Jumat, 15 Juni 2012

Dajjal Dan Anak Manusia Menurut Injil part 1

"Dari 'Imran bin Muhsain, Nabi Sallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:"Antara kejadian Adam sampai timbulnya malapetaka (saat) tidak ada proses yang lebih besar daripada Dajjal." (H. R. Muslim)


Oleh: Kyai Arkanuddin Masruri
("Bapaknya orang Yahudi adalah Setan, seorang pembohong besar " - John 8:44)
 
Bagian Pertama
Kata Pengantar
Istilah Dajjal mengandung arti yang sensitif dan ternyata pada masa Orde Lama sering digunakan sebagai lontaran kecaman. Di Eropa pun istilah ini dengan kata: antikrist banyak digunakan antara golongan-golongan agama dan juga terhadap ideologi-ideologi lain hingga tampak kabur pengertiannya.
Buku Dajjal ini merupakan cetak ulang berhubung cetakan yang lalu amat sederhana dan masih berisi banyak singkatan-singkatan hingga para pembaca merasa kesulitan mencernanya. Terbitan kali ini memberi kesempatan untuk ditambah pemecahan-pemecahan yang lebih luas, gambar-gambar atau ilustrasi, terutama disesuaikan dengan alam sekarang di negara kita, Indonesia , ialah di antaranya:
1.Penghayatan dan pengamalan Pancasila;
2.Kerukunan antar umat beragama, kerukunan antar golongan-golongan umat beragama dan kerukunan umat-umat beragama dengan pemerintah;
3.Dialog-dialog yang tampak formal, diperkembangkan dengan musyawarah secara kekeluargaan untuk dapat saling mendekat dan saling mempelajari.
Untuk tiga faktor ini para pengikut agama masing-masing dalam menghadapi tantangan zaman yang semakin memuncak, tidak cukuplah hanya dimasabodohkan begitu saja, tidak diperkenalkan isi kitab suci masing-masing. Lalu apa gunanya pemerintah memberi banyak fasilitas penerbitan kitab-kitab yang patut kita hargai setinggi-tingginya. Memang untuk sementara waktu orang-orang bodoh dan miskin mudah dininabobokan dengan bantuan-bantuan, pemberian-pemberian hadiah, kemeriahan tata upacara yang mungkin bisa menjadi jembatan bagi subversi asing. Tetapi pada akhirnya, ialah generasi muda yang sifatnya serba spontan, ada yang kena frustrasi seperti hippies, porno, narkotik, skandal dan lain-Iainnya. Ada pula yang berbentuk rasional yang sering menimbulkan kejutan-kejutan. Untuk mengatasi krisis yang demikian rupa itu salah satu jalan adalah para penanggungjawabnya berintrospeksi. Betulkah beliau-beliau ini sudah memiliki kitab suci yang menjadi sumber ideologinya, betulkah paham isinya? Betulkah penanggung jawab itu jujur terhadap tuntutan kitab sucinya? Oleh karena mempelajari kitab suci, ternyata tidak semudah ilmu-ilmu lain. Terbukti masih terdapat golongan-golongan agama yang sama kitab sucinya, masih berbeda paham, saling berlawanan, bahkan saling berperang.
Kami merasa beruntung sekali bahwa pada akhir-akhir ini telah dirintis oleh Gereja Katholik di Vatikan lewat ensiklik dari Konsili Vatikan II yang telah dilaksanakan oleh alm. Paus Paulus VI sebagai penerus dari ide Paus sebelumnya, ialah Paus Johannes XXIII. Amat progresiflah rencananya, di antaranya masalah "pembaruan" ajaran dan langkahnya (agiornamento) dan ajakan dialog-dialog dengan berbagai golongan agama dan ideologi dan kini telah membentuk seksi-seksi keyahudian, seksi kekristenan lain, seksi keislaman dan seksi agama-agama lain serta aliran-aliran ateis/komunis. Baiklah di sini kami kutipkan pernyataan-pernyataan pihak Katholik, sementara yang kebetulan berkaitan dengan pihak Islam, ialah:
a. Majalah Penabur tanggal 28-9-1969 dengan judul: A fortiori umat Islam:
"Kami yakin bahwa dialog umat Islam terutama di Indonesia sangat perlu. Dalam dokumen tersebut (dokumen Sekretariat untuk orang-orang yang tidak beriman) disebutkan bahwa adanya ajakan supaya umat Katholik dalam dialog dengan kaum yang tak beriman tidak hanya minta kerjasama dari pihak umat-umat Kristen lain, tetapi juga dari umat yang beragama lain, dan disebutkan: kaum Muslimin. Jadi umat Islam dimintai pertolongan."
b. Harian Kompas tanggal 27-6-1975 menulis:
"Karena semangat keterbukaan dan semangat berdialog yang diprakarsai oleh alm. Paus Yohannes XXIII dan dilanjutkan oleh Paus Paulus VI (kini alm) menuntut sikap yang konsekuen. Sikap tertutup cenderung untuk memonopoli segala kebenaran pada pihaknya sendiri dan mencurigai pihak lain. Sebaliknya sikap terbuka, meskipun mengandung potensi risiko, berani mengandalkan bahwa kebenaran ada juga pada pihak lain. Dengan perkataan lain kalau kita berani membuka dialog, kita juga berani percaya pada kemauan baik pihak lain."
Tampaknya tulisan Kompas ini membawakan berita dari Vatikan yang baru saja sebelumnya kami kirimi surat ajakan berdialog segi tiga: Yahudi, Kristen dan Islam, di mana kami bersedia membuat prasarannya yang dapat disaksikan oleh golongan-golongan ideologi lain tertanggal 27-5-1975 hingga dapat merupakan rintisan ke arah integrasi bersama. Terutama melihat isi surat balasan simpatik dari Vatikan tertanggal 5-8-1975 lewat Apostolic Nunciature Jakarta yang sangat kami hargai.
c. Dialog Kristen-Islam di Tripoli (Libya) yang telah menelorkan 24 pasal, yang di antaranya pasal 13 tegas-tegas menghendaki agar pihak Islam sanggup memberi bantuan penertiban tafsir yang sesungguhnya tidak cukup dilayani dengan kondisi ilmu keagamaan secara konvensional, demikian permohonannya dalam pasal 13:
"Delegasi Kristen memohon agar pihak Islam menunjang kelangsungan penelitian historis dan pendalaman tafsir dari kitab suci agar lebih teranglah nilai-nilai yang sebenarnya dan yang ilmiah dari kitab-kitab suci itu."
Rumusan seluruhnya tampak menghendaki usaha menemukan pengertian bersama tentang bagaimana hakikat eksistensi agama Tuhan yang Mahakuasa di dunia yang sebenarnya.
Oleh karena dialog Tripoli itu terjadi sesudah Vatikan menerima surat kami yang mengandung aspirasi dialog yang nadanya serupa dengan maksud rumusan-rumusannya itu, kami lalu menyurati lagi ke Vatikan dengan harapan agar kami diundang bila diadakan dialog sebagai follow up dari dialog Tripoli tersebut. Syukur bila kami diberi kesempatan membuat prasaran-prasarannya.
Kami khawatir apabila saran-saran kami digunakan oleh orang-orang tertentu untuk dikonfrontasikan terhadap tim pihak Islam sebagai fait a compli karena mungkin dikiranya kurang mampu dalam menanggapi syarat-syarat teologis objektif yang terutama tentang kemampuan memanfaatkan adanya hubungan harmonis antara kitab-kitab suci serumpun: Taurat, Injil dan al-Qur'an serta sejarah dunia purbakala.
Baik sekali kami tambahkan berita pembunuhan massal di Amerika terhadap seorang Pendeta dan seluruh pengikutnya yang 80% terdiri dari orang kulit hitam di San Francisco. Kami berkeyakinan bahwa biang keladinya kemungkinan besar adalah salah tafsir dan kitab Injil yang perlu diadakan pemecahan bersama dan masalah arti wangsit. Seperti kasus Sawito yang merasa mendapatkan wangsit, lalu berani menyatakan sebagai ratu adil. Semacam ini juga seorang Australia yang merasa menjadi rasul, lalu membakar Mesjidil Aqsa di Yerusalem karena salah tafsir mengenai Kitab Zakaria dari Kitab Perjanjian Lama.
Walhasil bisa dinyatakan mutlak perlunya saling mempelajari secara kekeluargaan antara golongan-golongan ideologi, apalagi sudah terdapatnya uluran tangan dari pihak Katholik di Vatikan tersebut di atas, yang tidak perlu kita sia-siakan.
Kami kira ada baiknya ditambah kesan dari hadis Nabi Muhammad Sallallahu 'Alaihi wa Sallam tentang kegawatan hadirnya Dajal karena umat Islam di Indonesia merupakan jumlah umat yang terbesar, ialah:
"Dari 'Imran bin Muhsain, Nabi Sallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: "Antara kejadian Adam sampai timbulnya malapetaka (saat) tidak ada proses yang lebih besar daripada Dajjal." (H. R. Muslim)
Hampir segenap umat Islam pada akhir shalatnya selalu memohon agar tidak tergoda oleh Dajjal, padahal Qur'an tidak menyebutnya, sedang hadis-hadis pun banyak yang menampilkan kata-kata yang serba berselubung. Tulisan ini menjelaskan pengertiannya dan ditambah dengan cara-cara saling pendekatan antara golongan-golongan yang mempunyai kitab-kitab yang bersangkutan dan mengenal siapa-siapa ahlinya.
Semoga mendapatkan perhatian sepenuhnya.
Ada suatu pepatah yang berbunyi: "Barang benar (haq) yang tak teratur akan dikalahkan oleh barang batal yang teratur."
Pada alam Pancasila ini kita tidak perlu memandang kata-kata kalah menang apalagi mengingat niat Vatikan yang begitu toleran. Kita perlu bersama-sama menggali ajaran yang haq yang usahanya lewat penelitian-penelitian tafsir, sebagaimana pernyataan hasil Tripoli tersebut. Di Amerika mungkin masih banyak petualangan penafsiran kitab suci hingga banyak timbul kehebohan-kehebohan, tetapi di Indonesia perlu mulai kita rintis penelitian isi ajarannya dan proses sejarahnya yang sebenarnya hingga hasilnya tidak hanya membawakan alam persatuan dan kesatuan saja, tetapi terutama juga bagi generasi muda yang nanti akan mewarisinya.
Comments
0 Comments