PENDIDIKAN YANG MENJADI BOOMERANG
Seorang
teman saya yang bekerja pada sebuah perusahaan asing, di PHK akhir
tahun lalu. Penyebabnya adalah kesalahan menerapkan dosis pengolahan
limbah, yang telah berlangsung bertahun-tahun. Kesalahan ini terkuak
ketika seorang pakar limbah dari suatu negara Eropa mengawasi secara
langsung proses pengolahan limbah yang selama itu dianggap selalu gagal.
Pasalnya adalah, takaran timbang yang dipakai dalam buku petunjuknya
menggunakan satuan pound dan ounce.
Kesalahan
fatal muncul karena yang bersangkutan mengartikan 1 pound = 0,5 kg. dan
1 ounce (ons) = 100 gram, sesuai pelajaran yang ia terima dari sekolah.
Sebelum PHK dijatuhkan, teman saya diberi tenggang waktu 7 hari untuk
membela diri dgn. cara menunjukkan acuan ilmiah yang menyatakan 1 ounce
(ons) = 100 g. Usaha maksimum yang dilakukan hanya bisa
menunjukkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang mengartikan ons (bukan
ditulis ounce) adalah satuan berat senilai 1/10 kilogram. Acuan lain
termasuk tabel-tabel konversi yang berlaku sah atau dikenal secara
internasional tidak bisa ditemukan.
SALAH KAPRAH YANG TURUN-TEMURUN
Prihatin
dan penasaran atas kasus diatas, saya mencoba menanyakan hal ini kepada
lembaga yang paling berwenang atas sistem takar-timbang dan ukur di
Indonesia, yaitu Direktorat Metrologi. Ternyata pihak Dir. Metrologi-pun
telah lama melarang pemakaian satuan ons untuk ekivalen 100 gram.
Mereka justru mengharuskan pemakaian satuan yang termasuk dalam Sistem
Internasional (metrik) yang diberlakukan resmi di Indonesia. Untuk
ukuran berat, satuannya adalah gram dan kelipatannya. Satuan Ons
bukanlah bagian dari sistem metrik ini dan untuk menghilangkan kebiasaan
memakai satuan ons ini, Direktorat Metrologi sejak lama telah
memusnahkan semua anak timbangan (bandul atau timbal) yang bertulisan
“ons” dan “pound”.
Lepas
dari adanya kebiasaan kita mengatakan 1 ons = 100 gram dan 1 pound =
500 gram, ternyata tidak pernah ada acuan sistem takar-timbang legal
atau pengakuan internasional atas satuan ons yang nilainya setara dengan
100 gram. Dan dalam sistem timbangan legal yang diakui dunia
internasional, tidak pernah dikenal adanya satuan ONS khusus Indonesia.
Jadi, hal ini adalah suatu kesalahan yang diwariskan turun-temurun.
Sampai kapan mau dipertahankan?
BAGAIMANA KESALAHAN DIAJARKAN SECARA RESMI?
Saya
sendiri pernah menerima pengajaran salah ini ketika masih di bangku
sekolah dasar. Namun, ketika saya memasuki dunia kerja nyata, kebiasaan
salah yang nyata-nyata diajarkan itu harus dibuang jauh karena akan
menyesatkan.
Beberapa
sekolah telah saya datangi untuk melihat sejauh mana penyadaran akan
penggunaan sistem takar-timbang yang benar dan sah dikemas dalam materi
pelajaran secara benar, dan bagaimana para murid (anak-anak kita)
menerapkan dalam hidup sehari-hari. Sungguh memprihatinkan. Semua
sekolah mengajarkan bahwa 1 ons = 100 gram dan 1 pound = 500 gram, dan
anak-anak kita pun menggunakannya dalam kegiatan sehari-hari. “Racun”
ini sudah tertanam didalam otak anak kita sejak usia dini.
Dari
para guru, saya mendapatkan penjelasan bahwa semua buku pegangan yang
diwajibkan atau disarankan oleh Departemen Pendidikan Indonesia
mengajarkan seperti itu. Karena itu, tidaklah mungkin bagi para guru
untuk melakukan koreksi selama Dep. Pendidikan belum merubah atau
memberikan petunjuk resmi.
TANGGUNG JAWAB SIAPA?
Maka,
bila terjadi kasus-kasus serupa diatas, Departemen Pendidikan kita
jangan lepas tangan. Tunjukkanlah kepada masyarakat kita terutama kepada
para guru yang mengajarkan kesalahan ini, salah satu alasannya agar
tidak menjadi beban psikologis bagi mereka: acuan sistem timbang legal
yang mana yang pernah diakui / diberlakukan secara internasional, yang
menyatakan bahwa: 1 ons adalah 100 gram, 1 pound adalah 500 gram?
Kalau
Dep. Pendidikan tidak bisa menunjukkan acuannya, mengapa hal ini
diajarkan secara resmi di sekolah sampai sekarang? Pernahkan Dep.
Pendidikan menelusuri, dinegara mana saja selain Indonesia berlaku
konversi 1 ons = 100 gram dan 1 pound = 500 gram? Patut dipertanyakan
pula, bagaimana tanggung jawab para penerbit buku pegangan sekolah yang
melestarikan kesalahan ini?
Kalau
Dep. Pendidikan mau mempertahankan satuan ons yang keliru ini,
sementara pemerintah sendiri melalui Direktorat Metrologi melarang
pemakaian satuan “ons” dalam transaksi legal, maka konsekuensinya ialah
harus dibuat sistem baru timbangan Indonesia (versi Depdiknas). Sistem
baru inipun harus diakui lebih dulu oleh dunia internasional sebelum
diajarkan kepada anak-anak. Perlukah adanya sistem
timbangan Indonesia yang konversinya adalah 1 ons (Depdiknas) = 100 gram
dan 1 pound (Depdiknas) = 500 gram? Bagaimana “Ons dan Pound
(Depdiknas)” ini dimasukkan dalam sistem metrik yang sudah baku di
seluruh dunia? Siapa yang mau pakai?
HENTIKAN SEGERA KESALAHAN INI
Contoh
kasus diatas hanyalah satu diantara sekian banyak problema yang
merupakan akibat atau korban kesalahan pendidikan. Saya yakin masih
banyak kasus-kasus senada yang terjadi, tetapi tidak kita dengar. Salah
satu contoh kecil ialah, banyak sekali ibu-ibu yang mempraktekkan resep
kue dari buku luar negeri tidak berhasil tanpa diketahui dimana
kesalahannya.
Karena
ini kesalahan pendidikan, masalah ini sebenarnya merupakan masalah
nasional pendidikan kita yang mau tidak mau harus segera dihentikan.
Departemen
Pendidikan tidak perlu malu dan basa-basi diplomatis mengenai hal ini.
Mari kita pikirkan dampaknya bagi masa depan anak-anak Indonesia.
Berikan teladan kepada bangsa ini untuk tidak malu memperbaiki
kesalahan.
Sekalipun
hanya untuk pelajaran di sekolah, dalam hal Takar-Timbang- Ukur, Dep.
Pendidikan tidak memiliki supremasi sedikitpun terhadap Direktorat
Metrologi sebagai lembaga yang paling berwenang di Indonesia. Mari kita
ikuti satu acuan saja, yaitu Direktorat Metrologi.
Era
Globalisasi tidak mungkin kita hindari, dan karena itu anak-anak kita
harus dipersiapkan dengan benar. Benar dalam arti landasannya,
prosesnya, materinya maupun arah pendidikannya. Mengejar ketertinggalan
dalam hal kualitas SDM negara tetangga saja sudah merupakan upaya yang
sangat berat. Janganlah malah diperberat dengan pelajaran sampah yang
justru bakal menyesatkan. Didiklah anak-anak kita untuk mengenal dan
mengikuti aturan dan standar yang berlaku SAH dan DIAKUI secara
internasional, bukan hanya yang rekayasa lokal saja. Jangan ada lagi
korban akibat pendidikan yang salah. Kita lihat yang nyata saja, berapa
banyak TKI diluar negeri yang berarti harus mengikuti acuan yang berlaku
secara internasional.
Anak-anak
kita memiliki HAK untuk mendapatkan pendidikan yang benar sebagai upaya
mempersiapkan diri menyongsong masa depannya yang akan penuh dengan
tantangan berat.
ACUAN MANA YANG BENAR?
Banyak
sekali literatur, khususnya yang dipakai dalam dunia tehnik, dan juga
ensiklopedi ternama seperti Britannica, Oxford, dll. (maaf, ini bukan
promosi) menyajikan tabel-tabel konversi yang tidak perlu diragukan
lagi.
Selain
pada buku literatur, tabel-tabel konversi semacam itu dapat dijumpai
dengan mudah di-dalam buku harian / diary/agenda yang biasanya diberikan
oleh toko atau produsen suatu produk sebagai sarana promosi.
Salah
satu konversi untuk satuan berat yang umum dipakai SAH secara
internasional adalah sistem avoirdupois / avdp. (baca : averdupoiz).
1 ounce/ons/onza = 28,35 gram (bukan 100 g.)
1 pound = 453 gram (bukan 500 g.)
1 pound = 16 ounce (bukan 5 ons)
Bayangkan
saja, bagaimana jadinya kalau seorang apoteker meracik resep obat yang
seharusnya hanya diberi 28 gram, namun diberi 100 gram. Apakah kesalahan
semacam ini bisa di kategorikan sebagai malapraktek? Pelajarannya
memang begitu, kalau murid tidak mengerti, dihukum! Jadi, kalau
malapraktik, logikanya adalah tanggung jawab yang mengajarkan.
(Ini
hanya gambaran / ilustrasi salah satu akibat yang bisa ditimbulkan,
bukan kejadian sebenarnya, tetapi dalam bidang lain banyak sekali
terjadi)