| Mera Naam Joker: Dajjal Dan Anak Manusia Menurut Injil part 5

Jumat, 15 Juni 2012

Dajjal Dan Anak Manusia Menurut Injil part 5


;Oleh: Kyai Arkanuddin Masruri
("Bapaknya orang Yahudi adalah Setan, seorang pembohong besar " - John 8:44) 
www.bloodforoil.org
Bagian Kelima
Proses Dajjal Tingkat Tiga
Perkembangan Dajjal atau Kristus Palsu selanjutnya dapat dikaitkan dengan ayat Matius 24: 24 seterusnya, demikian:
24. Karena beberapa Kristus Palsu dan Nabi Palsu akan muncul serta mengadakan pekerjaan yang ganjil sekali dan perbuatan yang mengherankan supaya menyesatkan, jikalau boleh orang yang terpilih itu juga."
(terjemahan baru dari Katolik: "Sebab Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan mereka akan mengadakan tanda-tanda yang dahsyat dan mukjizat-mukjizat sehingga sekiranya mungkin mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga")
Ayat tersebut memberi 3 saran sebagai tanda, ialah:
1. "Mengadakan pekerjaan yang ganjil sekali." Terjemahan ini kurang jelas maka sebaiknya mencari terjemahan dengan bahasa-bahasa lainnya. Terjemahan Belanda: groote teekenen, yang berbahasa Jawa: gawe pra tanda kang linuwih. Jadi lebih jelas lagi bermakna: menonjolkan tanda-tanda kebesarannya yang dapat diambilkan contoh-contoh seperti: keindahan upacaranya, kemegahan bangunannya, kemeriahan hari besarnya, kelengkapan alat-alatnya, kesempurnaan barisannya dalam bidang pendidikan, organisasi dan langkah-langkah hirarkinya.
Lebih jelas kita membaca karangan Dr. J. H. Enklaar dalam bukunya Sejarah Gereja Ringkas," tahun 1955, h. 26 dan 27 demikian:
“Justinianus (tahun 527-565) membangun gereja: Hagai Sophia" yang besar dan permai di Konstantinopel. Dialah yang menyempurnakan gereja negara: gereja taat kepada kepalanya, ialah kaisar, tetapi dalam pada itu gereja mendapat kehormatan dan kekayaan besar.
Kebaktian semakin mewah: jubah pejabat yang berpuspawarna, lilin dan kemenyan, gedung yang elok, perarakan yang mengagumkan, dan sebagainya. Yang kurang baik pula ialah kesalehan umat bercorak kafir. Mereka mulai menghomati orang suci, malaikat dan Maria serta menyembah patung dan benda peninggalan orang suci, seperti tulang dan sebagainya. Orang suci menjadi pengganti dewa pelindung kafir. lbadat pada dewi dijadikan ibadat kepada Maria.
Supaya gereja boleh membantu negara, perlu ada pemimpin gereja yang kuat. Bukan lagi para uskup, melainkan kaisar sendirilah yang menjadi kepala hakim dan pengatur undang-undang. Kaisarlah yang memanggil utusan segala daerah bersidang selaku konsili (sinode tertinggi). Dialah yang mengetahui dan melaksanakan keputusannya. Di Barat uskup Roma memperkokoh kuasanya dan di Timur uskup besar atau patriarch di kota besar tampil ke muka selaku pemimpin."
Agar lebih jelas penonjolan kebesarannya secara berlebihan, baiklah dikutipkan dari Algemeene Nederlandsche Encyclopedie tahun 1868, yang menerangkan:
Bahwa nama Hagia Sophia berasal dari niat Konstantin Agung untuk memperhebat keagungan hikmat dalam Kristus (hikmat - sophias), tetapi pada tahun 532 hancur karena kebakaran hebat. Lalu dibangun oleh kaisar Justinianus sehebat-hebatnya dengan arsitektur yang paling terpilih, tapi pada tahun 558 mengalami kerusakan oleh gempa bumi. Setelah diperbaiki lagi pada peresmian gereja megah itu Justinianus mengucapkan kata-kata yang meremehkan Nabi Sulaiman, demikian dalam bahasa Belandanya: `ik heb u overtroffen, o Salomo, summum van smakeloosheid ," yang artinya:
"Aku telah mengungguli engkau, hai Sulaiman, sangat memuakkan." (Handboek der Kerkgeschiedenis 1946, oleh: Dr. J. N. Bakhuizen van den Brink, h. 148)
Pada tahun 1453 gereja besar itu jatuh ke tangan umat Islam untuk dijadikan mesjid yang pada tahun 1847 diperbarui lagi.
2. "Mengadakan perbuatan yang heran," yang diterjemahkan oleh Katolik: "mukjizat-mukjizat." Bahasa Belanda: groote wonderheden. Terjemahan Jawa: gawe kaelokan kang linuwih. Jelaslah bahwa ayat itu menerangkan keelokan keramat atau mukjizat yang dianggap sebagai kejadian di luar adat tidak masuk akal, tapi bisa terjadi, katanya.
Paralel dengan pertandaan ini baiklah dikutipkan dari Sejarah Gereja, karangan Dr. H. Berkhof, h. 82, mengenai Paus Gregorius Agung (590-604), demikian:
"Dalam lapangan teologia Gregorius Agung kurang menyenangkan karena ia melemahkan ajaran Augustinus. Menurut Gregorius keselamatan kekal dihasilkan oleh kerjasama dari rahmat Tuhan dengan amalan, jasa dan penitensia (rasa dosa) manusia .... Ajaran ini menimbulkan rupa-rupa kepercayaan yang tak lain dan pada suatu macam magi utau jampi. Ganti iman yang benar: berbagai macam takhayul tentang malaikat-malaikat, setan-setan, relkwi-relkwi, mukjizat-mukjizat dan lain-lain menguasai hati jamaah.”
Memang dalam lingkungan Katholik ada dogma yang mempercayai berita-berita tentang pemunculan ibu Maryam, kesaktian air suci dari barbagai sumber alam tertentu, penggunaan tongkat (wichel roede) untuk mencari air untuk pembuatan sumur dan khasiat-khasiat dan berbagai peninggalan para orang suci, apalagi kayu palang salib sering diperlihatkan dalam bioskop-bioskop khasiatnya mengusir setan-setan iblis atau penyembuhan-penyembuhan tertentu (miracle).
Tentang mukjizat atau keajaiban dari kalangan Katholik banyak kita baca dalam majalah Katholik Tamtama Dalem terbitan Magelang pada zaman kolonial Be!anda.
Beberapakali kita mendengarkan berita-berita keajaiban yang maksudnya untuk memperlihatkan kebenaran agamanya, tetapi setelah diperdalam dari ajaran Al-Masih sendiri, kita bahkan dapat menganggapnya bertolak belakang, ialah semakin besar cerita keajaibannya, bahkan semakin mendekat kepada kecocokannya kepada indikasi Dajjal yang gawat.
Jadi kemungkinan besar zaman modern ini lebih utama dilayani dengan ajaran-ajaran yang logis dan maju progresif daripada selalu memisahkan umat. Kemampuan berargumentasi dapat menanggulangi tantangan zaman yang semakin menuntut rasionalitas dan objektivitas. Maklumlah rakyat bodoh mudah terpikat dengan tontonan yang ajaib yang disebut keramat-keramat. Akan tetapi bagi mereka yang memahami dalil-dalil ayat Matius itu, mereka akan berkata:
“Apabila keramat atau mukjizat menjadi kebanggaan, golongannya bisa dikategorikan pada Dajjal.”
Masyarakat awam yang kebanyakan terdiri dari rakyat yang kurang berpendidikan, bila mendengar sebutan yang menyinggung nabi rata-rata berasosiasi pada mukjizatnya. Umat Islam pun kebanyakan juga demikian. Padahal sebuah hadits Muslim, jelas menerangkan bahwa mukjizat yang diperlihatkan oleh Nabi Besar Muhammad Sallallau ‘Alaihi wa Sallam bukannya keajiban-keajaiban, melainkan tanda-tanda atau ayat-ayat pembuktian. Ayat-ayat terbesar bagi Nabi Muhammad Sallallau ‘Alaihi wa Sallam adalah berupa ayat-ayat al-Qur'an, demikian haditsnya:
“Tidaklah ada seorang dari nabi-nabi kecuali tentu diberi ayat-ayat yang dapat menarik iman dari kaumnya. Akan tetapi aku diberi wahyu (Qur'an) oleh Allah maka aku mengharapkan mendapatkan pengikut yang lebih banyak pada hari kiamat.”
Untuk menunjukkan kebenaran agama bagi zaman modern ini perlu kemampuan memperlihatkan bukti-bukti dengan dalil-dalil dan ayat-ayat yang autentik. Inilah yang lebih adil dan jujur. Masalahnya bukan soal sentimen, melainkan ungkapan nyata dari ajaran Allah Subhanahu wa Ta'ala yang sering tampak serba rahasia atau sukar dipahami, akan tetapi dengan ungkapan-ungkapan itu satu demi satu dapat dipecahkan secara nyata. Al-Qur'an betul menjadi mukjizat, asalkan ulamanya­ulamanya bersedia ditingkatkan lagi.
3. “Jikalau boleh, orang yang terpilih itu juga. Dalam pergaulan sehari-hari terutama dalam lingkungan pelajar-pelajar atau pergaulan hidup dalam masyarakat, orang-orang yang tampak simpatik selalu menjadi favorit dikalangan pelajar muda menjadi incaran kaum cerdik untuk memikat hatinya untuk diarahkan menjadi pemimpin atau dimanfaatkan daya tariknya. Bila orang favorit itu masuk agamanya, dengan sendirinya rekan-rekannya lebih mudah dipengaruhi hingga pada akhirnya bisa membuat barisan pemeluk yang besar. Biasanya orang yang sabar atau halus budinya yang kurang tertarik pada bidang-bidang keilmiahan dan merasa cukup berorientasi yang ringan-ringan dan populer dan menyenangkan dalam tiap lingkungan, lebih mudah didekati oleh orang yang berwibawa. Maka tidak mustahil bila orang baik-baik bisa terpikat menjadi barisan penggerak-penggeraknya. Jadi kewibawaanlah yang menjadi pertandaan.
Untuk singkatnya sebagai pertandaan baiklah disebutkan:
Tanda ketujuh: memperlihatkan tanda-tanda kebesarannya. Hal ini bisa dilihat dalam proses sejarah gereja sejak kaisar Konstantin sampai kaisar Justinianus;
Tanda kedelapan: memperlihatkan ajaran dogma keramat dan khasiat. Sejak Paus Gregorius Agung kepercayaan tersebut dihidupkan dalam gereja Katholik, baik untuk yang sadar maupun yang bersikap tak tahu menahu;
Tanda kesembilan: memperlihatkan kewibawaan, baik berupa kekhusyuan maupun kedisiplinan.
Perkembangan lebih lanjut bacalah Matius 24: 25,26:
25. Perhatikanlah, aku sudah mengatakan itu kepadamu terlebih dahulu. (Ayat ini mengingatkain kita agar kita benar-benar mau menyelaminya dan jangan acuh tak acuh apalagi menutup-nutupi terhadap rakyat yang perlu kita tolong dengan ungkapan-ungkapan karena selama ini masih tampak serba buta terhadap cara-cara ilmiah yang progresif. Mungkin apakah dirasa merugikan golongannya yang sesungguhnya perlu dilkoreksi?.
26. Sebab itu, jikalau kata orang kepadamu: tengok, ia ada di padang belantara, janganlah karnu pergi ke sana, atau tengok, ia ada di dalam bilik, janganlah kamu percaya." Ayat ini membawakan dua tanda yang masing-masing mengandung tafsir yang menuju berbagai kemungkinan tujuan.
Kata "belantara” dapat menuju dua buah tanda: hingga dapat diurutkan menjadi:
Tanda kesepuluh: mengadakan pertapaan di belantara
Tanda kesebelas: beroperasi dibelantara untuk pangkal perjuangannya.
Untuk mengambil contoh pertapaan atau renungan di belantara baiklah kita membaca pengakuan Paulus sendiri yang pergi ke padang Arabia, demikian:
"Langsung tiada aku naik ke Yerusalem mendapatkan orang yang menjadi rasul dahulu daripadaku", melainkan aku pergi ke tanah Arab, lalu kembali pula ke Damsyik.
Tiga tahun kemudian naiklah aku ke Yerusalem hendak berkenalan dengan Kepas (Petrus)." (Galatia 1: I7, 18)
Untuk memahami maksud tulisan Paulus itu baiklah kita membaca komentar dari Katholik dalam kitab Injil, tahun 1965, h. 723:
“Tanah Arab" menurut dugaan umum: wilayah kerajaan Anetas yang tak jauh (Selatan) letaknya dari kota Damaskus. Berpergian kesitu tentu saja maksudnya mengasingkan diri dalam kesunyian dan merenungi untuk lebih lanjut lagi kejadian-kejadian dan pernyataan-pernyataan (penglihatan-penglihatan bayangan) yang dialaminya. Di situ pula barangkali ia mendapat pernyataan-pernyataan lain lagi dari Kristus (wangsit?).”
Tentang operasi yang berpangkal di padang belantara atau di tengah-tengah hutan belukar, kita dapat melihatnya dari sejarah zaman kolonial, di mana kaum pendeta membuat pemeluk-pemeluknya dari suku-suku primitif yang jumlahnya cukup untuk menjadi jaminan ketetapan kedudukannya. Untuk disesuaikan dengan bunyi ayat Matius, orang dapat berkata: Kristus ada di belantara.
Sekarang kata ayat: “Kristus dalam bilik." Ha! ini pula dapat mengandung dua arti, yang urutan jumlah tanda-tandanya, seperti berikut:
Tanda kedua belas: Kristus ditemukan dalam bilik (ruangan kecil);
Tanda ketiga belas: Kristus ditemukan dalam ruangan kecil berupa wadah peti kecil atau cawan dan gelas.
Contoh yang menunjukkan Kristus dalam ruangan kecil dapat kita temukan dalam aliran mistik hesychasme yang banyak terdapat pada zaman pertengahan di sekitar Laut Tengah.
Dalam buku karangan Louis Hoyack berjudul: De Onbekende Koran, h. 36 diterangkan bahwa:
Seorang ahli mistik ketuhanan di Venetia (± thn 1000) bernama Simeon memberi tuntunan semedi demikian:
“Meyendirilah dalam ruangan kecil yang tenteram, duduklah di pojok, tutuplah mata dan jauhkan batinnya daripada sega!a keinginan kesenangan dan kebendaan. Tempelkan dagu diatas dada dan arahkan matamu dengan cermat ke tengah perut ialah di atas pusat. Pada permulaan kamu akan mengalami kegelapan penuh. Bila kamu bertahan siang malam dengan rasa kepayahan, kamu akan menemukan kegembiraan yang menetap."
Atau dengan tambahan lain:
“Bila kamu mengeluarkan napas, ucapkanlah: Tuhan Kristus! Kasihanilah kami!”
Menurut tarikat Gregorius dari Sinai, Callistus dan Ignatius ucapannya demikian:
'Bila menghisap napas, ucapkanlah: Tuhan Yesus Kristus' dan bila mengeluarkan napas, bacalah: ‘Kasihanilah kami'.
Adapun hasil yang dirasakan pada akhirnya adalah: The Glory of the Light of Christ (Kemuliaaxt-align: justify;">
0n megah dari Cahaya Kristus), yang turun dan mengarungi dirinya, bagaikan matahari yang rata sempurna gilang-gemilang.
Tampaknya tidak jauh daripada wangsit yang diterimanya berupa cahaya yang gemilang, tapi wangsit yang sewaktu-waktu dapat diwujudkan dengan pengamalan tarikat Kristosentris.
Arti yang kedua, dapatlah kita membandingkan dengan liturgi gereja Katholik yang disebut Misa Kudus. Dalam ruangan besar, di dekat meja altar ada sebuah bilik yang dinamakan: tabut atau tebernakel. Di dalamnya ada hosti­ hosti yang wujudnya memang roti, tetapi harus diyakinkan bahwa hosti itu Kristus sendiri yang tiap orang Katholik harus sering menelannya. Demikianlah tiap Minggu di gereja Katholik selalu diadakan persembahan Kristus yang berbentuk roti itu.
Demikianlah pernyataan Nabi Isa Al-Masih di dalarn kitab Injil Matius dalam Kitab Perjanjian Baru yang dapat kita beli di toko-toko Kristen secara bebas untuk umum. Ada yang dari terbitan tahun 1963 yang bahasanya tampak kurang selaras dengan perkembangan sekarang dan ada pula yang dari terjemahan baru tahun 1975 yang bahasa Indonesianya lebih enak. Hanya saja penulis lebih banyak menggunakan terjemahan yang lama karena maksudnya antara yang baru dan lama memang tidak banyak berbeda, hanya saja sering menjumpai pergantian-pergantian istilah yang menyebabkan timbulnya pikiran-pikiran untuk membuat koreksi, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh penulis kepada Justinus Kardinal Darmojuwono.
Sampai sekarang masih sangat sedikit umat Islam ikut memanfaatkan kitab Bibel itu oleh sebab perguruan tinggi Teologi dari usahanya umat Islam belum ada yang artinya dapat memahami hubungan yang hidup antara Bibel dan Qur'an baik segi-segi teologis maupun historis. Penulis buku ini bermaksud merintis, semoga saja disusul oleh rekan-rekan yang sanggup membentuk badan sponsor.
Zaman sekarang sudah penuh dengan tantangan. Kita lihat sehari-hari keadaan dan tingkat pendidikan dan ajaran agama di sekolah-sekolah umum. Guru-guru agama kebanyakan kurang mampu mengaitkan sejarah nabi-nabi dengan sejarah umum, apalagi sejarah perkembangan ajaran agama dari nabi-nabi dari Taurat dan Injil. Murid-murid hanya dianjurkan untuk percaya saja, jadi secara dogmatis. Apalagi ditambah cerita nabi-nabi yang dihiasi banyak mukjizatnya, generasi muda yang di sekolah-sekolah umum semakin dididik pengolahan otak sampai dengan keterampilan komputer dan keilmuan atom yang semakin dalam, sedang di bidang agama selalu statis dan konvensionil serta tertutup hingga mendidik pelajar kurang mampu berkomunikasi ilmiah antara umat-umat beragama atau kitab-kitab sucinya.
Untunglah akhir-akhir ini timbul langkah progresif dari pihak Katholik yang terkenal dengan istilah: Konsili Vatikan II, yang dimuat oleh surat kabar Kompas 27-6-1975 dan mengandung saran-saran tentang sikap konsekuen, cara terbuka dan potensi risiko, demikian:
"Karena semangat keterbukaan dan semangat berdialog yang diprakarsai oleh alm. Paus Johannes XXIII dan dilanjutkan oleh Paus Paulus VI menuntut sikap konsekuen ... Sikap tertutup cenderung untuk monopoli segala kebenaran pada pihaknya sendiri dan mencurigai pihak lain, sebaliknya sikap terbuka, meskipun mengandung potensi risiko, berani mengandalkan bahwa kebenaran ada juga pada pihak lain. Dengan perkataan lain: kalau kita berani membuka dialog kita juga berani percaya pada kemauan pihak lain."
Kebetulan sekali penulis telah pula membuat ajakan berdialog terbuka berkali-kali, baik di rumahnya maupun di gedung balai Agung Surakarta yang terutama dimaksudkannya agar umat islam jangan selalu memandang Bibel hanya dari segi negatifnya, tetapi supaya memahami segi-segi positifnya juga yang sesungguhnya sangat banyak. Semoga saja selanjutnya timbul ide-ide baru untuk mengambil langkah-langkah mendirikan pendidikan teologi di mana konsep-konsep dari penulis bisa digunakan.
Comments
0 Comments