| Mera Naam Joker: Analisis - Gencatan Senjata: Antara Payung Berlubang, atau “Pasukan Lain” di Gaza?

Kamis, 06 Desember 2012

Analisis - Gencatan Senjata: Antara Payung Berlubang, atau “Pasukan Lain” di Gaza?


Meskipun media-media mainstream masih menyembunyikan kekalahan Israel dalam perang melawan Hamas di Jalur Gaza, setidak-tidaknya kini mulai tersingkap perl...
ahan. Mengapa Israel yang mengklaim menang perang via operasi militer “Pillar of Cloud” tetapi justru terlebih dulu meminta gencatan senjata (21/11/2012, pukul 21.00 waktu setempat, atau Kamis, 22/11/pukul 02.00 WIB). Aneh lagi janggal. Tujuan operasi militer dimanapun ialah pendudukan ke wilayah target. Tetapi Gaza belum diduduki keburu minta gencatan. Tidak tanggung-tanggung, ia ingin gencatan senjata selama 15 tahun dengan jaminan Muhammad Mursi, Presiden Mesir. Publik global pun bertanya, apa gerangan yang terjadi di Israel?
Tampaknya pernyataan Shaul Mofaz, pemimpin oposisi Israel di Knesset (21/11/2012) boleh dijadikan data permulaan. Ia mengatakan bahwa rezim Zionis adalah pecundang dan Hamas sebagai pemenang dalam peperangan di Gaza. Kendati PM Israel malah mengklaim bahwa Tel Aviv telah meraih tujuan dalam agresi militer, karena selain telah menewaskan sejumlah petinggi Hamas, juga katanya berhasil menghalau masuknya senjata dari Iran.

Sekali lagi, kenapa malah ia meminta gencatan senjata duluan jika memang menang perang; mengapa Gaza tidak diduduki atau diratakan sebagai statement Gilad Sharon: “Israel harus membuat rata Gaza seperti Amerika meratakan Jepang!”

Ya, Israel Today melapor bahwa kerugian yang diderita Israel dalam agresi sepekan mencapai $ 1,2 miliar. "Ini hanya kerugian di sektor perekonomian saja, mengingat belum ada angka pasti mengenai kerugian akibat serangan balasan kelompok muqawama", tulis Israel Today, Rabu (21/11/2012). Sektor pariwisata Israel yang paling terpukul akibat perang tersebut. Hampir tidak ada turis masuk. Sementara sumber-sumber lain mengkonfirmasi rusaknya 718 bangunan dan 240 kendaraan akibat serangan roket-roket Palestina. Televisi Kanal 10 Israel Selasa malam (20/11) mempublikasi kerugian yang diderita 30 lembaga dan organisasi Israel akibat agresi militer tersebut.

Aviv Dichter, Menteri Keamanan Dalam Negeri Israel (21/11) mengungkap, adanya ledakan di Tel Aviv yang sangat kuat dan luar biasa akibat roket-roket Palestina. "Sudah lama sekali kota ini tidak pernah menyaksikan peristiwa seperti ini". Avi Dichter mengatakan bahwa beberapa waktu lalu juga terjadi ledakan di sebuah bus yang menggetarkan ibukota Israel, sehingga “memaksa” kabinet Israel menggelar sidang darurat membahas masalah tersebut.

Pertanyaan berikut, bagaimana khabar kehebatan tentara Israel yang katanya legendaris, serta dimana kecanggihan Iron Dome, mesin penangkis roket yang selama dibangga-banggakan?

Iron Dome, Payung Berlubang!

Reuters melaporkan, bahwa perusahaan Rafael yang memproduksi roket Iron Dome telah beroperasi secara maksimal, namun cuma mampu produksi 12 roket saja, sementara militer Israel menembakkan dua roket dari Iron Dome hanya untuk menjatuhkan satu roket Palestina. Permintaan militer Israel sangat banyak dan mendesak. Hingga kini Israel sudah menembakkan 360 roket dari Iron Dome dan untuk setiap roket, Tel Aviv harus membayar 30 sampai 50 ribu dolar. Berapa yang mesti dibayar oleh rezim Zionis di tengah krisis ekonomi negaranya?

Betapa roket-roket dari luar wilayah Israel mampu menembus Iron Dome hingga menjangkau sasaran kota-kota seperti Eilat, Eshkol, Sha'ar Hanegev, Be'er Sheva, Gan Yavne, Ashkelon, dan lainnya bahkan mampu menjangkau jantung Israel, yakni Tel Aviv. Tampaknya Iron Dome gagal melindungi kota-kota dari serangan roket, bahkan menghantam helikopter, drone dan jet tempur Israel. Sekitar 107 roket ditembakkan ke arah kapal tempur Israel. Dinas intelijen (Mossad) menyatakan bahwa Hamas memiliki lebih dari 10 ribu roket jarak menengah dan jauh.

Media-media Israel mengkonfirmasikan, akibat jatuhnya 5 roket dari arah Gaza di halaman gedung perwakilan rakyat Eshkol, telah menimbulkan ketakutan serta kepanikan warga. Analisis pun bertaburan. Tak kurang Rajeh al-Khuri, analis asal Lebanon mengungkap empat faktor, antara lain:

Pertama, roket dan rudal Palestina telah menghantam Tel Aviv, Baitul Maqdis (Jerusalem) Eilat, Ashdod, Askalon, Beersheva dan Beertopia, yang merupakan titik vital keamanan Israel;

Kedua, warga Zionis sudah tidak percaya kemampuan Iron Dome untuk melindungi mereka dari serangan roket Palestina. Terbukti 70 persen roket yang ditembakkan dari Gaza mampu mencapai targetnya. Iron Dome dinilai seperti payung berlubang;

Ketiga, sikap masyarakat dunia mengecam Israel dan peringatan kepada Tel Aviv untuk tidak melancarkan serangan darat ke Jalur Gaza;

Keempat, pihak-pihak yang membaca peringatan Senator AS Carl Levin soal "ledakan di kawasan" kini mereka berpendapat bahwa AS menilai hujan roket Israel bukan hanya akan menggugurkan anak-anak kecil Palestina melainkan juga sebagai indikasi berakhirnya kesepakatan damai di kawasan.

“Pasukan Lain” di Jalur Gaza

Literatur militer modern dimanapun niscaya mengatakan, jika kalah dalam jumlah pasukan dan kecanggihan mesin perang maka identik dengan kalah perang. Contoh aktual ialah perang antara Rusia dengan Georgia dekade 2009-an lalu, dimana cukup seminggu Rusia dapat menduduki Georgia. Akan tetapi, agaknya logika perang modern di atas tidak berlaku bagi pergolakan bersenjata di Irak, Afghanistan, Libya, termasuk di Jalur Gaza ini.

Di Irak dan Afghanistan misalnya, Taliban yang sekelas separatis berbekal senjata rampasan ternyata mampu mengalahkan militer profesional dari 40-an negara jago perang (NATO dan ISAF). Atau kelompok loyalis Gadafi mampu menahan gempuran pesawat-pesawat tempur NATO pimpinan Perancis, dan seterusnya. Demikian juga tampaknya peperangan di Jalur Gaza.

Hamas di Palestina itu semacam organisasi massa (Ormas) di Indonesia, dan Brigade Al Qassam, sayap militernya hanya sekelas satuan tugas (satgas) Partai atau Ormas. Jadi semacam “banser”-nya Nahdatul Ulama (NU), atau semacam Pemuda Pancasila, FPI dan lainnya. Apaboleh buat, teori perang modern sepertinya “terpatahkan” di wilayah serta negara-negara di atas tadi. Ya, fakta menyebutkan bahwa Hamas mampu membuat militer Israel bertekuk-lutut, lalu meminta gencatan senjata!

Sebenarnya ada local wisdom di Barat mengatakan: “Betapapun supernya kekuatan bersenjata suatu negara, tidak selalu mudah menundukkan tekad perlawanan gerilya rakyat guna mempertahankan eksistensinya”. Ini dia! Agaknya AS dan sekutu terutama Israel abai terhadap hikmah kekalahan Paman Sam dalam perang di Vietnam, atau lupa atas kematian Jenderal Mallaby di Surabaya dulu (1945), dan lainnya. Kelompok negara Barat lupa local wisdom leluhurnya. Mungkin ia sendiri tersihir oleh Rambo, James Bond, Popeye atau Kolonel Bradock, tokoh-tokoh imajiner yang selalu menang di setiap pertempuran!

Rumor adanya “pasukan lain” turut membantu Hamas dalam pertempuran melawan militer Israel menjadi pembicaraan tersendiri bagi warga Palestina di Gaza. Di media online non mainstream dan blog-blog tertentu juga membahas dalam dimensi religi bahkan cenderung transendental. Pro kontra pun muncul antara logika dan unlogical. Tak masuk akal tetapi ada bukti (keadaaan) ada saksi, seperti logika tetapi siapa sejatinya mereka? Diskusi-diskusi di media non mainstream dan blog-blog khusus pun melingkar-lingkar antara iya dan tidak.

Hal inilah yang belum (terang) terungkap. History repeat itself. Sejarah berulang ketika Perang Gaza (2000-2009) dahulu terjadi, operasi militer Israel yang bersandi “Cast Lead” juga berakhir dengan gencatan senjata atas permintaan Israel sendiri. Itulah yang kini terjadi.

Terimakasih.
Comments
0 Comments