Bahkan cerita pemulung yang menabung selama tiga tahun untuk berqurban dua ekor kambing saat Idul Adha itu sampai juga ke telinga Menteri Sosial Dr Salim Segaf Al Djufri.
Begitu mendengar kisah tersebut kemarin, Salim Segaf langsung memerintahkan stafnya untuk mencari tahu tempat tinggal Mak Yati.
Tak cukup hanya dengar laporan, Salim Segaf langsung mengunjungi Mak Yati dan Maman. Akhirnya, Ahad (28/10/2012) kemarin, Menteri asal PKS itu berhasil bertemu pasangan pemulung ini, di gubuk, dekat tempat sampah, di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.
Gubuk berukuran 3×4 m itu, tentu makin terasa sempit saat dimasuki sejumlah orang, termasuk wartawan. Tampak ada sebuah pesawat televisi rongsok yang sudah rusak. Kata Mak Yati, pesawat televisi itu sudah lama tak hidup.
Saat mengobrol dengan Salim Segaf, Mak Yati menangis. Mensos pun ikut terharu dan larut. Salim menyatakan Mak Yati sebagai lambang perbaikan sosial. Karena, di saat kondisinya yang sulit, dia masih bisa membantu orang lain lewat qurban.
“Pas ngobrol, Mak Yati menangis, Pak Menteri pun ikut hanyut, terharu” ujar Kepala Humas Kemensos Sapto Waluyo.
Pada kesempatan itu Mensos memberikan bantuan uang tunai kepada Mak Yati yang didampingi suaminya, Maman, sebesar Rp 5 juta. Uang ini untuk modal usaha. Mak Yati bisa menggunakan uang tersebut untuk modal awal membuat usaha baru, tidak lagi menjadi pemulung.
“Apalagi,” kata Sapto, “beliau kan sudah cukup tua, dan pekerjaan (pemulung, red) ini bisa membahayakan juga.”
Mensos Salim Segaf menyatakan, sifat Mak Yati dan Maman ini harus jadi teladan. “Sifat kesetiakawanan sosial dan tolong menolong ada pada dirinya. Kalau banyak masyarakat yang seperti ini, tidak ada lagi anak terlantar ataupun warga yang tinggal di kolong jembatan,” ujar Salim.
Atas pengorbanannya yang tulus itu, Mensos akan menghadiahi Mak Yati dan Maman sebuah rumah dan tanah serta pekerjaan yang layak. Mak Yati dan Maman pun bersedia kalau harus pulang kampung dan hidup dengan pekerjaan yang layak di sana.
Untuk itu, kata Salim, pihaknya telah mengirim tim untuk mensurvei tempat kelahiran Yati di Pasuruan, Jawa Timur.
“Saya kirim tim ke sana untuk mencarikan tanah di daerah asal, agar yang bersangkutan memiliki tempat tinggal. Kami juga mencari cara agar yang bersangkutan bisa memiliki pekerjaan yang layak untuk hidup yang lebih baik,” ungkap Salim.
Mak Yati mengucapkan terimakasihnya atas kepedulian itu. Tapi, dia mengatakan, sejak awal dirinya tidak mengharapkan hadiah apapun karena sedari awal sudah niat dan ikhlas untuk melaksanakan qurban.
“Saya ingin sekali saja, seumur hidup bisa memberikan daging qurban. Di dada rasanya tebal sekali, ada kepuasaan. Saya harap, semoga ini bukan yang terakhir,” tuturnya.
“Saya mengucapkan terimakasih kepada bapak Menteri yang mau datang ke gubuk saya, sebenarnya saya tidak mengharapkan apa-apa,” ujar Yati lagi.
Mak Yati dan suaminya Maman, adalah pasangan pemulung yang sudah 40 tahun hidup di Jakarta. Hari-hari mereka mengumpulkan botol dan barang bekas lainnya di sekitar wilayah Tebet. Pendapatan mereka jika digabung hanya sekitar Rp 25 ribu per hari.
Tekad kuatnya untuk berqurban membuahkan hasil. Dengan susah payah mereka berhasil mengumpulkan uang Rp 3 juta selama 3 tahun. Uang Rp 3 juta itu dibelikan 2 ekor kambing besar-besar. (Baca: Pengurus Masjid Menangis Terima 2 Hewan Qurban dari Pemulung).
Ketika menerima dua qurban kambing itu, pengurus masjid terharu sehingga tak kuasa menahan tangis.
Saat mengumumkan penerimaan qurban, pengurus Masjid Al Ittihad, Tebet, Jakarta Selatan, mengungkapkan bahwa dua kambing qurban Mak Yati dan Maman adalah yang paling besar di antara kambing qurban lainnya.
Ketika mendengar pengumuman ada pemulung yang berqurban 2 ekor kambing, para jamaah Idul Adha Masjid Al Ittihad banyak yang meneteskan air mata. Bahkan suara sang imam pun dikabarkan bergetar menahan haru saat mengimami shalat Id. (isa)