| Mera Naam Joker: Orang Bunian

Kamis, 06 Desember 2012

Orang Bunian


Istilah ini dikenal di wilayah Istilah orang bunian juga kadang-kadang dikaitkan dengan istilah dewa di Minangkabau, pengertian "dewa" dalam hal ini sedikit berbeda dengan pengertian dewa dalam ajaran Hindu maupun Buddha. "Dewa" dalam istilah Minangkabau berarti sebangsa makhluk halus yang tinggal di wilayah hutan, di rimba, di pinggir bukit, atau di dekat pekuburan. Biasanya bila hari menjelang matahari terbenam di pinggir bukit akan tercium sebuah aroma yang biasa dikenal dengan nama "masakan dewa" atau "samba dewa". Aroma tersebut mirip bau kentang goreng. Hal ini dapat berbeda-beda namun mirip, berdasarkan kepercayaan lokal masyarakat Minangkabau di daerah berbeda. "Dewa" dalam kepercayaan Minangkabau lebih diasosiasikan sebagai bergender perempuan, yang cantik rupawan, bukan laki-laki seperti persepsi yang umum di kepercayaan lain.
Selain itu, masyarakat Minangkabau juga meyakini bahwa ada peristiwa orang hilang disembunyikan dewa / orang bunian. Ada juga istilah "orang dipelihara dewa", yang saat bayi telah dilarikan oleh dewa. Mitos ini masih dipercaya banyak masyarakat Minangkabau sampai sekarang.

Orang Bunian di daerah Kubang Gajah diartikan dalam berbagai bentuk, penduduk lokal Ibul mengartikan dengan sosok mahluk halus hidup di hutan memiliki kehidupan tersendiri dan punya kemampuan membawa manusia biasa kedalam kehidupannya, disalah satu camp disini mereka memaknai “Orang Bunian” sebagai orang yang bertubuh pendek telapak kaki mereka terbalik, seluruh tubuhnya dipenuhi bulu-bulu hitam yang lebat, pengertian yang ini tidak jauh berbeda dengan yang diakui orang-orang sungai penuh di Kerinci Jambi, dalam kehidupannya di rimba merekalah yang mengembalakan Babi hutan, di camp lain orang-orang memaknai “Orang Bunian” seperti sosok manusia biasa, bentuk tubuh maupun tinggi badannya, namun ciri khususnya mereka tidak memiliki lekukan di atas bibirnya, terlepas dari semua pengertian itu, bagiku “Orang Bunian” seperti yang aku saksikan beberapa waktu lalu.
Pagi itu cuaca cerah, langit biru dihias awan gemawan putih berarak, aku dan beberapa kawan lainnya pergi melihat areal perkebunan di perbatasan hutan, perkebunan sawit seluas enam ratus hektar ini berbatasan dengan belantara hutan di setiap ujungnya, kami berangkat ketika mentari beranjak sepenggala dengan mobil double gardan kami menelusuri jalan tanah.
Bulan November hujan sering turun membuat becek jalan di perkebunan, beruntung kendaraan kami dirancang untuk medan berat, melalui beberapa tanjakan dan turunan licin tidak terlalu bermasalah, diujung tikungan berbatasan dengan hutan kami berhenti, pemandangan yang tidak biasa kami temui, sebelumnya sebelah kanan jalan itu merupakan pokok sawit yang sedang berbuah pasir dengan tanahnya yang landai, dalam tatanan perkebunan tempatku bekerja disini merupakan Blok VI, namun hari itu kami tidak melihat sebatangpun pokok sawit tumbuh disana, pokok-pokok sawit itu telah berganti dengan sebuah perkampungan kecil, rumah-rumah mungil beratap rumput benalu dengan cerobong asapnya, berjejer rapi diantara pepohonan, rumput-rumput hijau seperti permadani yang dibentangkan, jalannya berbatu putih berliku seperti ular hingga ke ujung hutan, lama kami tak berkedip mata menyaksikan perubahan yang mendadak itu.
“Ini dia yang disebut kampung Bunian” ucap salah seorang mandor.
“kampung Bunian!! baru sekali ini kudengar”, aku tak paham maksud mandor itu.
Tidak seorangpun dari kami yang meneruskan awal pembicaraan itu, masing-masing sibuk dengan pemandangan nan indah dihadapan mereka, dari atas jalan berbukit kami menyaksikan anak-anak bunian berlari-lari riang di halaman rumah mereka, tawa kecil mereka terdengar riuh damai sekali tampaknya. Kami tak sadar dua orang bertubuh pendek mendekati kami yang sedang hanyut dalam pikiran masing-masing.
“Hendak kemana dunsanak!”, terdengar suara sapaan dari arah belakang kami.
“Kami berkeliling memeriksa perkebunan kami”, aku menjawab spontan sapaan itu sambil berusaha menyembunyikan rasa penasaranku.
“Kami mengetahui lebih banyak tentang hutan ini, kalau sanak mau biar kami mengantar”, kata pria dengan topi pandan hijau.
Kawan-kawanku yang lain tak terusik dengan kedatangan dua pria berpakaian aneh itu, salah seorangnya memakai topi dari anyaman rumput dengan hiasan bulu burung dibelakangnya, pria dengan topi daun pandan terlihat lebih muda, bau badan mereka aneh, aku mencoba menyembunyikan rasa penasaranku terhadap penampilan mereka, lalu memberanikan diri bertanya sambil menunjuk kearah perkampungan.
“Kampung apa ini?”,
“Ini kampung kami, kampung orang Bunian kami menjaga kampung ini”, ujar pria bertopi rumput.
“Saya paham bapak-bapak berdua lebih mengetahui banyak tentang hutan ini daripada kami, jika benar bapak bersedia, tidak masalah menghantarkan kami berkeliling”, jawabku membiasakan diri.
Rekanku yang lain tidak banyak tingkah, bahkan tidak berpendapat sedikitpun ketika dua orang Bunian itu ikut serta berkeliling, mobil kembali melaju menyusuri jalan kebun, cuaca tidak terlalu panas tidak pula terlalu dingin, sejuk seperti angin pagi, telah jauh berkendara akhirnya kami sampai di penghujung kebun, kali ini kondisi jalan tanah dipenuhi akar-akar melintang, pohon-pohon besar berjuntai akar pula, burung-burung ramai berbunyi, jalan yang kami lalui kali ini berada dalam kerindangan pohon, cahaya matahari jatuh ke tanah seperti batangan kayu bengkok, membentuk bayangan ranting pohon dan daun.
Sekitar setengah jam perjalanan mobil berhenti di depan sebuah pondok, aku dan beberapa rekan menuju pondok tepi jalan itu, entah apa tujuan kami singgah kepondok itu, jelasnya ketika rekanku yang lain mengingatkan tentang dua orang penghantar kami tadi, aku kembali ke mobil untuk mengajak keduanya singgah ke pondok, tapi aneh, di mobil aku tak menjumpai kedua penghantar tadi, mereka hilang entah kemana, kejadian itu tidak kuberi tahu kepada rekanku, selesai bertamu di pondok itu barulah salah seorang mandor  bertanya kemana kemana perginya dua orang berpakaian aneh tadi.
Kepergian dua orang Bunian tadi tidak terlalu menjadi pembicaraan dalam perjalanan pulang, kami kembali ke camp melewati jalan semula, sekitar sepuluh menit perjalanan masih dalam kawasan hutan yang sama kami tidak lagi menjumpai akar-akar pohon yang melintang dijalan, selain aku tidak ada yang menyadari bahwa jalan pulang yang kami tempuh itu tidak lagi sama seperti sediakalanya, padahal kami tidak mengambil jalan lain selain jalan yang tadi, baru menjadi pertanyaan besar ketika kami memasuki areal blok VI kebun, kami tidak lagi menjumpai kampung Orang Bunian di pinggir jalan itu seperti waktu kami memulai perjalanan tadi, kawan-kawan saling bertanya tapi tak satupun yang tahu jawabannya.
Lama aku termenung memikirkan kejadian malam itu, kulihat jam malam menunjukkan pukul dua dinihari, kemudian aku merasa seluruh tubuhku dingin, keringat sebesar bulir jagung tak henti menetes di dahiku, tak sampai sepuluh menit tubuhku bermandi keringat dingin, mimpi bertemu kampung Bunian dan Orang-orang Bunian itu membuat mataku sulit dipejamkan hingga fajar pagi menyingsing.


Untuk diterima akal sehat, mamang sulit. Zaman yang serba canggih seperti sekarang ini, ternyata masih ada orang yang “hilang” dilarikan entah kekuatan apa. Tak tanggung-tanggung, kejadian menghilang itu sudah tujuh tahun lamanya hingga kini tak bersua fisiknya. Inilah yang terjadi pada diri Sumantri, 44 tahun, warga Kampung Surian, Kecamatan Barangin, Kota Sawahlunto. Sudah hampir tujuh tahun hingga kini, bapak satu orang anak itu menghilang secara ghaib dari rumah. Konon kabarnya ia dilarikan oleh sibunian, dan kerap datang lewat mimpi. 
Mernurut Wihartini, istri Sumantri, yang biasa disapa dengan Titin, pada 10 September 2005 sekitar pukul 02.00 WIB, Sumantri mengalami panas tinggi. Ia menggigau. Meronta ingin lari dari rumah. Tenaga Sumantri kuat. Ia coba mencegah sekuat tenaga, tapi terlepas karena hentakkan kuat dari Sumantri.
“Aku pegang tangannya, tapi ia meronta di tengah gelap malam itu. Ia lari ke arah Lereng Jomblo terus ke arah kuburan yang tak jauh dari rumah kami. Setelah itu, ia tak ketemu lagi hingga saat ini. Dugaan kami ia dilarikan makhluk ghaib,” jelas Titin didampingi putrinya, Citra (11), kepada Haluan, Minggu (11/3).
Dinihari itu juga seluruh ke*luarga ikut mencari bersama orang kampung dan kakak Sumantri yang bernama Koko di sekitar tempat suaminya hilang. Namun tetap sia-sia. Berbagai upaya terus dilakukan, dan menurut orang pintar Sumantri masih ada di sekitar itu tapi wujudnya saja yang tak tampak.
Sebelum menghilang secara tiba-tiba, lanjut Titin, ia bersama suaminya bekerja sebagai buruh di PT Silago Makmur Plantation (SMP), Sitiung IV, Kabupaten Dharmasrya. Pada saat bersamaan Sumantri juga menuntut ilmu kebathinan kepada salah seorang rekannya bernama Jumadi.
“Katanya nuntut ilmu agama, supaya lancar salat dan bisa nyembuhkan orangtuanya yang sedang sakit. Dua hari dua malam ia dalami ilmu itu. Saya sempat mengingatkan, karena Jumadi yang orang tuanya juga sakit keras tak bisa dia sembuhkan,” kata Titin mengingatkan suaminya.
Setelah menuntut ilmu, tatapan mata Sumantri mulai kosong seperti orang stres. Melihat gelaga ini, Titin langsung menelepon keluarganya yang di Sawahlunto. Seminggu sebelum menghilang secara ghaib itu, Sumatri dan Titin serta anaknya Citra langsung dijemput pihak keluarganya.
Sumantri kemudian dibawa berobat rukiyah ke Talawi. Ia mengamuk dan memecahkan kaca jendela masjid tempat dimana ia dirukiyah bersama orangtunya. Keanehan lain juga terlihat waktu Sumantri dibawa berobat ke RSUP M Djamil Padang. Menurut dokter kondisinya cukup normal.
“Dokter hanya memberi obat penenang. Namun, pas malam saat ia menghilang, Mas Sumantri mengalami panas tinggi, tubuhnya menggigil. Keringat keluar, kata Mas Sumatri itu adalah darah. Ia juga bertanya dimana akan diku*burkan. Saya suruh Mas baca ayat Alquran,” ujar Titin.
Sumantri juga meninggalkan pesan sama istrinya supaya menye*kolahkan anak mereka Citra hingga selesai. Ia juga minta Titin menyam*paikan maafnya buat Koko, kakak*nya. Waktu menghilang di tengah malam buta itu Sumantri pakai jaket warna kuning dan celana pendek warna biru.
“Menurut warga, ia pernah bertemu Mas Sumantri sedang minum kopi di salah satu warung di Sungai Lasi, Solok. Saat kita cari kesana, dan menunjukan fotonya, pemilik warung membe*narkan kalau Mas Sumantri yang mampir ke warungya memakai sepeda motor,” kata Titin lagi.
Kejadiaan aneh ini terus terjadi beberapa kali. Umumnya yang dapat bertemu dengan Sumantri adalah warga yang belum tahu kalau dia sudah menilang dari rumah. Suman*tri anak nomor 6 dari 12 bersaudara dari pasangan suami istri) Suarno (alm) dan Martini (almh).
“Ada juga warga yang sempat bertemu dengan Mas Sumantri di Pasar Sawahlunto. Sempat ditegur. Mas beli kerupuk, katanya untuk dijual di warungnya. Informasi lain Mas dilarikan orang bunian. Kami harap ia kembali dengan selamat,” jelas Titin terisak bersama Citra anaknya.
Saat menyampaikan keluhan ini selain didampingi oleh anaknya yang sekarang sudah kelas 6 SD, Titin juga didampingi adik Suman*tri, Meti dan saudara sepupunya Neneng. Menurut Meti, ia dan Koko masih sering didatangi oleh Suman*tri walaupun hanya dalam mimpi.
Tujuh tahun kini sudah berlalu, Sumantri masih tetap dalam kenangan. Laki-laki yang polos dan sederhana. Kepada ma*sya*rakat yang menemui Sumantri dengan ciri-ciri rambut ikal dan kurus tinggi diharapkan untuk segera meng*hubungi pihak ke*luarga atau pos polisi terdekat. 

Tak Kenal Maka Tak Penasaran : Orang Bunian

Mereka mendatangi pasar terdekat.. hanya dengan bertelanjang kaki. Tidak ada seorang pun dari mereka yang mengeluarkan suara. Paras mereka pun sulit dikenali karena mereka selalu menunduk, baik ketika sedang menyusuri jalan setapak di pasar maupun mengobrol dengan penjual sayur mayur dan berbagai kebutuhan lainnya disana. Selesai berbelanja, mereka pulang dengan mengambil arah yang beda dari orang kebanyakan… hutan. Penampilan fisik mereka layaknya orang kebanyakan. Hanya saja, mereka tidak memiliki lekukan di bawah hidung dan kaki – kaki mereka terlihat tidak normal. Mereka biasa dikenal dengan sebutan.. Orang Bunian.
Entah kenapa, sejak banyak bersinggungan dengan dunia nggak nyata ini, saya semakin penasaran untuk mencari tahu mengenai Orang Bunian. Bisa dibilang, melihat Orang Bunian secara langsung adalah hidden passion saya di supernatural world ini. Cerita Orang Bunian pertama kali saya dengar dari Kakek. Almarhum suka sekali bercerita mengenai banyak hal khususnya yang berkaitan dengan dunia gaib. 
Beberapa tahun lalu, kisah Orang Bunian yang saya dengar semakin diperkuat oleh seorang sahabat. Dia nggak percaya dunia gaib, siluman, hantu, dan semacamnya. Namun pengalaman hidupnya sendiri membuatnya bertanya – tanya sampai detik ini. Dulu waktu si X ini masih kecil, orangtuanya membawanya ke kampung halaman mereka di sebuah daerah dekat Medan. Ketika bis yang mereka tumpangi berhenti di satu tempat, si X turun sendiri dan bermain di dekat sungai dekat hutan. Saat itu, sepasang pria dan wanita berpakaian aneh dan berpenampilan nggak seperti manusia pada umumnya mendekati si X dan mengajaknya ikut dengan mereka. Beruntung, orangtua X melihat kejadian ini dan meneriaki pria dan wanita asing tsb. Kedua orang itu lari secepat kilat dan menghilang ke dalam hutan yang belakangan dikonfirmasi oleh sopir dan awak bus sebagai hutan yang tidak berpenghuni…

Banyak juga cerita lain mengenai Orang Bunian yang saya dengar atau baca. Mulai dari pesanan mobil mewah bernilai milyaran rupiah yang anehnya minta diantar ke dekat hutan, sampai dengan manusia yang mengaku diculik Orang Bunian dan menikahi wanita Bunian sampai memiliki anak.

Eniwei, Mbah Google nggak bisa memberikan foto yang paling mendekati Orang Bunian itu sendiri. Paling yang ada foto benda hasil prakarya manusia yang dibuat berwajah horor dengan bagian tubuh extra yang membuat si benda kelihatan makin nyeremin. Yang saya percaya sampai sekarang, Orang Bunian memiliki penampilan yang sama seperti kita. Hanya berpakaian agak berbeda dan dengan kemampuan yang jauh beda pula.

Somehow, I believe that OB is not an imaginary fiction only. Mereka nyata dan hidup di luar sana, memilih terpisah dari manusia. Mereka memiliki intelegensia yang berbeda, ability yang juga tidak sama dengan manusia kebanyakan, gifted dalam hal power gaib, dan menyimpan unsolved mystery yang hingga detik ini memancing rasa penasaran saya.. Pengen banget ngangkat Orang Bunian jadi cerita.. And since a good writer must do research dulu, rasa2nya keinginan buat ketemu mereka nggak berlebihan bukaan?

'Putri Selalu Diajak Orang Bunian'

TANJUNGUBAN-Sekilas tidak ada yang aneh pada diri Wa Ode Febriyanti atau biasa disapa Putri, bocah perempuan 11 tahun, warga Kampung Baru RT/2/RW 3 Kelurahan Tanjunguban Utara. Tempat yang sunyi dan jauh dari rumah warga lain di situlah Putri bersama ibu dan dua saudaranya berdiam. Tempat tinggalnya itu lebih dikenal warga dengan sebutan Bukit Lababa.

Lingkungan sekitar tempat tinggal keluarga Putri banyak ditumbuhi semak belukar dan peponan. Sedangkan nama Bukit Lababa sendiri diambil dari  nama  ayah Putri, Lababa  yang telah meninggal dunia beberapa tahun lalu. 

Menurut Sriyanti, ibunda Putri, yang berstatus janda dan sehari-hari berjualan kerupuk guna membiayai anak-anaknya tersebut, Putri memiliki  kebiasaan aneh yang tidak dimiliki anak seusianya. Kebiasaan itu mulai terlihat sejak ayahnya, Lababa  meninggal.
Gadis kecil berkulit agak gelap ini mempunyai kebiasaan bermain dan  berjalan sendiri di tengah malam. 

Masyarakat sering melihat Putri di malam hari berjalan seorang diri di kegelapan malam. Seolah malam hari tidak menakutkan baginya. Padahal lingkungan tempat tinggalnya sunyi, dan tidak ada lampu jalan. "Apa yang menjadi kemauan Putri tidak boleh dilarang. Kalau dilarang dia akan marah dan mengamuk," kata Sri dengan suara lirih menceritakan kondisi anak keduanya tersebut.

Selain suka bermain di malam hari,  Putri juga mempunyai kepribadiaan yang labil sehingga tidak dapat berkonsentrasi dengan pelajaran di sekolah.

"Seharusnya dia sudah duduk di kelas V SD, tapi sekarang baru duduk di kelas satu. Karena sering mengganggu teman-temannya di sekolah, pihak sekolah akhirnya angkat tangan dan tidak sanggup menerima Putri," kata Sriyanti didampingi  Zainal, Ketua RT setempat sembari mengatakan pihak sekolah sempat melakukan pengobatan rukiyat untuk membuang energi negatif pada diri Putri, tapi tak berhasil. 

Kehidupan Sriyanti memang miskin. Untuk menghidupi anak-anaknya dia berjualan kerupuk. Rumah berdinding papan peninggalan suaminya tampak sudah tua, lapuk dan usang.

Dulu masyarakat Tanjunguban mengenal Lababa, suami Sri semasa hidupnya sebagai orang sakti yang mampu menyembuhkan berbagai penyakit dengan kemampuan supranaturalnya. Konon kemampuan itu dia dapatkan setelah menikahi wanita orang  bunian. Orang Bunian adalah semacam makhluk halus yang tidak kasat mata dan  biasanya  hidup di dalam hutan belantara. 

Setelah bercerai dengan wanita bunian tersebut dia pun menikah dengan Sriyanti. Dari perkawinan dengan wanita Bunian, Lababa dikabarkan mendapat dua anak. Dua anak makhluk halus tersebut diduga yang  selalu mengajak Putri bermain di malam hari. "Mungkin Putri  selalu didatangi saudara tirinya orang bunian tersebut yang selalu mengajaknya  bermain di malam hari. Malam hari bagi orang bunian seperti siang," kata seorang warga setempat.   

Prihatin melihat kondisi Putri, warga melalui RT setempat bersama pihak kelurahan melaporkan kondisi Putri  ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kepri dan Rumah Perlindungan Aosial Anak (RPSA) Kepri.

Pihak RPSA Rabu (26/5) sore kemarin mengunjungi rumah kediaman Putri untuk melihat kondisi Putri. Sriyanti juga berharap anaknya mendapat pertolongan karena dia merasa tak mampu lagi menjaga putri. Dengan persetujuan Sri serta aparat kelurahan setempat, Putri akhirnya hari itu juga diboyong ke RPSA Kepri. 

"Kita ingin tahu bagaimana kondisi mental Putri yang sebenarnya. Kita yakin Putri mungkin mengalami depresi semenjak ditinggal ayahnya. Kita akan diskusikan nanti Putri akan direhabilitasi seperti apa. Apakah cukup di RPSA Kepri atau dibawa ke RPSA Jakarta di Bambu Apus," kata Anita Ketua RPSA kepri, kemarin.

Lurah Tanjunguban Utara Raja Lukman dan  Ketua LSM Pelanduk Kepri Supardi yang selama ini menginformasikan kondisi Putri berharap anak tersebut dapat penanganan yang baik di RPSA Kepri. Mereka yakin dengan perawatan medis dan psikologis kondisi Putri dapat disembuhkan.

Berbagai Sumber.


Comments
0 Comments