CINTA
adalah fitrah manusia. Cinta juga salah satu bentuk kesempurnaan
penciptaan yang Allah berikan kepada manusia. Allah menghiasi hati
manusia dengan perasaan cinta pada banyak hal. Salah satunya cinta
seorang lelaki kepada seorang wanita, demikian juga sebaliknya.
Rasa
cinta bisa menjadi anugerah jika luapkan sesuai dengan bingkai
nilai-nilai ilahiyah. Namun, perasaan cinta dapat membawa manusia ke
jurang kenistaan bila diumbar demi kesenangan semata dan dikendalikan
nafsu liar.
Islam
sebagai syariat yang sempurna, memberi koridor bagi penyaluran fitrah
ini. Apalagi cinta yang kuat adalah salah satu energi yang bisa
melanggengkan hubungan seorang pria dan wanita dalam mengarungi
kehidupan rumah tangga. Karena itu, seorang pria shalih tidak asal dapat
dalam memilih wanita untuk dijadikan pendamping hidupnya.
Ada
banyak faktor yang bisa menjadi sebab munculnya rasa cinta seorang pria
kepada wanita untuk diperistri. Setidak-tidaknya seperti di bawah ini.
1. Karena akidahnya yang Shahih
Keluarga
adalah salah satu benteng akidah. Sebagai benteng akidah, keluarga
harus benar-benar kokoh dan tidak bisa ditembus. Jika rapuh, maka
rusaklah segala-galanya dan seluruh anggota keluarga tidak mungkin
selamat dunia-akhirat. Dan faktor penting yang bisa membantu seorang
lelaki menjaga kekokohan benteng rumah tangganya adalah istri shalihah
yang berakidah shahih serta paham betul akan peran dan fungsinya sebagai
madrasah bagi calon pemimpin umat generasi mendatang.
Allah menekankah hal ini dalam firmanNya, “Dan
janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik,
walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang
musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun
dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke
surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
(perintah-perintah- Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil
pelajaran.” (Al-Baqarah: 221)
2. Karena paham agama dan mengamalkannya
Ada
banyak hal yang membuat seorang lelaki mencintai wanita. Ada yang
karena kemolekannya semata. Ada juga karena status sosialnya. Tidak
sedikit lelaki menikahi wanita karena wanita itu kaya. Tapi, kata
Rasulullah yang beruntung adalah lelaki yang mendapatkan wanita yang
faqih dalam urusan agamanya. Itulah wanita dambaan yang lelaki shalih.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda, “Wanita
dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, keturunannya,
kecantikannya, dan agamanya. Maka, ambillah wanita yang memiliki agama
(wanita shalihah), kamu akan beruntung.” (Bukhari dan Muslim)
Rasulullah saw. juga menegaskan, “Dunia adalah perhiasan, dan perhiasan dunia yang paling baik adalah wanita yang shalihah.” (Muslim, Ibnu Majah, dan Nasa’i).
Jadi, hanya lelaki yang tidak berakal yang tidak mencintai wanita shalihah.
3. Dari keturunan yang baik
Rasulullah saw. mewanti-wanti kaum lelaki yang shalih untuk tidak asal menikahi wanita.
“Jauhilah rumput hijau sampah!” Mereka bertanya, “Apakah rumput hijau
sampah itu, ya Rasulullah?” Nabi menjawab, “Wanita yang baik tetapi
tinggal di tempat yang buruk.” (Daruquthni, Askari, dan Ibnu ‘Adi)
Karena
itu Rasulullah saw. memberi tuntunan kepada kaum lelaki yang beriman
untuk selektif dalam mencari istri. Bukan saja harus mencari wanita yang
tinggal di tempat yang baik, tapi juga yang punya paman dan
saudara-saudara yang baik kualitasnya. “Pilihlah yang terbaik untuk
nutfah-nutfah kalian, dan nikahilah orang-orang yang sepadan
(wanita-wanita) dan nikahilah (wanita-wanitamu) kepada mereka (laki-laki
yang sepadan),” kata Rasulullah. (Ibnu Majah, Daruquthni, Hakim, dan Baihaqi).
“Carilah tempat-tempat yang cukup baik untuk benih kamu, karena seorang lelaki itu mungkin menyerupai paman-pamannya,” begitu perintah Rasulullah saw. lagi. “Nikahilah di dalam “kamar” yang shalih, karena perangai orang tua (keturunan) itu menurun kepada anak.” (Ibnu ‘Adi)
Karena
itu, Utsman bin Abi Al-’Ash Ats-Tsaqafi menasihati anak-anaknya agar
memilih benih yang baik dan menghindari keturunan yang jelek. “Wahai
anakku, orang menikah itu laksana orang menanam. Karena itu hendaklah
seseorang melihat dulu tempat penanamannya. Keturunan yang jelek itu
jarang sekali melahirkan (anak), maka pilihlah yang baik meskipun agak
lama.”
4. Masih gadis
Siapapun
tahu, gadis yang belum pernah dinikahi masih punya sifat-sifat alami
seorang wanita. Penuh rasa malu, manis dalam berbahasa dan bertutur,
manja, takut berbuat khianat, dan tidak pernah ada ikatan perasaan dalam
hatinya. Cinta dari seorang gadis lebih murni karena tidak pernah
dibagi dengan orang lain, kecuali suaminya.
Karena itu, Rasulullah saw. menganjurkan menikah dengan gadis. “Hendaklah
kalian menikah dengan gadis, karena mereka lebih manis tutur katanya,
lebih mudah mempunyai keturunan, lebih sedikit kamarnya dan lebih mudah
menerima yang sedikit,” begitu sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Baihaqi.
Tentang hal ini A’isyah pernah menanyakan langsung ke Rasulullah saw. “Ya
Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika engkau turun di sebuah lembah
lalu pada lembah itu ada pohon yang belum pernah digembalai, dan ada
pula pohon yang sudah pernah digembalai; di manakah engkau akan
menggembalakan untamu?” Nabi menjawab, “Pada yang belum pernah digembalai.” Lalu A’isyah berkata, “Itulah aku.”
Menikahi
gadis perawan akan melahirkan cinta yang kuat dan mengukuhkan
pertahanan dan kesucian. Namun, dalam kondisi tertentu menikahi janda
kadang lebih baik daripada menikahi seorang gadis. Ini terjadi pada
kasus seorang sahabat bernama Jabir.
Rasulullah saw. sepulang dari Perang Dzat al-Riqa bertanya Jabir, “Ya Jabir, apakah engkau sudah menikah?” Jabir menjawab, “Sudah, ya Rasulullah.” Beliau bertanya, “Janda atau perawan?” Jabir menjawab, “Janda.” Beliau bersabda, “Kenapa tidak gadis yang engkau dapat saling mesra bersamanya?” Jabir menjawab, “Ya
Rasulullah, sesungguhnya ayahku telah gugur di medan Uhud dan
meninggalkan tujuh anak perempuan. Karena itu aku menikahi wanita yang
dapat mengurus mereka.” Nabi bersabda, “Engkau benar, insya Allah.”
5. Sehat jasmani dan penyayang
Sahabat Ma’qal bin Yasar berkata, “Seorang lelaki datang menghadap Nabi saw. seraya berkata, “Sesungguhnya aku mendapati seorang wanita yang baik dan cantik, namun ia tidak bisa melahirkan. Apa sebaiknya aku menikahinya?” Beliau menjawab, “Jangan.”
Selanjutnya ia pun menghadap Nabi saw. untuk kedua kalinya, dan
ternyata Nabi saw. tetap mencegahnya. Kemudian ia pun datang untuk
ketiga kalinya, lalu Nabi saw. bersabda, “Nikahilah wanita yang
banyak anak, karena sesungguhnya aku akan membanggakan banyaknya jumlah
kalian di hadapan umat-umat lain.” (Abu Dawud dan Nasa’i).
Karena itu, Rasulullah menegaskan, “Nikahilah wanita-wanita yang subur dan penyayang. Karena sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya kalian dari umat lain.” (Abu Daud dan An-Nasa’i)
6. Berakhlak mulia
Abu
Hasan Al-Mawardi dalam Kitab Nasihat Al-Muluk mengutip perkataan Umar
bin Khattab tentang memilih istri baik merupakan hak anak atas ayahnya, “Hak
seorang anak yang pertama-tama adalah mendapatkan seorang ibu yang
sesuai dengan pilihannya, memilih wanita yang akan melahirkannya. Yaitu
seorang wanita yang mempunyai kecantikan, mulia, beragama, menjaga
kesuciannya, pandai mengatur urusan rumah tangga, berakhlak mulia,
mempunyai mentalitas yang baik dan sempurna serta mematuhi suaminya
dalam segala keadaan.”
7. Lemah-lembut
Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari A’isyah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Wahai
A’isyah, bersikap lemah lembutlah, karena sesungguhnya Allah itu jika
menghendaki kebaikan kepada sebuah keluarga, maka Allah menunjukkan
mereka kepada sifat lembah lembut ini.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Jika Allah menghendaki suatu kebaikan pada sebuah keluarga, maka Allah memasukkan sifat lemah lembut ke dalam diri mereka.”
8. Menyejukkan pandangan
Rasulullah saw. bersabda, “Tidakkah
mau aku kabarkan kepada kalian tentang sesuatu yang paling baik dari
seorang wanita? (Yaitu) wanita shalihah adalah wanita yang jika dilihat
oleh suaminya menyenangkan, jika diperintah ia mentaatinya, dan jika
suaminya meninggalkannya ia menjaga diri dan harta suaminya.” (Abu daud dan An-Nasa’i)
“Sesungguhnya
sebaik-baik wanitamu adalah yang beranak, besar cintanya, pemegang
rahasia, berjiwa tegar terhadap keluarganya, patuh terhadap suaminya,
pesolek bagi suaminya, menjaga diri terhadap lelaki lain, taat kepada
ucapan dan perintah suaminya dan bila berdua dengan suami dia pasrahkan
dirinya kepada kehendak suaminya serta tidak berlaku seolah seperti
lelaki terhadap suaminya,” begitu kata Rasulullah saw. lagi.
Maka tak heran jika Asma’ binti Kharijah mewasiatkan beberapa hal kepada putrinya yang hendak menikah. “Engkau
akan keluar dari kehidupan yang di dalamnya tidak terdapat keturunan.
Engkau akan pergi ke tempat tidur, di mana kami tidak mengenalinya dan
teman yang belum tentu menyayangimu. Jadilah kamu seperti bumi bagi
suamimu, maka ia laksana langit. Jadilah kamu seperti tanah yang datar
baginya, maka ia akan menjadi penyangga bagimu. Jadilah kamu di
hadapannya seperti budak perempuan, maka ia akan menjadi seorang hamba
bagimu. Janganlah kamu menutupi diri darinya, akibatnya ia bisa
melemparmu. Jangan pula kamu menjauhinya yang bisa mengakibatkan ia
melupakanmu. Jika ia mendekat kepadamu, maka kamu harus lebih
mengakrabinya. Jika ia menjauh, maka hendaklah kamu menjauh darinya.
Janganlah kami menilainya kecuali dalam hal-hal yang baik saja. Dan
janganlah kamu mendengarkannya kecuali kamu menyimak dengan baik dan
jangan kamu melihatnya kecuali dengan pandangan yang menyejukan.”
9. Realistis dalam menuntut hak dan melaksanakan kewajiban
Salah
satu sifat terpuji seorang wanita yang patut dicintai seorang lelaki
shalih adalah qana’ah. Bukan saja qana’ah atas segala ketentuan yang
Allah tetapkan dalam Al-Qur’an, tetapi juga qana’ah dalam menerima
pemberian suami. “Sebaik-baik istri adalah apabila diberi, dia
bersyukur; dan bila tak diberi, dia bersabar. Engkau senang bisa
memandangnya dan dia taat bila engkau menyuruhnya.” Karena itu tak heran
jika acapkali melepas suaminya di depan pintu untuk pergi mencari
rezeki, mereka berkata, “Jangan engkau mencari nafkah dari barang yang
haram, karena kami masih sanggup menahan lapar, tapi kami tidak sanggup
menahan panasnya api jahanam.”
Kata Rasulullah, “Istri yang paling berkah adalah yang paling sedikit biayanya.” (Ahmad, Al-Hakim, dan Baihaqi dari A’isyah r.a.)
Tapi, “Para wanita mempunyai hak sebagaimana mereka mempunyai kewajiban menurut kepantasan dan kewajaran,”
begitu firman Allah swt. di surah Al-Baqarah ayat 228. Pelayanan yang
diberikan seorang istri sebanding dengan jaminan dan nafkah yang
diberikan suaminya. Ini perintah Allah kepada para suami, “Berilah tempat tinggal bagi perempuan-perempuan seperti yang kau tempati. Jangan kamu sakiti mereka dengan maksud menekan.” (At-Thalaq: 6)
10. Menolong suami dan mendorong keluarga untuk bertakwa
Istri
yang shalihah adalah harta simpanan yang sesungguhnya yang bisa kita
jadikan tabungan di dunia dan akhirat. Iman Tirmidzi meriwayatkan bahwa
sahabat Tsauban mengatakan, “Ketika turun ayat ‘walladzina yaknizuna…
(orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak menafkahkannya di jalan
Allah), kami sedang bersama Rasulullah saw. dalam suatu perjalanan.
Lalu, sebagian dari sahabat berkata, “Ayat ini turun mengenai emas dan perak. Andaikan kami tahu ada harta yang lebih baik, tentu akan kami ambil”. Rasulullah saw. kemudian bersabda, “Yang
lebih utama lagi adalah lidah yang berdzikir, hati yang bersyukur, dan
istri shalihah yang akan membantu seorang mukmin untuk memelihara
keimanannya.”
11. Mengerti kelebihan dan kekurangan suaminya
Nailah
binti Al-Fafishah Al-Kalbiyah adalah seorang gadis muda yang dinikahkan
keluarganya dengan Utsman bin Affan yang berusia sekitar 80 tahun.
Ketika itu Utsman bertanya, “Apakah kamu senang dengan ketuaanku ini?” “Saya adalah wanita yang menyukai lelaki dengan ketuaannya,” jawab Nailah. “Tapi ketuaanku ini terlalu renta.” Nailah menjawab, “Engkau telah habiskan masa mudamu bersama Rasulullah saw. dan itu lebih aku sukai dari segala-galanya.”
12. Pandai bersyukur kepada suami
Rasulullah saw. bersabda,
“Allah tidak akan melihat kepada seorang istri yang tidak bersyukur
(berterima kasih) kepada suaminya, sedang ia sangat membutuhkannya.” (An-Nasa’i).
13. Cerdas dan bijak dalam menyampaikan pendapat
Siapa
yang tidak suka dengan wanita bijak seperti Ummu Salamah? Setelah
Perjanjian Hudhaibiyah ditandatangani, Rasulullah saw. memerintahkan
para sahabat untuk bertahallul, menyembelih kambing, dan bercukur, lalu
menyiapkan onta untuk kembali pulang ke Madinah. Tetapi, para sabahat
tidak merespon perintah itu karena kecewa dengan isi perjanjian yang
sepertinya merugikan pihak kaum muslimin.
Rasulullah saw. menemui Ummu Salamah dan berkata, “Orang Islam telah rusak, wahai Ummu Salamah. Aku memerintahkan mereka, tetapi mereka tidak mau mengikuti.”
Dengan kecerdasan dalam menganalisis kejadian, Ummu Salamah mengungkapkan pendapatnya dengan fasih dan bijak,
“Ya Rasulullah, di hadapan mereka Rasul merupakan contoh dan teladan
yang baik. Keluarlah Rasul, temui mereka, sembelihlah kambing, dan
bercukurlah. Aku tidak ragu bahwa mereka akan mengikuti Rasul dan meniru
apa yang Rasul kerjakan.”
Subhanallah,
Ummu Salamah benar. Rasulullah keluar, bercukur, menyembelih kambing,
dan melepas baju ihram. Para sahabat meniru apa yang Rasulullah
kerjakan. Inilah berkah dari wanita cerdas lagi bijak dalam menyampaikan
pendapat. Wanita seperti inilah yang patut mendapat cinta dari seorang
lelaki yang shalih.