| Mera Naam Joker: Asal-usul Taraweh

Rabu, 25 Juli 2012

Asal-usul Taraweh



Sayyid Ali Fikri dalam bukunya “Khulashatul Kalam fi Arkanil Islam” halaman 114 menuturkan tentang salat tarawih sebagai berikut:
Orang yang pertama kali mengumpulkan orang-orang muslim untuk melakukan salat tarawih secara berjamaah dengan hitungan 20 rakaat adalah Khalifah Umar bin Khattab ra. dan disetujui oleh para sahabat Nabi pada waktu itu. Kegiatan tersebut berlangsung pada masa pemerintahan Khalifah Usman dan Khalifah Ali bin Abi Thalib ra. Kegiatan salat tarawih secara berjamaah seperti ini terkait sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَ سُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ
“Wajib atas kamu sekalian mengikuti sunnahku dan sunnah dari al-Khulafaur Rasyidin”.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz ra. bahkan menambah jumlah rakaatnya menjadi 36 (tiga puluh enam) rakaat. Tambahan ini beliau maksudkan untuk menyamakan dengan keutamaan dan pahala penduduk Makkah yang setiap kali selesai melakukan salat empat rakaat, mereka melakukan thawaf. Jadi Khalifah Umar bin Abdul Aziz ra. melakukan salat empat rakaat sebagai ganti dari satu kali thawaf agar dapat memperoleh pahala dan ganjaran berimbang.
Berdasarkan sunnah dari Khalifah Umar bin Khattab tersebut, maka :
1. Menurut madzhab Hanafi, Syafii dan Hambali, jumlah salat tarawih adalah 20 rakaat selain salat witir.
2. Menurut madzhab Maliki, jumlah salat tarawih adalah 36 (tigapuluh enam) rakaat, karena mengikuti sunnah dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Adapun orang yang melakukan salat tarawih 8 (delapan) rakaat dengan witir 3 (tiga) rakaat, adalah mengikuti hadits yang diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah yang berbunyi sebagai berikut:
َما كَانَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَزِيْدُ فِى رَمَضَــــانَ وَلاَ فِى غَــيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشَرَةَ رََكْعَةً ، يُصَلِّى اَرْبَعًا فَلاَ تَسْـاَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُوْلِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى اَرْبَعًا فَلاَ تَسْــاَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَ طُوْلِهِنَّ ثُمَّ يُصَــلِّى ثَلاَثًا ، فَقُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ اَنْ تُوْتِرَ ؟ فَقَالَ : يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامُ وَلاَ يَـــــنَامُ قَلْبِى . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ .
“Tiadalah Rasulullah saw. menambah pada bulan Ramadlan dan tidak pula pada bulan lainnya atas sebelas rakaat. Beliau salat empat rakaat dan jangan Anda bertanya tentang kebagusan dan panjangnya. Kemudian beliau salat empat rakaat dan jangan Anda bertanya tentang kebagusan dan panjangnya. Kemudian beliau salat tiga rakaat. Kemudian aku (Aisyah) bertanya, “Wahai Rasulullah, adakah Tuan tidur sebelum salat witir?” Beliau bersabda, “Wahai Aisyah, sesungguhnya kedua mataku tidur, sedang hatiku tidak tidur.”
Syekh Muhammad bin ‘Allan dalam kitab “Dalilul Falihin” jilid III halaman 659 menerangkan bahwa hadits di atas adalah hadits tentang salat witir, karena salat witir itu paling banyak hanya sebelas rakaat, tidak boleh lebih. Hal itu terlihat dari ucapan Aisyah bahwa Nabi saw. tidak menambah salat, baik pada bulan Ramadlan atau lainnya melebihi sebelas rakaat. Sedangkan salat tarawih atau “qiyamu Ramadlan” hanya ada pada bulan Ramadlan saja.
Ucapan Aisyah “beliau salat empat rakaat dan Anda jangan bertanya tentang kebagusan dan panjangnya”, tidaklah berarti bahwa beliau melakukan salat empat rakaat dengan satu kali salam. Sebab dalam hadits yang disepakati kesahihannya oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar ra. Nabi bersabda:
صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى ، فَإِذَا خِفْتَ الصُّبْحَ فَاَوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ .
“Salat malam itu (dilakukan) dua rakaat dua rakaat, dan jika kamu khawatir akan subuh, salatlah witir satu rakaat”.
Dalam hadits lain yang disepakati kesahihannya oleh Bukhari dan Muslim, Ibnu Umar juga berkata :
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى مِنَ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى وَ يُوْتِرُ بِرَكْعَةٍ .
“Adalah Nabi saw. melakukan salat dari waktu malam dua rakaat dua rakaat, dan melakukan witir dengan satu rakaat”.
Pada masa Rasulullah saw. dan masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq, salat tarawih dilaksanakan pada waktu tengah malam, namanya bukan salat tarawih, melainkan “qiyamu Ramadlan” (salat pada malam bulan Ramadlan). Nama “tarawih” diambil dari arti “istirahat” yang dilakukan setelah melakukan salat empat rakaat. Disamping itu perlu diketahui, bahwa pelaksanaan salat tarawih di Masjid al-Haram, Makkah adalah 20 rakaat dengan dua rakaat satu salam.

Almarhum K.H. Ali Ma’sum Krapyak, Yogyakarta dalam bukunya berjudul “Hujjatu Ahlis Sunnah Wal Jamaah” halaman 24 dan 40 menerangkan tentang “Salat Tarawih” yang artinya kurang lebih sebagai berikut:
* Salat tarawih, meskipun dalam hal ini terdapat perbedaan, sepatutnya tidak boleh ada saling mengingkari terhadap kepentingannya. Salat tarawih menurut kami, orang-orang yang bermadzhab Syafii, bahkan dalam madzhab Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah 20 rakaat. Salat tarawih hukumnya adalah sunnah muakkad bagi setiap laki-laki dan wanita, menurut madzhab Hanafi, Syafii, Hambali, dan Maliki.
* Menurut madzhab Syafii dan Hambali, salat tarawih disunnahkan untuk dilakukan secara berjamaah. Madzhab Maliki berpendapat bahwa berjamaah dalam salat tarawih hukumnya mandub (derajatnya di bawah sunnah), sedang madzhab Hanafi berpendapat bahwa berjamaah dalam salat tarawih hukumnya sunnah kifayah bagi penduduk kampung. Dengan demikian apabila ada sebagian dari penduduk kampung tersebut telah melaksanakan dengan berjamaah, maka lainnya gugur dari tuntutan.
* Para imam madzhab telah menetapkan kesunnahan salat tarawih berdasarkan perbuatan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam Imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan hadits sebagai berikut:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ فِى جَوْفِ اللَّيْلِ لَيَالِيَ مِنْ رَمَضَانَ وَهِيَ ثَلاَثٌ مُتَفَرِّقَةٌ لَيْلَةُ الثَّالِثِ وَالْخَامِسِ وَالسّابِعِ وَالْعِشْرِيْنَ وَصَلَّى فِى الْمَسْجِدِ وَصَلَّى النَّاسُ بِصَلاَتِهِ فِيْهَا ، وَكَانَ يُصَلِّى بِهِمْ ثَمَانَ رَكَعَاتٍ أَيْ بِأَرْبَعِ تَسْلِيْمَاتٍ كَمَا سَيَأْتِى وَيُكَمِّلُوْنَ بَاقِيَهَا فِى بُيُوْتِــــهِمْ أَيْ حَتَّى تَتِــــمَّ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً لِمَا يَأْتِى ، فَكَانَ يُسْمَعُ لَهُمْ أَزِيْزٌ كَأَزِيْزِ النَّحْلِ .
“Nabi shallallahu alaihi wa sallam keluar pada waktu tengah malam pada bulan Ramadlan, yaitu pada tiga malam yang terpisah: malam tanggal 23, 25, dan 27. Beliau salat di masjid dan orang-orang salat seperti salat beliau di masjid. Beliau salat dengan mereka delapan rakaat, artinya dengan empat kali salam sebagaimana keterangan mendatang, dan mereka menyempurnakan salat tersebut di rumah-rumah mereka, artinya sehingga salat tersebut sempurna 20 rakaat menurut keterangan mendatang. Dari mereka itu terdengar suara seperti suara lebah”.
Dari hadits ini jelaslah bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam telah mensunnahkan salat tarawih dan berjamaah. Akan tetapi beliau tidak melakukan salat dengan para sahabat sebanyak 20 rakaat sebagaimana amalan yang berlaku sejak zaman sahabat dan orang-orang sesudah mereka sampai sekarang.
Telah diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah ra. bahwa Nabi Muhammad saw. keluar sesudah tengah malam pada bulan Ramadlan dan beliau melakukan salat di masjid. Para sahabat lalu melakukan salat dengan beliau. Pada pagi harinya para sahabat memperbincangkan salat mereka dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, sehingga pada malam kedua orang bertambah banyak. Kemudian Nabi saw. melakukan salat dan orang-orang melakukan salat dengan beliau. Pada malam ketiga tatkala orang-orang bertambah banyak sehingga masjid tidak mampu menampung para jamaah, Rasulullah saw. tidak keluar untuk jamaah, hingga beliau keluar untuk melakukan salat subuh. Setelah salat subuh, beliau menemui para jamaah dan bersabda, “Sesungguhnya tidaklah dikhawatirkan atas kepentingan kalian tadi malam; akan tetapi aku takut apabila salat malam itu diwajibkan atas kamu sekalian, sehingga kalian tidak mampu melaksanakannya!”.
Setelah Rasulullah saw wafat keadaan berjalan demikian sampai pada zaman kekhalifahan Abu Bakar dan permulaan kekhalifahan Umar bin Khattab ra. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab ra. beliau mengumpulkan orang-orang laki-laki untuk berjamaah salat tarawih dengan diimami oleh Ubay bin Ka’ab dan orang-orang perempuan berjamaah dengan diimami oleh Usman bin Khatsamah. Oleh karena itu Khalifah Usman bin Affan berkata pada masa pemerintahan beliau, “Semoga Allah menerangi kubur Umar sebagaimana Umar telah menerangi masjid-masjid kita”.
Dari hadits Bukhari Muslim di atas menjadi jelas, bahwa jumlah salat tarawih yang mereka lakukan tidak terbatas hanya delapan rakaat, dengan bukti bahwa mereka menyempurnakannya di rumah-rumah mereka. Sedangkan pekerjaan Khalifah Umar ra. telah menjelaskan bahwa jumlah rakaatnya adalah 20, pada saat Umar ra. mengumpulkan orang-orang di masjid dan para sahabat menyetujuinya tak seorangpun dari para Khulafa’ur Rasyidun yang berbeda dengan Umar, sebab mereka tahu bahwa tentulah Umar menetapkan dua puluh rakaat ini diambil dari apa yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Mereka terus menerus melakukan salat tarawih secara berjamaah sebanyak 20 rakaat. Makanya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda:
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَآءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ. رَوَاهُ أَبُوْدَاوُدَ
“Wajib atas kamu sekalian mengikuti sunnahku dan sunnah dari al-Khulafa ar-Rasyidun yang telah mendapat petunjuk. Gigitlah sunnah-sunnah tersebut dengan gigi geraham (berpegang teguhlah kamu sekalian pada sunnah-sunnah tersebut). HR Abu Dawud
Sebab Nabi shallallahu alaihi wa sallam paham betul bahwa sahabatlah orang yang paling tahu tentangnya dan paling mengikutinya.
Nabi Muhammad saw. juga bersabda sebagai berikut:
اِقْتَدُوْا بِاللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِى أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ . رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُوْ دَاوُدَ وَابْنُ مَاجَهْ
“Ikutlah kamu sekalian dengan kedua orang ini sesudah aku mangkat, yaitu Abu Bakar dan Umar”. HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah.
Imam Abu Hanifah telah ditanya tentang apa yang telah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab ra. Beliau menjelaskan, “Salat tarawih adalah sunnah muakkadah. Umar ra. tidak menentukan bilangan 20 rakaat tersebut dari kehendaknya sendiri. Dalam hal ini beliau bukanlah orang yang berbuat bid’ah. Beliau tidak memerintahkan salat 20 rakaat, kecuali berasal dari sumber pokoknya yaitu dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.”
أَصْحَابِى كَالنُّجُوْمِ بِأَيِّهِمُ اقْتَدَيْتُمْ اِهْتَدَيْتُمْ.
“Para sahabatku adalah bagaikan bintang-bintang di langit. Dengan siapa saja dari mereka kamu ikuti, maka kamu akan mendapatkan petunjuk”.
Memang, pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz ra. yang pada waktu itu beliau mengikuti orang Madinah, bilangan salat tarawih ditambah dan dijadikan 36 rakaat. Akan tetapi tambahan tersebut dimaksudkan untuk menyamakan keutamaan dengan penduduk Makkah; karena penduduk Makkah melakukan thawaf di Baitullah satu kali sesudah salat empat rakaat dengan dua kali salam. Maka Umar bin Abdul Aziz ra. yang pada waktu itu mengimami para jamaah berpendapat untuk melakukan salat empat rakaat dengan dua kali salam sebagai ganti dari thawaf.
Ini adalah dalil dari kebenaran ijtihad dari para ulama dalam menambahi ibadah yang telah disyariatkan. Sama sekali tidak perlu diragukan bahwa setiap orang diperbolehkan untuk melakukan salat sunnah semampu mungkin pada waktu malam atau siang hari, kecuali pada waktu-waktu yang dilarang untuk melakukan salat.
Wallahu a’lam
Disarikan dari makalah Drs. K.H. Achmad Masduqi Machfudh
http://pesantren.or.id.42303.masterweb.net/ppssnh.malang/cgi-bin/content.cgi/artikel/shalat_tarawih.single

Tarawih dan Ibadah Ramadlan

Posted by orgawam pada Agustus 22, 2008
Puasa dan Ibadah Ramadlan

Petunjuk Dari Al-Quran
*
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan berpuasa atas kamu sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (Maksud ayat 183 Surah al-Baqarah)
*
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) Bulan Ramadhan, bulan yang padanya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk dan penjelasan-penjelasan mengenai petinjuk itu dan perbezaan (antara yang hak dan yang batil). Kerana itu sesiapa antara kamu hadir (dinegeri tempat tinggalnya) pada bulan itu, maka hendaklah berpuasa pada bulan itu.” (Maksud ayat 185 Surah al-Baqarah)

*
Dan, seterusnya Allah s.w.t. memuji terhadap sahabat-sahabat Baginda Rasulullah s.a.w. yang bersungguh-sungguh dalam menghidupkan malam (khususnya malam-malam bulan Ramadhan): “Mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam, Dan pada akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah s.w.t.).” (Maksud ayat 17-18 Surah al-Zariyat)

Hadits Rasulullah s.a.w.

*
Maksudnya: “Sesiapa yang beribadah pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan kepada Allah s.w.t. dan mengharapkan pahalanya, nescaya akan diampunkan dosa-dosanya yang telah lalu.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim) { Dengan penuh keimanan maksudnya yakin dengan janji-janji Allah s.w.t. dan melaksanakan perintah-perintah Allah s.w.t. Dengan penuh pengharapan ialah semata-mata mencari pahala daripada sisi Allah s.w.t. dan bukan bertujuan untuk mendapatkan dunia}
*
Maksudnya: “Sesungguhnya Allah s.w.t. telah mewajibkan puasa Ramadhan atas kamu sekelian dan aku mensunnahkan atas kamu agar beribadat pada bulan Ramadhan. Jesteru sesiapa yang berpuasa dan beribadah pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampunkan oleh Allah s.w.t.” (Riwayat Ashab al-Sunan)
*
Maksudnya: “Telah datang bulan Ramadhan yang penuh berkat kepadamu. Dengannya, Allah (s.w.t.) melimpahkan rahmat-Nya, mengampunkan dosa dan mengabulkan doa. Pada bulan itu Allah (s.w.t.) melihat perlumbaan dalam mengerjakan ibadah dan membangga-banggakan kamu dihadapan para malaikat. Oleh kerana itu, tunjukkanlah kepada-Nya kebaikan-kebaikan dirimu. Maka sesungguhnya orang-orang yang celaka adalah mereka yang tidak mendapatkan rahmat Allah Azza wa Jalla pada bulan Ramadhan.” (Riwayat al-Nasai)
Shalat Tarawih

Hukum dan keutamaannya

Solat Tarawih adalah solat yang dikerjakan pada malam-malam dalam bulan Ramadhan al-Mubarak dan waktu mengerjakannya adalah selepas solat Isyak dan sebelum solat Witir. Solat Tarawih adalah salah satu daripada ibadah-ibadah dalam bulan Ramadhan yang penuh berkat dan paling besar kesannya dihati kaum Muslimin. Ia juga mempunyai darjat dan keutamaan yang dirahsiakan oleh Allah s.w.t.
Rasulullah s.a.w. bersabda yang bermaksud: “Sesiapa beribadat pada malam-malam bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharapkan akan pahala deripada Allah (s.w.t.), nescaya dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni oleh Allah (s.w.t.).” (Riwayat al-Bukhari)
Maksud daripada Hadith tersebut ialah bahawa setiap orang yang menyemarakkan malam-malam bulan Ramadhan dengan mengerjakan solat, zikir dan membaca Al-Quran dengan penuh keimanan kepada Allah s.w.t. dan mengharap akan pahalanya, maka Allah s.w.t. akan mengampunkan dosa-dosanya pada masa silam, selama mana dosa-dosa itu adalah dosa-dosa kecil. Adapun mengenai dosa-dosa besar, maka wajib melalui jalan Taubat Nasuha. Demikianlah pendapat para Ulama Fekah.
Orang yang mula-mula mengerjakan solat Tarawih
Orang yang mula-mula mengerjakan solat Tarawih menurut Ibnu Qudamah dalam kitabnya yang lengkap “Al-Mughni” berkata: “Solat Tarawih adalah sunnat muakkad. Orang yang pertama kali mengerjakannya adalah Rasulullah s.a.w.. Hal ini berdasarkan kepada satu hadith yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang bermaksud:
“Rasulullah s.a.w. menyemarakkan ibadah pada malam hari bulan Ramadhan dengan tidak mewajbkan kepada umatnya. Baginda s.a.w. bersabda yang bermaksud: “Sesiapa beribadat pada malam hari bulan Ramadhan dengan penuh keimanan kepada Allah (s.w.t.) dan mengarapkan pahala daripada-Nya, nescaya akan diampunkan dosa-dosanya yang telah lalu.” (Riwayat Imam Muslim)
Saiyidatina Aisyah r.a telah meriwayatkan sebuah hadith yang bermaksud:
“Pada suatu malam Nabi Muhammad s.a.w. solat dimasjid, maka para sahabat mengikuti solatnya. Pada malam berikutnya, Baginda s.a.w. solat lagi dimasjid dan para sahabat yang mengikutinya bertambah ramai. Lalu mereka berhimpun pada malam ketiga atau keempat, tetapi Nabi Muhammad s.a.w. tidak keluar kemasjid untuk solat bersama mereka. Pada sebelah paginya Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya aku melihat apa yang kamu kerjakan dan tidak ada sesuatu apa pun yang mencegah aku untuk keluar mengerjakan solat bersama kamu semua kecuali aku khuatir kalau- kalau kamu menganggap solat itu diwajibkan atas kamu.” (Riwayat Muslim)
Abu Hurairah r.a. meriwayat sebuah hadith yang bermaksud:
“Nabi Muhammad s.a.w. keluar kemasjid. Kebetulan pada malam bulan Ramadhan itu para sahabat mengerjakan solat ditepi-tepi masjid. Baginda s.a.w. bertanya: ‘Siapa mereka itu?’ Ada yang menjawab” ‘Mereka adalah para sahabat yang tidak dapat membaca al-Quran, tetapi Ubai bin Kaab solat ditengah-tengah mereka dan mereka ikut solat bersamanya.’ Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: ‘Mereka telah mendapatkan pahala dan sebaik-baik amalan adalah apa yng mereka lakukan itu.” (Riwayat Abu Dawud)
Adapun panggilan solat Tarawih adalah dinisbahkan kepada Khalifah ‘Umar ibnu al-Khattab r.a. kerana beliaulah yang mengumpulkan orang ramai untuk melakukan solat pada malam bulan ramadhan itu dibawah pimpinan seorang imam iaitu Ubai bin Ka’ab. Imam al-Bukhari meriwayatkan daripada Abdurrahman bin Abdul-Qari, beliau berkata:
“Saya keluar bersama Umar ibnu al-Khattab pada suatu malam bulan Ramadhan. Kebetulan pada saat itu orang ramai sedang mengerjakan solat secara berjama’ah dalam beberapa kelompok. Ada pula seorang yang bersolat secara bersendirian dan ada pula yang solat keseorangan tetapi kemudian diikuti oleh orang lain sehingga menjadi suatu kumpulan. Melihat keadaan itu Umar berkata: ‘Saya berpendapat, sekiranya mereka ini dihimpunkan dibawah satu imam, nescaya ia adalah lebih baik.” Kemudian Umar melaksanakan pendapatnya dan menghimpunkan orang ramai untuk mengerjakan solat dibawah seorang imam iaitu Ubai bin Ka’ab.”
Seterusnya Abdurrahman bin Abdul Qari menerangkan bahawa pada malam hari yang lain, dia keluarlagi dengan Umar dan pada ketika itu umat Islam mengerjakan solat dibelakang seorang qari. Maka Umar berkata: “Sebaik-baik bid’ah adalah ini. Adapun orang yang tidur pada awal malam seraya bermaksud akan mengerjakan solat lail (Tarawih) pada malam hari, yang demikian itu adalah lebih utama daripada orang yang mengerjakannya pada awal malam. Akan tetapi umat Islam mengerjakan pada awal malam.” (Dikeluarkan oleh Imam al-Bukhari)
Berdasarkan pada keterangan hadith-hadith sohih diatas, maka jelaslah bahawa orang yang mula-mula mengerjakan solat Tarawih dalam kaitannya dengan ibadah pada bulan Ramadhan adalah junjungan Agung kita Nabi Muhammad s.a.w. .
Baginda Rasulullah s.a.w. mengerjakan bersama para sahabat tiga atau empat malam. Setelah itu Nabi Muhammad s.a.w. tidak keluar untuk mengerjakan bersama para sahabat lagi kerana Nabi Muhammad s.a.w. khuatir solat Tarawih dianggap wajib oleh umatnya. Dalam hal ini adalah sebagai rahmat dan tanda sangat sayang kepada umatnya.
Keterangan yang lebih jelas lagi disebutkan oleh al-Bukahri dan Muslim maksudnya: “Sesungguhnya Nabi Muhammad s.a.w. keluar pada waktu tengah malam pada bulan Ramadhan kemudian solat dimasjid. Beberapa orang mengikuti solat Baginda Rasulullah s.a.w.. Pada sebelah paginya mereka menceritakan perkara tersebut kepada teman-teman mereka.
Maka pada malam hari berikutnya para sahabat yang berhimpun lebih ramai lagi. Pada malam yang kedua ini Nabi Muhammad s.a.w. keluar untuk mengerjakan solat dan para sahabat pun mengikuti solatnya. Pada sebelah paginya para sahabat menyebut-nyebut perkara itu, maka pada malam ketiga orang-orang yang berhimpun dimasjid bertambah ramai lagi. Nabi Muhammad s.a.w. keluar kemasjid mengerjakan solat pada malam ketiga itu dan para sahabat mengikutinya.
Kemudian pada malam yang keempat, masjid tidak lagi muat untuk menampung orang ramai yang datang berhimpun tetapi Nabi Muhammad s.a.w. tidak keluar kemasjid. Beberapa orang sahabat ada yang melaungkan azan “al-solah! al-solah!”, tetapi Nabi Muhammad s.a.w. tidak keluar juga. Apabila masuk waktu subuh, barulah Nabi Muhammad s.a.w. keluar kemasjid. Setelah selesai solat Subuh, Nabi Muhammad s.a.w. menghadap para sahabat, membaca syahadat dan kemudian bersabda: ‘Sesungguhnya aku bukannya tidak tahu bagaimana keadaan kamu malam tadi, akan tetapi aku khuatir kalau-kalau kamu menganggap bahawa hal ini (solat malam Ramadhan) diwajibkan atas kamu, maka kamu tidak mampu mengerjakannya.’
Dalam riwayat yang lain disebutkan: “Sehingga Nabi Muhammad s.a.w. wafat keadaan masih tetap seperti itu.”
Mengapa disebut solat Tarawih

Solat pada malam bulan Ramadhan itu disebut ‘Tarawih’ kerana solatnya panjang, raka’atnya banyak dan orang yang melakukannya beristirahat pada setiap selesai menunaikan empat raka’at sebelum menyambungnya lagi. Oleh kerana adanya rehat maka inilah disebut “Tarawih”.
Ibnu Manzur dalam kitab ‘Lisanul Arabi’ menerangkan bahawa ‘Altarawih’ adalah bentuk jamak daripada ‘Tarwihah’ adalah isim marrah (Isim yang menunjukkan makna satu kali) daripada ‘Ar-rahah’.
Jadi makna ‘Tarwihah’ itu adalah satu kali istirehat. Hal ini sama dengan kata ‘Taslimah’ (satu kali salam) yang berasal daripada perkataan ‘Assalam’. Disebut ‘Tarawih’ kerana orang yang melakukannya mengambil beberapa kali istirehat pada setiap kali selesai mengerjakan solat empat raka’at, kemudian dia menerangkan pula bahawa ‘Ar-rahah’ itu ertinya lega atau segar adalah lawan daripada kata ‘at-ta’ab’ yang bererti penat.
Didalam sebuah hadith ada diterangkan bahawa apabila masuk waktu solat,Nabi Muhammad s.a.w. berkata pada bilal: “Marilah kita beristirehat dengan solat.’
Maksudnya ialah, azanlah untuk solat, wahai bilal! Maka kita akan beristirehat dengan solat itu, Istirehat Nabi Muhammad s.a.w. menerusi solat kerana didalamnya sebagai munajat kepada Allah s.w.t.. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad s.a.w. yang bermaksud: “Hatiku dan jiwaku menjadi tenteram ketika dalam solat.”
Dengan demikian solat Tarawih adalah sunnat yang dilaksanakan dalam kaitannya dengan ibadah pada malam-malam bulan Ramadhan al-Mubarak sebagaimana yang akan diterangkan menerusi hadith-hadith dalam bab seterusnya.
Bilangan raka’at solat Tarawih

Solat Tarawih adalah termasuk solat sunnat muakkad berdasarkan hadith-hadith yang telah disebutkan tadi. Bilangan raka’atnya berjumlah 20 raka’at tidak termasuk solat witir. Jika dimasukkan solat witir maka manjadi 23 raka’at. Demikian berdasarkan pada sunnah yang telah berlaku dan berdasarkan pada sunnah umat Islam, sama ada daripada golongan ulama Salaf maupun Khalaf sejak zaman Khalifah Umar Ibnu al- Khattab r.a. sehinggalah kezaman kita sekarang.
Tidak seorang pun antara Imam-imam Mazhab yang empat, ahli fekah yang mujtahid memperselisihkannya kecuali ada sati riwayat saja yang menerangkan iaitu Imam Darul Hijrah (Imam Malik bin Anas) yang menambah sehingga 30 raka’at.
Demikian pula dalam riwayat yang kedua dari Imam Malik yang berdasarkan pada amalam penduduk Madinah bersumberkan dari Nafi’ yang berikut: “Saya menjumpai umat Islam (Madinah) mengerjakan solat Tarawih 39 raka’at bersama witirnya tiga raka’at.”
Akan tetapi menurut riwayat yang masyhur daripada Imam Malik dan bahkan riwayat yang amshyur ini sesuai dengan pendapat jumhur ulama daripada kalangan Syafi’i, Hambali dan Hanafi mengatakan bahawa solat Tarawih itu berjumlah 20 raka’at. Oleh kerana itu, berdasarkan pada riwayat yang mashyur ini, maka telah menjadi kesepekatan antara Imam-imam mazhab yang empat. Semoga Allah s.w.t. melindungi orang-orang Mukmin daripada permusuhan yang membinasakan.
Dalil-dalil Para Mujtahidin

*
Para Imam Mujtahid menetapkan bahawa solat Tarawih berjumlah 20 raka’at berdasarkan hadith riwayat al-Baihaqi dan riwayat lain dengan sanad yang sorih lagi sohih daripada Saib bin Ziyad, yakni seorang sahabat yang terkenal. Saib berkata: “Pada zaman Umar ibnu al-Khattab r.a. umat Islam mengerjakan solat Tarawih dalam bulan Ramadhan sebanyak 20 raka’at.”
*
Mereka berhujah juga dengan hadith riwayat Imam Malik dalam kitab Al-Muwatta’ dan riwayat al-Baihaqi daripada Yazid bin Rauman. Yazid bin Rauman berkata: “Pada zaman Umar ibnu al-Khattab r.a. orang ramai mengerjakan solat Tarawih sebanyak 23 raka’at.” Yakni, 20 raka’at Tarawih dan 3 Raka’at Witir.
*
Mereka juga berhujah dengan hadith yang diriwayatkan daripada al-Hasan yang mengatakan bahawa Umar r.a. telah menghimpun orang ramai untuk mengerjakan solat dibelakang Ubai bin Ka’ab sebagai Imamnya dengan mengerjakan solat Tarawih 20 raka’at. Ubai bin Kh’ab tidak membaca qunut bersama mereka kecuali pada malam separuh kedua daripada bulan Ramadhan. Apabila masuk separuh ketiga yang akhir daripada bulan Ramadhan, Ubai bin Ka’ab menghilang, yakni dia mengerjakan solat dirumahnya sendiri, lalu jama’ah pun berkata: “Ubai telah lari.”
Ibnu Qudamah menceritakan didalam kitab Al-Mughni bahawa telah terjadi ijma atas bilangan solat Tarawih iaitu 20 raka’at. Dan diriwayatkan daripada Imam Malik bahawa bilangan raka’at Tarawih itu 36 raka’at. Dia berkata: “Solat pada malam-malam bulan Ramadhan adalah 20 raka’at. Ia adalah sunnat muakkad dan orang yang mula-mula mengerjakannya adalah Nabi Muhammad s.a.w. Adapun nama Tarawih itu dinisbahkan kepada Umar ibnu al-Khattab r.a. Ini kerana Umar menghimpun umat Islam untuk mengerjakan solat Tarawih secara jemaah dibelakang Ubai bin Ka’ab yang bertindak sebagai imam.”
Telah diriwayatkan oleh para ahli hadith bahawa pada suatu malam dalam bulan Ramadhan, Umar ibnu al-Khattab keluar kemasjid, kebetulan ketika itu umat Islam solat dimasjid sendiri-sendiri. Lalu Umar berkata: “Seabiknya aku himpunkan mereka dibawah pimpinan seorang ahli qiraat.” Maka beliau pun mengumpulkan umat Islam dan solat dibelakang Ubai bin Ka’ab. Kemudian pada malam berikutnya dia keluar lagi dan menyaksikan orang ramai mengerjakan solat dibelakang imam. Maka berkatalah Umar ibnu al-Khattab: “Sebaik-baik bida’ah adalah ini.”
Seterusnya Ibnu Qudamah menjelaskan bahawa yang dipilih oleh Imam Ahmad bin Hanbal adalah 20 raka’at. Demikian juga 20 raka’at ini dipilih oleh al-Thauri, Abu Hanifah dan al-Syafi’i, sedangkan Imam Malik memilih 36 raka’at dengan menyandarkan pada amalan penduduk Madinah dan bagi kami, sesungguhnya Umar ibnu al-Khattab ketika mengumpulkan orang ramai mengerjakan solat dibelakang Ubai bin Ka’ab sebanyak 20 raka’at.
Imam Malik meriwayatkan dengan sanad dari Yazid bin Abdurrahman: “Umat Islam pada zaman Umar mengerjakan qiyamullail sebanyak 23 raka’at.”
Diriwayatkan daripada Ali k.w. bahawa beliau telah menyuruh seseorang untuk menjadi imam Tarawih pada bulan Ramadhan dan mengerjakan 20 raka’at. Ini adalah seperti ijma’. Seterusnya Ibnu Qudamah berkata: “Seandainya seluruh penduduk Madinah mengerjakan 36 raka’at, nescaya bilangan raka’at yang dikerjakan oleh Umar ibnu al-Khattab dan telah diijma’kan oleh para sahabat yang lain ketika itu lebih utama untuk diikuti. Kerana sesungguhnya penduduk Madinah mengerjakan bilangan raka’at sedemikian itu hanya kerana mereka ingin menyemai amalan penduduk Makkah bertawaf tujuh kali setiap selesai dua kali salam (empat raka’at). Oleh sebab itu penduduk Madinah menggantikan tujuh kali tawaf tadi dengan empat raka’at. Namun demikian, apa yang telah ditetapkan oleh para sabahat Nabi Muhammad s.a.w. adalah lebih utama untuk diikuti.”
Diriwayatjan juga Ali k.w. mengelilingi masjid-masjid pada bulan Ramadhan dengan membawa lampu sambil mengucapkan kata-kata yang bermaksud: “Semoga Allah s.w.t. menerangi kubur Umar sebagaimana dia telah menerangi masjid-masjid kami.”
Berhubung dengan ayat-ayat yang dibaca dalam solat Tarawih, Imam Ahmad berkata: “Seseorang yang menjadi imam solat Tarawih hendaklah membaca ayat-ayat yang dirasakan dapat meringankan makmumnya dan bukan yang memberat-beratkan mereka. Jadi bacaan ayat-ayatnya adalah yang meringankan bagi makmumnya.” Al-Qadhi berpendapat bahawa bacaan ayat suci al-Quran itu sunnat khatam dalam satu bulan agar dapat didengar oleh semua jama’ah dan hendaknya jangan menambah daripada satu kali khatam itu kerana khuatir memberatkan kepada makmum yang solat dibelakang.
Kami berpendapat bahawa yang masyhur dalam Mazhab Maliki adalah 20 raka’at berdasarkan bahawa inilah imam-imam mujtahid berijma atas keutamaan mengerjakan 20 raka’at.
Syeikh Al-Dardir dalam kitabnya ‘Aqrabul Masalik’ala Mazhab al-Imam Malik’ Juzuk 1:552, beliau menulis: “bahawa solat Tarawih itu 20 raka’at dilaksanakn selepas solat Isyak dan salam setiap dua raka’at selain witir. Didalam Tarawih itu disunnatkan dikerjakan dirumah jika masjid telah penuh dengan jama’ah yang mendirikan solat Tarawih. Akan tetapi jika amsjid kosong daripada solat Tarawih maka yang lebih utama adalah masjid dengan berjama’ah.”
Begitu juga Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah berpendapat bahawa solat Tarawih itu berjumlah 20 raka’at berdasarkan ijma para sahabat pada zaman Khalifah Umar al-Faruq. Imam Ibnu Abdil Bar menerangkan: “Sungguh benar adanya daripada Ubai bin Ka’ab bahawa beliau solat Tarawih dengan 20 raka’at bersama umat Islam tanpa ada perselisihan antara para sahabat.”
Didalam kitab ‘Al-Mukhtasor’ yang disusun oleh Imam Al-Muzani disebutkan bahawa Imam Syafi’i berkata: Aku melihat orang ramai diMadinah mengerjakan solat Tarawih 39 raka’at tetapi yang lebih aku sukai adalah yang 20 raka’at kerana ia yang diriwayatkan daripada Umar. Demikian juga diMakkah, umat Islam mengerjakan solat Tarawih 20 raka’at dan mengerjakan solat Witir 3 raka’at.”
Penjelasan Imam Al-Turmuzi

Imam al-Turmuzi didalam kitab hadithnya yang bertajuk ‘Sunan Al-Turmuzi’ menerangkan : “Majoriti ahli ilmu mengerjakan solat Tarawih berdasarkan kepada riwayat daripada Umar, Ali dan sahabat-sahabat Nabi Muhammad s.a.w. yang lain, iaitu 20 raka’at. Bilangan ini juga yang dipegangi oleh Imam Sufyan al-Thauri, Ibnu al-mubarak dan al-Syafi’i. Syafi’i berkata: “Aku menjumpai umat Islam dinegeri aku Makkah mengerjakan solat Tarawih 20 raka’at.”
Ibnu Rusyd dalam kitab ‘Bidayah al-Mujtahid’ berkata: “Imam Malik dalam satu riwayat mengatakan Imam Abu Hanifah, Imam al-Syafi’i dan Imam Ahmad memilih 20 raka’at selain witir.”
Imam Nawawi menerangkan: “Mazhab kami menetapkan bahawa solat Tarawih berjumlah 20 raka’at dengan sepuluh salam selain witir. Ini terdiri daripada lima “tarwihat” (istirahat) dan satu Tarawih terdiri daripada empat raka’at dengan terdiri dua salam.”
Demikian juga dengan pendapat Imam Abu Hanifah serta murid-muridnya, dan juga Imam Ahmad, Abu Daqud dan juga Qadhi ‘Iyadh yang diambilnya daripada jumhul ulama. Imam Malik sendiri berkata: “Solat Tarawih terdiri daripada 9 tarwihat (istirahat) yang jumlahnya 36 raka’at selain witir.”
Seterusnya Imam Nawawi berkata: “Hujah mazhab kami berdasarkan keterangan yang diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dengan sanadnya yang sohih daripada al-Saib bin Yazid al-Sahabi r.a., beliau berkata: ‘Umat I slam pada zaman Khalifah Umar ibnu al-Khattab mengerjakan solat Tarawih 20 raka’at dalam bulan Ramadhan, sedangkan pada zaman Khalifah Usman mereka mengerjakannya 200 (dua ratus) raka’at sehingga mereka bersandar pada tongkat-tongkat mereka kerana terlalu letihnya berdiri.”
Yazid bin Rauman berkata: ” Umat Islam pada zaman Khalifah Umar ibnu al-Khattab r.a. mengerjakan Qiyam Ramadhan dengan solat 23 raka’at (Tarawih dan Witir).” (Riwayat Imam Malik dalam ‘Al-Muwatta’)
Akan tetapi al-Baihaqi mengatakan bahwa hadith tersebut diatas adalah musral, sebab Yazid bin Rauman tidak bertemu dengan Umar ibnu al-Khattab. Seterusnya al-Baihaqi mengatakan bahawa dengan berpandukan kepada hadith-hadith yang diterangkan tadi, umat Islam mengerjakan solat Tarawih 20 raka’at dan Witir tiga raka’at. Al-Baihaqi meriwayatkan juga daripada Ali k.w. bahawa solat Tarawih 20 raka’at.
Imam Ibnu Taimiyah menerangkan dalam kitab ‘Al-Fatawa’ : “Benar bahawa Ubai bin Ka’ab mengerjakan solat pada bulan Ramadhan bersama umat Islam sebanyak 20 raka’at dan Witir tiga raka’at. Jadi para ulama berpendapat bahawa yang demikian itu ditengah-tengah para sahabat Muhajirin dan para sahabat Ansar dan tidak ada seorang pun yang mengingkarinya (menentangnya).”
Didalam kitab “majmu’ah al-Fatawa al-Najdiyah’ disebut bahawa Sheikh Abdullah bin Abdul Wahhab memberikan jawapan tentang bilangan raka’at Tarawih: “Bahawa Umar r.a. ketika mengumpulkan umat Islam yang diimamkan oleh Ubai bin Ka’ab, bilangan raka’atnya adalah 20 raka’at.”
Demikianlah keterangan-keterangan daripada para ulama pimpinan Islam sama ada daripada golongan Salaf maupun Khalaf yang tidak dapat diragukan lagi kebenarannya. Jelaslah bahawa solat Tarawih itu 20 raka’at yang dikerjakan oleh Umat Islam sekarang ini adalah amalan yang benar, yang tidak dapat disangkal lagi.
Perlu diketahui bahawa 20 raka’at inilah yang dikuatkan oleh amalan para sabahat Radiallahu’anhum dan diijmakan oleh imam-imam mujtadij iaitu imam mazhab yang empat. Mereka semua adalah lambang hidayah dan merupakan pancaran ilmu setiap masa dan setiap zaman. Bilangan 20 rakat’at inilah yang telah diperintahkan oleh Umar al-Faruq r.a. yang mana Allah s.w.t. telah menjadikan kebenaran pada lisan dan didalam hatinya sebagaimana yang diterangkan didalam hadith-hadith yang sohih.
Ikutan kita dua masjid yang mulia

Ikutan kita kaum Muslimin ialah dua buah masjid yang mulia. Yang pertama Masjidil haram (di Makkah) yang telah dijadikan sebagai Qiblat bagi masjid-masjid umat Islam, sama ada yang ditimur atau dibarat. Dalam hal ini Allah s.w.t. telah berfirman yang bermaksud:
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) bagi manusia, ialah Baitullah diBakkah (Makkah) yang diberkati dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (Surah Ali Imran:96)
Yang kedua ialah Masjid Nabawi (di Madinnah) yang didirikan atas dasar takwa dan Allah s.w.t. telah memuji penghuninya sebagaimana firman Allah s.w.t. dalam al-Quran yang bermaksud:
“Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa, sejak hari pertama adalah lebih patut kamu mengerjakan solat didalamnya. Didalamnya ada orang-orang yang membersihkan diri dan Allah menyukai orang-orang yang suci.” (Surah al-Taubah: 108)
Sumber:Amalan Penting Dalam Islam, Siri Bimbingan Mukmin (Safwan Fathy, Haji Suhaimee Yassin & Mohammad zain)
.
Wallahu a’lam
.
Sumber: http://tanbihul_ghafilin.tripod.com
Comments
0 Comments