Para misionaris ikut-ikutan menyambut Hari Raya Idul Adha 1431/2010 dengan tujuan licik. Bukan dengan shalat id, puasa sunnah Arafah atau menyembelih hewan qurban, tapi dengan menebarkan racun pemurtadan dalam artikel berkedok Islam yang dipublikasikan di website resminya.
Dalam artikel kristenisasi berjudul “Rahasia Berkah Idul Adha,” para misionaris yang menamakan diri komunitas “Isa & Islam” mencatut ayat-ayat Al-Qur'an tentang qurban untuk menyusupkan doktrin Kristen kepada umat Islam. Bahkan ayat populer tentang qurban yang selalu dibaca oleh para mubaligh pada hari raya Idul Adha, diperalat untuk menjajakan doktrin Kristen. Berikut kutipannya:
“Mengenai peringatan hari raya Idul Adha, Al-Quran mencatat sebuah ayat yang menarik. Ayat ini tentang pengurbanan Nabi Ibrahim AS. Ia mengurbankan seekor domba jantan sebagai pengganti anak lelaki yang disayanginya: “Kami tebusi anaknya itu sembelihan yang besar (seekor kambing/domba).” (QS 37:107).
“Sembelihan besar” ini adalah sebuah simbol yang melambangkan keagungan. “Sembelihan besar” menjadi alat penebusan Allah bagi anak lelaki Ibrahim…
Kurban seperti apakah yang layak menggantikan kita di hadapan Allah? Kurban yang layak menggantikan kita di hadapan Allah haruslah lebih tinggi dari seekor hewan. Karena Allah hanya menerima ketakwaan yang hanya dimiliki oleh manusia, maka kurban yang dapat diterima Allah hanyalah kurban seorang manusia…
Kurban yang dapat diterima Allah adalah kurban seorang manusia yang suci dan tanpa dosa. Isa Al-Masih satu-satunya yang dapat menjadi kurban 'kurban besar'. Karena Dia suci, datang ke dunia dengan cara ajaib, dikirim Allah dan kematian-Nya memberikan hidup kepada manusia sebagai tebusannya.
Jelas, Isa Al-Masih mengorbankan diri-Nya bagi seluruh manusia termasuk Saudara. Hari ini, dengan menerima Isa Al-Masih sebagai juruselamat, Saudara dapat menikmati hidup yang kekal.”
Kisah penyembelihan qurban yang dilakukan Nabiyullah Ibrahim dalam surat As-Shaffat 100-108 itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan doktrin Kristen. Bila dibaca utuh, satu perikop ayat ini adalah kisah keteguhan iman Nabi Ibrahim AS, mulai dari kerinduannya terhadap seorang anak sementara usianya sudah tua (ayat 100). Setelah dikaruniai oleh seorang anak yang sabar yaitu Nabi Ismail, turunlah ujian dari Allah berupa perintah untuk menyembelihnya (ayat 101-102). Karena keteguhan iman Nabi Ibrahim dan anaknya, Ismail, maka prosesi penyembelihan pun dilakukan dengan ikhlas (ayat 103-106). Ketika penyembelihan hendak dilakukan, Allah menggantinya dengan seekor kambing yang besar (bi dzibhin ‘azhiim) (ayat 107). Selanjutnya Allah mengabadikan pengurbanan tersebut dengan mensyariatkan ibadah qurban kepada generasi berikutnya (ayat 108).
Jelaslah bahwa ayat-ayat tersebut bermakna lugas (denotatif), bukan makna kias (konotatif) maupun simbolik seperti anggapan misionaris. Maka salah besar jika misionaris “Isa & Islam” menyelewengkan ayat ini untuk menjustifikasi doktrin Kristen. Kata “dzibhin ‘azhiim” (sembelihan yang besar) pada ayat 107 itu sama sekali tidak bisa ditakwilkan menjadi tebusan yang agung Yesus Kristus di tiang salib untuk menebus dosa manusia.
Jika ayat ini di dipaksakan untuk mendukung doktrin Kristen tentang penebusan dosa, maka logika misionaris itu sangat primitif. Ibarat orang dari suku terasing di pedalaman yang berkepala besar, memaksakan diri untuk memakai helm yang ukurannya lebih kecil. Naif sekali!
Dalam akidah Islam, untuk mendapat ampunan Allah melalui syariat qurban, tak bisa melalui tebusan darah Yesus, karena setiap orang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain (Qs. Al-Baqarah 123 & 286). Justru dalam tetesan darah hewan qurban itulah terdapat keutamaan berupa ampunan (maghfirah) Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:
“Bangunlah, saksikanlah qurban itu, sesungguhnya tetesan pertama darah itu dapat mengampuni dosamu yang telah lalu” (HR Hakim dari Abu Said Al-Khudri).
Untuk bertaqarrub kepada Allah dan meraih meraih syafaat-Nya juga tidak perlu menunggu pengurbanan Yesus di tiang salib. Justru dari hewan qurban yang disembelih secara ikhlas itulah terdapat keutamaan yang dicintai Allah. Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak ada sesuatu amalan anak Adam di hari Nahar (hari penyembelihan qurban) yang lebih disukai Allah, selain daripada penyembelihan qurban. Qurban itu, di hari Kiamat nanti akan datang seperti di hari dia disembelih, lengkap dengan seluruh anggota tubuhnya, bulunya, tanduk dan kukunya. Darah hewan qurban sebelum jatuh ke tanah, terlebih dahulu singgah di suatu tempat yang disediakan Allah. Karenanya, bergembiralah dengan berqurban” (HR At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Aisyah RA).
Dengan menyimpangkan ayat Al-Qur'an untuk menyatakan bahwa Yesus adalah “sembelihan yang agung” (dzibhin ‘azhiim), justru misionaris “Isa & Islam” melakukan dua kesalahan sekaligus, yaitu menyalahi aqidah Islam dan pelecehan terhadap doktrin Kristen.
Dengan menambah wacana “Yesus disembelih” untuk menebus dosa manusia, para misionaris “Isa & Islam” semakin menambah daftar keruwetan teologi Kristen. Teologi bahwa Yesus mati di tiang salib saja sampai sekarang masih kontradiktif dan belum terpecahkan.
Kontradiktif paling nyata adalah mengenai waktu terjadinya penyaliban Yesus. Injil Markus 15:25 menyatakan bahwa Yesus disalib pada jam 9, sementara menurut Injil Yohanes 19:14, jam 12 Yesus belum disalibkan. Karena keragu-raguan itulah, maka disimpulkan oleh Injil Matius dengan perkiraan bahwa Yesus mati kira-kira jam tiga (Matius 27: 46).
Semua orang Kristen tahu dan meyakini bahwa mereka diselamatkan oleh Yesus melalui pembunuhan Yesus di tiang salib, sehingga simbol agama Kristen adalah lambang salib. Karenanya, jika misionaris meyakini Yesus sebagai qurban penyembelihan, maka simbol agama Kristen harus diubah dengan logo tukang jagal yang menghunus pedang. Lantas, di manakah ada ayat-ayat Bibel yang menyatakan bahwa Yesus tewas disembelih untuk menebus dosa?. []
Jawaban terhadap Tudingan Kristen bahwa Syariat Qurban Tak Ada Perintahnya
Selain menyimpangkan makna ayat Al-Qur'an tentang qurban, misionaris “Isa & Islam” juga menuding bahwa syariat qurban yang dilaksanakan oleh umat Islam itu tidak ada perintahnya dari Allah SWT. Berikut tudingannya:
“Tidak ada perintah dalam Al-Quran untuk berkurban saat Idul Adha. Satu-satunya alasan adalah meneladani ketaatan Nabi Ibrahim saat berkurban (QS 37:100-113). Dan saat itu dia tidak berada di antara orang-orang miskin.”
Tuduhan misionaris itu tidak benar. Semua ibadah dalam Islam pasti ada perintahnya, baik dalam Al-Qur'an maupun hadits Nabi. Perintah qurban dalam Al-Qur'an maupun sabda Rasulullah SAW bisa dibaca dalam ayat berikut:
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan sembelihlah qurban" (Qs Al-Kautsar 2).
Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa mempunyai kelapangan dan kemampuan berqurban tapi tidak mau melakukan, janganlah sekali-kali ia mendekat ke masjid kami” (HR Ahmad dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah).
Di Padang Arafah, Rasulullah juga bersabda: “Wahai manusia, wajib atas ahli sebuah rumah di setiap tahun menyelenggarakan udhiyah (qurban) dan atirah” (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Ibnu Sulaim).
Mengenai asal-usulnya, ketika ditanya tentang qurban, Rasulullah menjawab bahwa syariat Qurban adalah sunnah peninggalan Nabi Ibrahim AS:
Dari Zaid bin Arqam ia berkata bahwa para shahabat bertanya kepada Rasulullah, “Apa maksud dari qurban ini?” Rasulullah menjawab, “Inilah sunnah (mengikuti) bapak kalian, Nabi Ibrahim.” Para shahabat bertanya: “Apakah yang kita peroleh dari qurban?” Jawab Nabi: “Di setiap helai bulunya, kita memperoleh suatu kebajikan.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).
Adapun kisah qurban yang dilakukan Nabi Ibrahim, telah diabadikan Al-Qur'an surat As-Shaffat 107: “Dan Kami telah menebus anak itu (Ismail) dengan seekor sembelihan yang besar.”
Tak hanya perintah dan keutamaan qurban saja, bahkan Islam juga mengatur detil juklak qurban, mulai dari persyaratan, niat, jenis-jenis & umur hewan qurban, teknis, waktu dan tempat menyembelih qurban, hingga teknis pendistribusian pembagian daging qurban. Semuanya diatur dalam Al-Qur'an dan hadits.
Sekali lagi, harus dicamkan baik-baik oleh para misionaris Kristen, bahwa setiap ibadah dalam Islam pasti ada dalil baik perintah maupun tuntunannya. Justru ritual peribadatan Kristenlah yang tak ada tuntunannya sama sekali dalam kitab suci, misalnya: perayaan natal dan kebaktian di gereja hari Minggu. []
A. Ahmad Hizbullah MAG [www.ahmad-hizbullah.com]