| Mera Naam Joker: S.M.Kartosoewiryo

Kamis, 06 September 2012

S.M.Kartosoewiryo



~ Sholat Tobat sebelum eksekusi~
~Foto Eksekusi SMK~
~ Tembakan terakhir dari komandan regu tembak~


Makan siang terakhir bersama keluarga
Imam Kartosoewiryo
Kartosoewiryo menyeberang pindah ke kapal LCM (landing craft mechanized) untuk menuju Pulau Ubi tempat eksekusi dilaksanakan.
Dokter mengancingkan baju setelah memeriksa Kartosoewiryo.
Dengan mata ditutup dengan kain putih, Kartosoewiryo dituntun menuju tempat eksekusi.
Dengan mata ditutup dengan kain putih, Kartosoewiryo dituntun menuju tempat eksekusi.
Dengan mata ditutup dengan kain putih, Kartosoewiryo diikat di tempat eksekusi.
Proses eksekusi siap dilakukan.
Komandan regu tembak, melakukan tembakan terakhir.
Setelah pemeriksaan jenazah selesai, proses eksekusi selesai dilaksanakan .

Maksud firman Allah Ta’ala: “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (bahwa mereka itu mati), bahkan sebenarnya mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya”.  (QS. 2:154)





islampos.com—MENYEBUTKAN Kartosoewirjo akan selalu menyebut tokoh besar Indonesia lainnya. Bung Karno. Menurut buku “Hari Terakhir Kartosoewirjo” karya Fadli Zon, Eksekusi mati terhadap Kartosoewirjo dilakukan pada September 1962 atas persetujuan Presiden Soekarno. Saat itu Bung Karno mengaku keputusan untuk menandatangani eksekusi mati itu merupakan salah satu hal terberat dalam hidupnya.
Konon, sebelum Bung Karno bersedia menandatangani vonis mati itu, sang proklamator berkali-kali menyingkirkan berkas eksekusi mati Kartosoewirjo dari meja kerjanya. Hal itu dilakukannya bukan tanpa alasan, Bung Karno dan Kartosoewirjo adalah dua orang karib.  Keduanya berguru pada orang yang sama yakni HOS Tjokroaminoto. Saat itu keduanya tinggal di sebuah rumah kontrakan milik tokoh Sarekat Islam itu.
“Di tahun 1918 ia adalah seorang sahabatku yang baik. Kami bekerja bahu membahu bersama Pak Tjokro demi kejayaan Tanah Air. Di tahun 20-an di Bandung kami tinggal bersama, makan bersama dan bermimpi bersama-sama. Tetapi ketika aku bergerak dengan landasan kebangsaan, dia berjuang semata-mata menurut azas agama Islam,” kata Soekarno dalam buku ‘Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat’ Karya Cindy Adams, Terbitan Media Pressido.
Sudah jelas ada perbedaan ideologi antara Soekarno dan Kartosoewirjo. Perbedaan itu tak pelak menyebabkan keduanya berseberangan dan mengambil jalan masing-masing.
Pada 7 Agustus 1949, Kartosoewirjo memproklamasikan Negara Islam Indonesia (NII) di Tasikmalaya. Dengan militansi yang dimilikinya, Kartosoewirjo melebarkan gerakan dan pengaruhnya hingga ke sebagian Pulau Jawa, Aceh, dan Sulawesi Selatan. [sa/islampos//merdeka]
islampos.com—SESEORANG di situs jejaring sosial menulis, “Dulu, ketika SD, saya benci setengah mati kepada Kartosoewirjo. Itu karena buku-buku sejarah menuliskannya demikian buruk. Sekarang, membaca sisi lain beliau, saya jadi merinding dan banyak menangis…”
Demikianlah, memang tidak salah apa yang ada dalam kalimat tersebut. Buku-buku sejarah zaman dulu memang menggambarkan betapa benisnya Kartosoewirjo bersama tentara DI/TII-nya.
Berikut adalah penggambaran sejarah Indonesia akan satu sosok yang sekarang tengah banyak dibicarakan itu.
1. tentara DI/TII Kartosoewirjo diklaim tidak berakhlak dan berperilaku kurang tidak islami. Mulai dari berperilaku arogan kepada masyarakat hingga membuat air kencing di sembarang tempat. Namun banyak dari masyarakat yang sekarang masih hidup keturunannya bahwa hal-hal seperti itu merupakan operasi intelijen. Masuknya orang-orang PKI juga menjadi akses besar pembentukan imej bahwa DI/TII jauh dari nilai-nilai Islam.
2. Kartosoewirjo adalah seorang penjahat kemerdekaan yang besar. Menurut Wibisono, seseorang yang telah bekerja selama 32 tahun pada Badan Inteligen Negara (BIN), sosok Kartosoewirjo adalah seorang pahlawan Indonesia. Kepentingan Kartosoewirjo mendirikan Negara Islam Indonesia (NII) adalah aset dari sejarah Indonesia.
Menurut Wibisono, kala itu negara Indonesia sedang lemah. Indonesia barat, tengah dan timur sedang carut marut. Padahal kondisi Belanda saat itu sedang terdesak. Untuk menjaga beberapa kekuatan teritorial dibeberapa titik vital di Indonesia.
Perjanjian Linggarjati, menurut Wibisono membuat daerah Indonesia hanya tersisa Jawa, Madura dan Sumatera. Sedangkan Perjanjian Renville telah membuat teritorial Indonesia di pulau Jawa hanya  sebatas Jogyakarta. Untuk menjaga sisa teritorial Indonesia, maka pemerintah Indonesia berpikir untuk mengirim Lukas Kustario untuk menjaga daerah utara. Sedangkan daerah selatan justru dimandatkan ke Kartosoewirjo oleh pemerintah.
Karenanya, cukup aneh bagi Wibisono, tiba-tiba Kartosoewirjo yang banyak jasa distigmakan seorang yang kurang baik oleh sejarah.
3. Kartosoewirjo dinilai mempunyai ilmu “kanuragan” alias tidak mempan ditembak. Secara kata lain, Kartosoewirjo mempunyai ilmu hitam. Padahal, menurut Putra bungsunya yang ketika dieksekusi masih berumur 5 tahun, ayahnya mati ditembak peluru.

‘Hari Terakhir Kartosoewirjo’—Kartosoewirjo, 50 Tahun yang Lalu

‘Hari Terakhir Kartosoewirjo’ karya Fadli Zon ini mengungkapkan begitu banyak sisi lain dari seorang Kartoswoewirjo. Buku sejarah ini merupakan edisi buku istimewa mengenai sejarah orang nomor satu di Negara Islam Indonesia (NII). Dalam buku ini terdapat 81 buah foto-foto menjelang dan saat eksekusi mati oleh regu tembak TNI terhadap Kartosoewirjo.
Resensi Buku Hari terakhir Kartosoewirjo
Kita ketahui dari buku-buku sejarah, bahwa SM Kartosoewirjo memproklamirkan sebuah Negara islam Indonesia pada tanggal 7 Agustus 1949  dan gerakan yang melawan NKRI ini akhirnya dilumpuhkan TNI pada tanggal 4 Juni 1962, dan buln September 1962 kemudian dieksekusi mati oleh regu tembak di Pulau Ubi kepulauan Seribu Jakarta.
Dalam buku istimewa mengenai detik-detik terakhir Sang Pemimpin tertinggi DI / TII ini, terpampang foto-foto menjelang dan detik-detik eksekusi Mati, mulai dari foto kKartosoewirjo Shalat taubah sebelum di eksekusi, Berjumpa dengan keluarganya kali terakhir, serta foto-foto prosesi eksekusi mati SM Kartosoewirjo di Pulau Ubi kepulauan Seribu.
Buku ini mengungkapkan fakta yang tersembunyi selama kurang lebih 50 tahun. Dimana Selama ini Kartosoewirjo dipercaya masyarakat dieksekusi dan dikubur di Pulau Onrust, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Bahkan ada makam yang disebut sebagai makam sang imam di sana. Ternyata salah besar. Bahkan sempat juga beredar cerita bahwa sang imam tidak tembus peluru, atau menghilang.
Lewat buku  ini, semua diungkap secara faktual. Buku ini ditulis dengan tujuan utama mengangkat sebuah fakta sejarah mengenai salah satu episode terpenting dalam perjalanan hidup Kartosoewirjo. Fakta-fakta ini jarang sekali, untuk mengatakan tak pernah sama sekali, terungkap oleh sejarawan Indonesia maupun peneliti asing baik dalam catatan mereka atau dalam publikasi ilmiah kesejarahan Indonesia. Inilah detik-detik akhir kehidupan Kartosoewirjo yang dieksekusi mati pada 12 September 1962. Peristiwa itu terjadi persis 50 tahun lalu.
Fakta yang disajikan dalam buku ini belum pernah diangkat di media manapun. Publikasi yang ada mengenai Kartosoewirjo, banyak yang sudah secara detail memaparkan perjalanan hidupnya, pemikiran politiknya, sepak terjangnya dalam kancah gerakan nasionalisme Indonesia, perannya dalam gerakan DI/TII, hingga cerita mengenai tertangkap sampai wafatnya Kartosoewirjo.


Siapa Yang Mengabadikan Proses Eksekusi Kartosoewirjo?


FOTO-foto yang ditampilkan dalam buku ‘Hari Terakhir Kartosoewirjo’ itu sangat nyata. Menggambarkan tahapan eksekusi dengan sangat detail dan runut. Padahal kejadian itu sudah 50 tahun berlalu, darimana sebenarnya Fadli Zon mendapatkan 81 foto tersebut?foto
“Foto ini saya dapatkan dari seorang kolektor yang saya beli dua tahun lalu,” kata Fadli Zon saat peluncuran bukunya di Galeri Cipta, Cikini, Jakarta Pusat, pada hari Rabu (5/9/2012).
Namun saat ditanya soal harga foto-foto tersebut, Fadli enggan membocorkannya. ”Saya lupa. Itu dua tahun lalu,” kata Fadli.
Saat gambar itu didapat, foto-foto sudah dilengkapi dengan keterangan di masing-masing foto.  Foto yang didapat itu dari saat Kartosoewirjo makan siang sampai eksekusi mati.
“Dilengkapi juga dengan caption dengan rangkaian dari makan siang terakhir sampai dengan kemudian eksekusi sekitar September 1962,” kata pria yang juga Wakil Ketua Umum Partai Gerindra.
Dikarenakan foto itu telah berumur puluhan tahun, jadi cukup sulit untuk mengetahui siapa yang mengabadikannya dengan apik dan leluasa. “Hampir bisa dipastikan semua foto yang berada dalam koleksi ini belum pernah dipublikasikan dan hanya ada satu-satunya di dunia. Kemungkinan besar foto-foto ini didokumentasikan oleh tentara,” jelas Fadli.
Alasan Fadli menyebut tentara yang mengambil foto pun berdasarkan keleluasaan sang fotografer mengambil gambar. “Ini dapat dilihat dari keterlibatan orang-orang yang hadir dalam peristiwa eksekusi dan cara menuliskan keterangan foto yang serba kaku khas tentara,” tutur Fadli.
Fadli ingin publik melihat sejarah di masa lalu dengan cara lebih dewasa dan lebih tenang. Masyarakat juga diharapkan bisa melihat ke depan. Sekalipun ada perbedaan, itu diharapkan bisa direkonsiliasi.
“Kami belajar supaya tidak terulang kembali dan hal-hal seperti ini akan terjadi di masa lalu termasuk DI/TII. Kami dudukan secara proposional tidak perlu emosional,” ujarnya.
Ia juga mengaku, tidak ada maksud politis dalam pembukuan 81 foto ini. ”Tidak ada maksud politis. Karena September ini 50 tahun eksekusi matinya. Ini untuk meluruskan sejarah,” tambah Fadli.

Pesan Kartosoewirjo kepada Anak-Anaknya untuk Merawat Ibu & Tidak Takut Mati


Tahmid mengatakan bahwa kematian ayahnya, yang dieksekusi oleh regu tembak yang terdiri dari 12 prajurit, adalah risiko perjuangan.TAHMID Basuki Ahmad, anak kedua tokoh DI / TII Kartosoewirjo bahwa keluarganya memang telah menduga bahwa ayahnya akan dieksekusi mati.
“Ya, itulah risiko perjuangan,” kata Tahmid yang hadir pada saat makan bersama dengan ayahnya di Kejaksaan Agung yang dikutip dari yahoonews.
Awalnya ia dan anggota keluarga lainnya, tidak berpikir pertemuan tersebut adalah pertemuan untuk terakhir kalinya dengan sang ayah.
Sebelum eksekusi, menurut Tahmid, ayahnya mengatakan anak-anaknya untuk tidak takut mati.
“Sebenarnya, pesan-pesan terakhir hanya untuk keluarga. Pertama, anak-anak diminta untuk merawat ibu dan pesan kedua adalah semua makhluk akan mati,” katanya.
Tahmid ingat, ayahnya kemudian menjelaskan bahwa semua makhluk di dunia akan mati. Termasuk ayahnya.


Shalat Taubat; Hal Terakhir yang Dilakukan oleh Kartosuwiryo Sebelum Dieksekusi Mati di Pulau Ubi

FADLI Zonsekarang ini tengah meluncurkan bukunya yang berjudul ‘Hari Terakhir Kartosoewiryo’ di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Dalam acara yang juga dihadiri oleh Dewan Redaksi islampos Pizaro itu, dalam bukunya Fadli menurutkan bahwa ada beberapa hal terakhir yang dilakukan oleh tokoh yang bernama Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.
Kartosoewirjo yang dikenal sebagai pemimpin DI/TII ini memang sudah siap menghadapi regu tembak dari TNI. Sebelum diangkut kapal menuju Pulau Ubi di gugusan Kepulauan Seribu, dia melakukan shalat taubat.
Kartosoewirjo ditangkap pada 4 Juni 1962 di Garut, setelah berbulan-bulan dikepung lewat operasi pagar betis yang dilakukan Divisi Siliwangi. Eksekusi matinya sendiri dilakukan pada 12 September 1962, setelah oditur militer mengetuk palu hukuman mati bagi Kartosoewirjo yang dituding melakukan makar terhadap NKRI.
Menurut buku itu, saat ditangkap, kondisi kesehatan Kartosoewirjo buruk sekali. Tubuh Kartosoewirjo diserang berbagai penyakit, seperti kurang darah, kurang makan, dan bengkak pada lambungnya.
Setelah salat taubat, kemudian tangan Kartosoewirjo diborgol petugas dan dimasukkan ke dalam sela, tempat di mana ia menunggu untuk dibawa dengan kapal ke Pulau Ubi

Air Laut di Kepulauan Seribu Itu yang Membasuh Jenazah Kartosoewirjo

kartosoewirjoislampos.com—SIAPA yang tak kenal Kartosoewirjo? Pemimpin DI/TI yang kabarnya dieksekusi di pulau Onrust, namun ternyata dieksekusi mati di Pulau Ubi. Peluncuran dan bedah buku Fadli Zon, ‘Hari Terakhir Kartosoewirjo’ telah mengungkap semua kedok yang puluhan tahun ditutup-tutupi.
Pulau Ubi di gugusan Kepulauan Seribu menjadi saksi proses eksekusi Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Imam DI/TII yang memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia itu dieksekusi regu tembak dari TNI pada 12 September 1962.
Usai eksekusi, jenazah Kartosoewirjo kemudian diperiksa tim dokter untuk memastikan bahwa pria yang lahir di Cepu, Jateng, itu tewas.
“Usai pemeriksaan, jenazah dimandikan dengan air laut, dikafani dan dishalatkan,” tulis Fadli Zon dalam bukunya.
Jenazah Kartosoewirjo diangkat dengan sebuah tandu dan dibawa ke pinggir laut untuk dimandikan. Kemudian, jasad Kartosoewirjo dikafani dan dishalatkan.
“Dari sekian banyak orang yang hadir, hanya empat petugas yang ikut menshalatkan. Setelah itu jenazah Kartosoewirjo dikuburkan,” tulis Fadli yang juga pengajar Sejarah UI ini.

Inilah Empat Permintaan Kartosoewirjo Sebelum Dihukum Mati

ADA empat permintaan yang disebutkan oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, sebelum dieksusi mati di Pulau Ubi. Dari empat permintaan, hanya satu yang dikabulkan Ketua Mahkamah Darurat Perang kala itu.
Demikian diungkapkan oleh Sarjono, putra bungsunya dalam peluncuran dan bedah buku ‘Hari Terakhir Kartosoewirjo’ di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Rabu (5/9/2012) beberapa jam yang lalu.
Pertama, Kartosoewirjo menginginkan pertemuan dengan perwira-perwira terdekat.  Permintaan ini ditolak.
Kedua, Kartosoewirjo minta eksekusinya disaksikan oleh perwakilan keluarga. Namun permintaan ini juga ditolak dengan alasan bertentangan dengan budaya.
Ketiga, Kartosoewirjo yang memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) ini meminta jasadnya dikembalikan ke keluarga untuk dimakamkan di pemakaman keluarga.  Permintaan ini juga ditolak.
Permintaan keempat, bertemu dengan keluarga sebelum ditembak mati, dikabulkan oleh Ketua Mahkamah Darurat Perang saat itu.
Ketika itu terjadi, saat itu Sarjono masih berusia 5 tahun.

Pengunjung Menahan Haru Melihat Peluru Terakhir Untuk Kartosoewirjo



Beberapa peserta yang membanjiri Taman Ismail Marzuki, Rabu siang (5/09/2012) tampak menahan iba. Dari 81 foto dalam peluncuran buku “Hari Terakhir Kartosoewirjo”,  ada sebuah foto yang menyita perhatian mereka.
Foto itu tidak lain tembakan terakhir dari seorang regu penembak ke arah kepala Kartosoewirjo. Padahal, sebelumnya 5 peluru dari 12 regu tembak telah menembus jantung pejuang kelahiran 1907 itu.
“Tampaknya peluru terakhir ini untuk memastikan kematian Kartosoewirjo,” tandas seorang pengunjung kepada Islampos.
Setelah tembakan terakhir dilepaskan, dr. Kartono Mohammad kemudian mendekati tubuh Imam DI/TII tersebut. Dengan membawa stetoskop, kakak kandung Goenawan Mohammad itu datang untuk memastikan bahwa Kartosoewirjo telah tewas.
“Kami sudah mengundang dr. Kartono, tapi sayang beliau tidak hadir. Padahal beliau adalah saksi kunci dalam penembakan ini,” kata Fadli Zon dalam peluncuran bukunya.
Empat putra Kartosoewirjo ikut menyaksikan pameran foto eksekusi mati ayah mereka. Mereka mengaku ikhlas menerima takdir yang menimpa Imam besar Negara Islam Indonesia itu.
“Ini sudah takdir. Sudah jalannya seperti itu. Bapak hanya menjalankan takdir,” ujar putra Kartosoewirjo, Sardjono, dalam konferensi pers.








Comments
0 Comments