penyusun: Ust. Zaenal Abidin bin Syamsudin, Lc
Lembaga pendidikan hanya sebuah sarana dan sekolah hanya sekadar tempat singgah anak untuk menjalani persiapan menuju jenjang pendidikan berikutnya. Namun, sangat disayangkan sebagian lembaga pendidikan ternyata lebih banyak mewarnai perilaku dan tabiat buruk anak. Oleh karena itu, bila sukses dunia-akhirat adalah pertimbangan utama, maka orangtua harus pandai-pandai memilih lembaga pendidikan yang sejalan dengan syariat Islam.
Banyak orang awam dan berkantong tebal salah dalam memilih lembaga pendidikan. Alih-alih mempertimbangkan kebersihan akidah dan keluhuran akhlak bagi anak-anaknya, mereka hanya berorientasi pada keberhasilan di dunia. Alhasil, mereka hanya memilih sekolah favorit yang ternama dan bergengsi walaupun harus mengeluarkan biaya yang sangat besar. Sekolah mahal dipakai sebagai alat pengangkat prestise orangtua, sekadar alat untuk menunjukkan bahwa orangtua mampu menyekolahkan anak di sekolah pilihan orang kaya. Bila sudah begini, janganlah terlalu berharap memiliki anak shalih.
Berikut beberapa contoh kesalahan orang tua dalam memberikan pendidikan buat anak-anaknya:
1. Salah Tujuan
Seringkali orangtua menyekolahkan anak karena malu pada tetangga bila anaknya bodoh atau kalah kecerdasannya, atau khawatir kelak anaknya tidak mendapat pekerjaaan yang layak. Atau, si orangtua hanya ingin agar anaknya nanti menjadi pengawai negeri dan pejabat tinggi yang banyak harta dan hidup mapan. Padahal, orangtua haruslah berangkat dari niat menjalankan
perintah Allah, yaitu memenuhi kewajiban hamba sebagai orangtua yang memang dituntut untuk mendidik anak-anaknya agar menjadi hamba Allah subhanahu wa ta’ala yang bertakwa dan shalih, yang menjadi simpanan abadi di akhirat kelak.
Sayangnya, saat ini justru sekolah yang melulu berorientasi pada keberhasilan dunialah yang menjadi prioritas banyak orang awam. Mereka tak memperhatikan apakah terjadi ikhtilat atau tidak. Sehingga kemaksiatan mudah tercipta di sekolah tersebut, karena landasan agama dicampakkan, sementara dunia menjadi tujuan. Lihatlah, di sekolah-sekolah yang ikhtilat,
banyak terjadi kasus zina melalui budaya pacaran, pergaulan bebas, dan asmara buta sehingga kekejian merebak dan perzinahan merajalela.
2. Salah Sekolahan
Bisa jadi orangtua sudah benar dalam niat, tapi karena ilmu agamanya yang minim, ia salah mencarikan lembaga pendidikan bagi anak-anaknya. Misalnya, ia ingin anaknya paham ilmu agama, maka ia main masukkan saja anaknya ke sekolah agama seperti madrasah atau pesantren, tanpa peduli apakah pesantren itu penuh bid’ah atau tidak, dan apakah akidah dan akhlak para santri benar-benar terkontrol.
Harus diakui, saat ini masih ada sekolah Islam yang di situ bercampur-baur antara pelajar laki-laki dengan perempuan, atau kurang memperhatikan sistem pengajarannya, sehingga bercampur antara pelajaran yang syar’i dan bid’ah, bahkan antara ajaran Islam dan ajaran kafir. Alhasil, pemahaman dan efek buruklah yang diterima sang anak. Kelak, ia pun secara sistematis akan tumbuh menjadi generasi dengan pemahaman dan pengamalan Islam yang
menyimpang dari syariat Islam.
3. Salah Teladan
Sebagaimana yang telah saya jelaskan di atas, keteladan memiliki pengaruh kuat dalam proses pendidikan anak. Perilaku orangtua maupun guru berdampak kuat bagi pembentukan kematangan pribadi sang anak. Teladan yang salah akan membuat anak terdidik di atas kebiasaan buruk dan perilaku negatif. Karena itu, orangtua harus memilih pendidik yang menjunjung tinggi
nilai-nilai akidah dan moral, serta memiliki kelebihan ilmu dan amal dibanding murid-muridnya.
4. Salah Metode Pendidikan
Bisa saja pelajaran yang diberikan kepada sang anak sudah baik, tapi cara penyampaiannya yang tidak tepat, sehingga tujuan dan target pendidikan tidak tercapai, atau anak didik menjadi gagal. Mendisiplinkan anak-anak dengan sanksi kekerasan fisik, misalnya, hanya membentuk anak berwatak keras. Sebaliknya, memberi toleransi yang berlebihan akan membuat anak semakin manja. Anak yang selalu diluluskan permintaan materinya akan tumbuh menjadi anak yang cinta dunia, sementara anak yang biasa diabaikan permintaannya, bisa punya kebiasaan mencuri. Di sekolah, anak hanya dicecar dengan hafalan, tapi kurang diajak memahami suatu permasalahan.
5. Motivasi yang Kurang Tepat
6. Membatasi Kreativitas Anak
7. Membatasi Pergaulan
8. Tidak Disipilin dan Kurang Tertib
9. Hanya Pendidikan Formal
10.Kurang Mengenalkan Tanggung Jawab
11.Khawatir yang Berlebihan
12.Kurang Sabar dalam Menerima Hasil
13.Curiga Berlebihan
14.Menjauhkan Anak dari Orang Shalih
keterangan poin 5-14, edisi depan, insya allah…
dari buku:
judul: “Untukmu Anak Shalih”
penyusun: Ust. Zaenal Abidin bin Syamsudin, Lc
penerbit: rumah penerbit al-manar
halaman: 35-38