Asal Mula Nama Bengkalis
Asal mula nama Bengkalis diambil dari Kata ” Mengkal” yang berarti sedih atau sebak dan ” Kalis” yang bearti tabah, sabar dan tahan ujian kata ini di ambil dari ungkapan raja kecil kepada pembantu dan pengikutnya sewaktu baginda sampai di pulau Bengkalis ketika ingin merebut tahta kerajaan Johor. dengan ungkapan ” Mengkal rasanya hati ini karena tidak diakui sebagai Sultan yang memerintah negeri, namun tidak mengapalah, kita masih kalis dalam menerima keadaan ini ” sehingga menjadi buah bicara penduduk bahwa baginda sedang Mengkal tapi masih Kalis akhirnya ungkapan itu menjadi perkataan ” oh baginda sedang Mengkalis ” dari kisah ini timbullah kata mengkalis, bahkan berubah menjadi kata Bengkalis.
Sejarah Bengkalis bermula ketika Tuan Bujang alias Raja Kecil bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah mendarat di Bengkalis pada tahun 1722. Beliau di sambut oleh batin Senggoro dan beberapa Batin pucuk suku “asli” Batin Merbau, Batin Selat Tebing Tinggi dll. Berita Raja Kecil adalah pewaris kerajaan Johor semakin menumbuhkan rasa hormat Batin-Batin di maksud, sehingga mereka mengusulkan agar Raja Kecil membangunkan kerajaannya di pulau Bengkalis.
Namun melaui musyawarah beliyau dengan Datuk Laksemana Bukit Batu, Datuk Pesisir, Datuk Tanah Datar, Datuk Lima Puluh dan Datuk Kampar dan para Batin, di sepakati bahwa pusat kerajaan didirikan di dekat Sabak Aur yakni di sungai Buantan salah satu anak Sungai Siak, pusat kerajaan itu didirikan pada tahun 1723. Kerajaan inilah kemudian berkembang menjadi kerajaan Siak Sri Indra Pura, yang pernah menguasai kawasan yang luas di pesisir pantai Sumatra bagian utara dan tengah sampai ke perbatasan Aceh.
Catatan sejarah menunjukkan, bahwa Bengkalis pernah menjadi basis awal kerajaan Siak. Di Bengkalislah wawasan mendirikan kerajaan Siak di mufakati. Dan di Bengkalis pula bantuan moral dari rakyat di padukan ketika beliau keluar dari Bintan. Sejarah juga mencatat, setelah belanda semakin berkuasa. Maka Bengkalis pula yang menjadi tempat kedudukan residen pesisir timur pulau Sumatra berdasarkan perjanjian dengan Sultan Syarif Kasim Abdul Jalil Syarifudin menyerahkan pulau bengkalis kepada Hindia Belanda tanggal 26 Juli 1823.
Sejarah juga mencatat sebelum kedatangan Raja Kecil, Bengkalis sudah menunjukkan peran penting dalam arus lalu lintas niaga di selat Melaka. Terutama sebagai persinggahan saudagar yang keluar masuk sungai Siak.
Bahkan sejak Tapung (Petapahan) di temui timah (1674) dan emas.peran Bengkalis dalam hubungan Melaka dengan kerajaan di pesisir timur Sumatra semakin besar, terutama dimasa berdirinya kerajaan Gasib. Di masa pemerintahan Sultan Mansur Syah tahun (1459-1477) Gasib di kuasai oleh Melaka, raja Gasib yang belum menganut agama Islam di Islamkan dan di beri gelar Sultan ” Ibrahim” dan di jadikan wakil Sultan Melaka di Gasib, sejak itu kerajaan Gasib di bawah kepimpinan Sultan Ibrahim ( Sebelum di Islamkan bernama Megat Kudu) menjadi kawasan pengembangan Islam.
Sang Naulaluh Damanik ,Raja Siantar Yang Dibuang Belanda Ke Bengkalis
BAGI masyarakat Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun sudah sering mendengar nama Sang Naualuh Damanik. Namun, tidak banyak orang mengetahui siapakah sebenarnya ‘Sang Naualuh’ itu. Apa dan bagaimana peranannya dalam pembangunan di Pematangsiantar dan Simalungun termasuk dalam membela agama Islam.
Raja Sang Naualuh Damanik, lahir di Pematang-siantar tahun 1857. Dia pernah memerintah Kerajaan Siantar dari tahun 1882–1904 dan tercatat sebagai Raja ke XIV dari Dinasti Siantar (1350-1904). Selama memimpin Kerajaan Siantar (1882-1904), Raja Sang Naualuh gigih berjuang menentang penjajahan Belanda, baik secara fisik maupun secara politis. Akibat perlawanan dan penolakannya menandatangani tanda takluk kepada Belanda yang dikenal dengan ‘Korte Verklaring’ akhirnya putra terbaik Simalungun tersebut ditangkap penjajah Belanda pada 1904.
Meskipun sudah menahan Raja Siantar itu selama dua tahun, namun penjajah Belanda belum juga merasa puas, hingga akhirnya Belanda mengasingkan Raja Sang Naulauh untuk seumur hidup ke Pulau Bengkalis pada tahun 1906. Selama memimpin Kerajaan Siantar, Raja Sang Naualuh sangat dicintai rakyatnya. Beliau juga dikenal sebagai pelopor, penganut dan pelindung agama Islam, khususnya di Kerajaan Siantar. Di samping itu, Raja Sang Naualuh sebagai perintis pembangunan kota Pematangsiantar-Simalungun.
Salah satu peranan Raja Sang Naualuh adalah membuka atau merintis jalan dari Pematangsiantar menuju Asahan, sekitar 50 kilometer. Jalan dimaksud hingga saat ini menjadi jalan yang sangat vital, menghubungkan Pematangsiantar, Kab. Simalungun, Kab. Batubara dan Asahan. Kalau dulu, nama jalan lebih dikenal dengan nama Jalan Asahan, saat ini nama jalan tersebut telah ditetapkan sebagai Jalan Sang Naualuh.
Raja Sang Naualuh mangkat di Bengkalis tahun 1914. Sebelum akhir hayatnya, beliau sempat menjadi guru mengaji di daerah pengasingannya. Sementara lokasi makamnya berada di tanah wakaf Syech Budin Bin Senggaro, jalan Bantan, Desa Senggaro, Kec. Bengkalis, Kab.Bengkalis, Riau. Hingga saat ini makam Raja Siantar, Sang Naualuh terawat baik dan sering dikunjungi para peziarah, apakah itu peziarah dari Bengkalis, maupun yang datang dari Pematangsiantar dan Kab. Simalungun.
Asal mula nama Bengkalis diambil dari Kata ” Mengkal” yang berarti sedih atau sebak dan ” Kalis” yang bearti tabah, sabar dan tahan ujian kata ini di ambil dari ungkapan raja kecil kepada pembantu dan pengikutnya sewaktu baginda sampai di pulau Bengkalis ketika ingin merebut tahta kerajaan Johor. dengan ungkapan ” Mengkal rasanya hati ini karena tidak diakui sebagai Sultan yang memerintah negeri, namun tidak mengapalah, kita masih kalis dalam menerima keadaan ini ” sehingga menjadi buah bicara penduduk bahwa baginda sedang Mengkal tapi masih Kalis akhirnya ungkapan itu menjadi perkataan ” oh baginda sedang Mengkalis ” dari kisah ini timbullah kata mengkalis, bahkan berubah menjadi kata Bengkalis.
Sejarah Bengkalis bermula ketika Tuan Bujang alias Raja Kecil bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah mendarat di Bengkalis pada tahun 1722. Beliau di sambut oleh batin Senggoro dan beberapa Batin pucuk suku “asli” Batin Merbau, Batin Selat Tebing Tinggi dll. Berita Raja Kecil adalah pewaris kerajaan Johor semakin menumbuhkan rasa hormat Batin-Batin di maksud, sehingga mereka mengusulkan agar Raja Kecil membangunkan kerajaannya di pulau Bengkalis.
Namun melaui musyawarah beliyau dengan Datuk Laksemana Bukit Batu, Datuk Pesisir, Datuk Tanah Datar, Datuk Lima Puluh dan Datuk Kampar dan para Batin, di sepakati bahwa pusat kerajaan didirikan di dekat Sabak Aur yakni di sungai Buantan salah satu anak Sungai Siak, pusat kerajaan itu didirikan pada tahun 1723. Kerajaan inilah kemudian berkembang menjadi kerajaan Siak Sri Indra Pura, yang pernah menguasai kawasan yang luas di pesisir pantai Sumatra bagian utara dan tengah sampai ke perbatasan Aceh.
Catatan sejarah menunjukkan, bahwa Bengkalis pernah menjadi basis awal kerajaan Siak. Di Bengkalislah wawasan mendirikan kerajaan Siak di mufakati. Dan di Bengkalis pula bantuan moral dari rakyat di padukan ketika beliau keluar dari Bintan. Sejarah juga mencatat, setelah belanda semakin berkuasa. Maka Bengkalis pula yang menjadi tempat kedudukan residen pesisir timur pulau Sumatra berdasarkan perjanjian dengan Sultan Syarif Kasim Abdul Jalil Syarifudin menyerahkan pulau bengkalis kepada Hindia Belanda tanggal 26 Juli 1823.
Sejarah juga mencatat sebelum kedatangan Raja Kecil, Bengkalis sudah menunjukkan peran penting dalam arus lalu lintas niaga di selat Melaka. Terutama sebagai persinggahan saudagar yang keluar masuk sungai Siak.
Bahkan sejak Tapung (Petapahan) di temui timah (1674) dan emas.peran Bengkalis dalam hubungan Melaka dengan kerajaan di pesisir timur Sumatra semakin besar, terutama dimasa berdirinya kerajaan Gasib. Di masa pemerintahan Sultan Mansur Syah tahun (1459-1477) Gasib di kuasai oleh Melaka, raja Gasib yang belum menganut agama Islam di Islamkan dan di beri gelar Sultan ” Ibrahim” dan di jadikan wakil Sultan Melaka di Gasib, sejak itu kerajaan Gasib di bawah kepimpinan Sultan Ibrahim ( Sebelum di Islamkan bernama Megat Kudu) menjadi kawasan pengembangan Islam.
Sang Naulaluh Damanik ,Raja Siantar Yang Dibuang Belanda Ke Bengkalis
BAGI masyarakat Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun sudah sering mendengar nama Sang Naualuh Damanik. Namun, tidak banyak orang mengetahui siapakah sebenarnya ‘Sang Naualuh’ itu. Apa dan bagaimana peranannya dalam pembangunan di Pematangsiantar dan Simalungun termasuk dalam membela agama Islam.
Raja Sang Naualuh Damanik, lahir di Pematang-siantar tahun 1857. Dia pernah memerintah Kerajaan Siantar dari tahun 1882–1904 dan tercatat sebagai Raja ke XIV dari Dinasti Siantar (1350-1904). Selama memimpin Kerajaan Siantar (1882-1904), Raja Sang Naualuh gigih berjuang menentang penjajahan Belanda, baik secara fisik maupun secara politis. Akibat perlawanan dan penolakannya menandatangani tanda takluk kepada Belanda yang dikenal dengan ‘Korte Verklaring’ akhirnya putra terbaik Simalungun tersebut ditangkap penjajah Belanda pada 1904.
Meskipun sudah menahan Raja Siantar itu selama dua tahun, namun penjajah Belanda belum juga merasa puas, hingga akhirnya Belanda mengasingkan Raja Sang Naulauh untuk seumur hidup ke Pulau Bengkalis pada tahun 1906. Selama memimpin Kerajaan Siantar, Raja Sang Naualuh sangat dicintai rakyatnya. Beliau juga dikenal sebagai pelopor, penganut dan pelindung agama Islam, khususnya di Kerajaan Siantar. Di samping itu, Raja Sang Naualuh sebagai perintis pembangunan kota Pematangsiantar-Simalungun.
Salah satu peranan Raja Sang Naualuh adalah membuka atau merintis jalan dari Pematangsiantar menuju Asahan, sekitar 50 kilometer. Jalan dimaksud hingga saat ini menjadi jalan yang sangat vital, menghubungkan Pematangsiantar, Kab. Simalungun, Kab. Batubara dan Asahan. Kalau dulu, nama jalan lebih dikenal dengan nama Jalan Asahan, saat ini nama jalan tersebut telah ditetapkan sebagai Jalan Sang Naualuh.
Raja Sang Naualuh mangkat di Bengkalis tahun 1914. Sebelum akhir hayatnya, beliau sempat menjadi guru mengaji di daerah pengasingannya. Sementara lokasi makamnya berada di tanah wakaf Syech Budin Bin Senggaro, jalan Bantan, Desa Senggaro, Kec. Bengkalis, Kab.Bengkalis, Riau. Hingga saat ini makam Raja Siantar, Sang Naualuh terawat baik dan sering dikunjungi para peziarah, apakah itu peziarah dari Bengkalis, maupun yang datang dari Pematangsiantar dan Kab. Simalungun.