Ketika menonton sulap, semakin keras Anda mencoba untuk memperhatikan jari-jari kilat pesulapnya, maka akan semakin mudah Anda tertipu. Ini bukan kebetulan. Ketika Anda akan mepelajari “Permainan Otak,” sebuah seri baru pada National Geographic Channel yang menggambarkan mukjizat kecil serta memerlukan perhatian dan pembentukan memori kenangan, otak berjalan dengan daya 12 Watt atau sekitar sepertiga dari jumlah yang digunakan oleh sebuah bola lampu kulkas. Daya yang terbatas semacam itu membuat kita sangat rentan terhadap tipuan karena hanya memungkinkan kita untuk berkonsentrasi pada satu hal dalam suatu waktu. Pesulap menggunakan pemikiran tunggal untuk menciptakan efek yang besar.
Otak memiliki dua jenis perhatian. Pertama, “top-down” atau keputusan untuk memperhatikan, yaitu apa yang Anda gunakan ketika Anda memutuskan untuk terfokus pada stimulus atau tugas. Perhatian top-down dikendalikan oleh bagian otak yang disebut korteks prefrontal. Kedua, “bottom-up” atau keterkejutan ketika kita cepat mengalihkan fokus ke stimulus yang tak terduga, seperti telepon berdering. Ini adalah respon sistem yang dikontrol oleh daerah otak yang disebut korteks sensorik.
Pesulap menipu Anda dengan menguasai kedua bentuk perhatian tersebut. Dalam “Permainan Otak”, seorang seniman sulap tangan bernama Apollo Robbins, yang pernah mendampingi mantan Presiden Jimmy Carter, mengatakan, “Mengganggu orang bisa sangat sederhana.” Robbins menggunakan “gangguan top-down” dengan cara mengajak orang untuk terfokus pada kata-kata dan tindakannya. Dengan menghibur, ia menuntut perhatian. Sementara itu, ia diam-diam mengambil jam tangan atau syal mereka. “Jika saya harus mencuri dari tempat yang sulit, saya menggunakan strategi perhatian ‘bottom-up’ untuk mengarahkan fokus,” kata Robbins. Bertepuk tangan keras, gerakan mendadak, atau melambaikan sendok di udara, merupakan contoh strategi tersebut.
Anda mungkin berpikir bahwa Anda tidak akan dijatuhkan oleh strategi sederhana seperti itu karena mungkin menganggap diri Anda multitasker [memperhatikan beberapa hal sekaligus]. Namun, menurut para ahli, multitasking adalah ilusi.
“Kenyataannya, kita hanya dapat memproses satu hal pada suatu waktu. Kita adalah prosesor seri yang efektif,’” kata David Strayer, seorang psikolog yang melakukan penelitian terhadap perhatian di University of Utah. “Ketika kita mencoba melakukan multitasking, kita hanya beralih dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya.”
Terlepas dari kenyataan jika scan otak menunjukkan bahwa kita hanya bisa fokus pada satu hal dalam suatu waktu, Strayer menjelaskan, orang sering memiliki ilusi bahwa mereka menyeimbangkan semua tugas yang sama dan berkinerja baik pada semuanya. “Anda menjadi buta terhadap kinerja Anda sendiri yang terganggu.