MATI KOLERA KUTUKAN MUBAHALAH
KOK DISEBUT MATI SYAHID?!
Oleh Tim Peneliti Ar-Risalah
Di dalam buku, “Bukan Sekedar Hitam Putih,” hal. 231 dikatakan, ”Setelah mengetahui fakta mengenai sakit dan wafatnya Hz. Mirza
Ghulam Ahmad a.s., sekarang yang menjadi persoalan dari segi aqidah
adalah: Apakah sakit diare akut yang menyerang isi perut Hz. Mirza
Ghulam Ahmad a.s. dapat dikategorikan sebagai penyakit yang diridhai
oleh Tuhan atau tidak?”
Setelah
mengajukan pertanyaan ini, penulis membuat ”keterangan hadits” secara
sepihak, tanpa merujuk kepada duduk permasalahan ”diare”-nya ”nabi”
mereka, Mirza Ghulam Ahmad, yaitu dia menderita penyakit diare dan
kolera sehingga mati di tempat tidur berlumuran muntah dan kotoran
(menurut sebagian pendapat bahwa Mirza Ghulam Ahmad mati di WC,
berlumuran muntah dan kotoran). Kalau menurut pengakuan isteri Mirza
Ghulam Ahmad bahwa suaminya itu mati di kasurnya berlumuran muntah dan
kotoran. Lihat kitab Siratul Mahdi, jilid 1 hal. 11).
Anaknya Mirza Ghulam Ahmad (yang mengarang kitab Siratul Mahdi) berkata,
أثناء
وصفها للحظات الأخيرة من حياة الميرزا غلام تحدثت زوجة الميرزا عن مرحاض
الطواريء الذي أعدته للميرزا بجانب سرير الموت حيث قالت نصرة جيهان ما يلي:
بعد فترة قصيرة انتابته نوبة أخرى لكن هذه المرة كان ضعفه شديدا جدا بحيث
لم يستطع الذهاب إلى الحمام، فقمت بالترتيبات قرب السرير حيث جلس هو هناك
لقضاء حاجته، ثم نهض و استلقى على السرير ثم قمت بتدليك قدميه، لكن ضعفه
كان شديدا جدا، وبعد ذلك أصابته نوبة أخرى ثم استقاء، و بعد أن انتهى من
القيء حاول أن يستلقي لكن ضعفه هذه المرة كان أكثر بحيث لم تحمله يداه
فانقلب على ظهره و ضرب رأسه بخشب السرير.
”Ketika
isteri Mirza Ghulam Ahmad menggambarkan detik-detik terakhir dari
kehidupan Mirza Ghulam Ahmad, maka istri Mirza berkata tentang toilet
darurat yang disiapkannya untuk Mirza di samping tempat tidur
kematiannya, di mana Nushrat Jihan berkata sebagai berikut, ”Sejenak
kemudian, Mirza Ghulam Ahmad terserang lagi kolera, tapi kali ini
badannya sangat lemah, sehingga ia tidak kuat untuk pergi ke WC. Maka
aku (isteri Mirza Ghulam Ahmad) berdiri di dekat ranjangnya, di mana ia
(MGA) duduk di sana untuk buang air besar. Lalu ia pun bangkit dan
berbaring di atas ranjangnya, dan kemudian aku pun memijat kakinya. Tapi
badannya sangat lemah, dan sejurus kemudian MGA terkena serangan kolera
lagi, dan kemudian ia muntah, dan setelah dia (MGA) selesai muntah, dia
mencoba untuk berbaring, tapi karena badannya sudah lemah, dan
kelemahan kali ini sangat lemah sekali, sehingga kedua tangannya tidak
kuat lagi maka MGA pun terjengkakng kepalanya membentur kayu
ranjangnya,” (Lihat Siratul Mahdi, jilid 1, hal. 11).
Inilah keterangan menurut penulis buku, ”Bukan Sekedar Hitam Putih,” sebagai berikut, ”Ternyata
kita dapatkan keterangannya dalam Hadits sebagai berikut: Dari Jabir
bin Atik, bahwa Nabi s.a.w. bersabda: “Mati syahid itu adalah tujuh
macam, di luar mati syahid terbunuh di jalan Allah: Orang mati karena
penyakit tha'un, itu syahid. Orang mati karena tenggelam, itu syahid.
Orang mati karena sakit panas, itu syahid. Orang mati karena sakit
perut, itu syahid. Orang mati karena terbakar, itu syahid. Orang mati
karena tertimbun reruntuhan, itu mati syahid dan orang mati karena
melahirkan, itu mati syahid.” (H.R. Ahmad, Abu Daud, An-Nasai dengan sanad yang Shahih).
Dari
Abu Hurairah r.a., Nabi s.a.w. bersabda: Rasulullah bertanya “Bagaimana
caramu menghitung syahid?” Mereka menjawab: “Wahai Rasulullah, orang
yang mati terbunuh di jalan Allah itu mati syahid.” Rasulullah bersabda:
“Jika demikian, orang-orang syahid dari umatku itu sedikit.” Mereka
bertanya: “Jika demikian siapa, wahai Rasulullah?” Rasulullah s.a.w.
menjawab: “Orang yang terbunuh di jalan Allah, itu syahid. Orang yang
mati di jalan Allah, itu syahid. Orang yang mati terserang penyakit
tha'un, itu syahid. Orang yang mati karena penyakit perut, itu syahid.
Orang yang mati tenggelam, itu syahid.” (H.R. Muslim). Jadi, tidak
diragukan lagi bahwa sakit serta kewafatannya Hz. Mirza Ghulam Ahmad
a.s. adalah diridhai oleh Allah Ta'ala menurut keterangan Hadits di
atas, sebab diare termasuk dalam kategori sakit perut. Dan menurut Hz.
Sayyidina Muhammad Musthafa s.a.w., barangsiapa yang wafat karena sakit
perut, maka kematiannya digolongkan dalam kematian syahid. (Bukan Sekedar Hitam Putih, hal. 231)
Wah...enak
benar...mati konyol setelah mubahalah kok dikatakan mati
syahid...beginilah nasibnya para pembela aliran sesat Ahmadiyah...sudah
jelas-jelas mati kolera akibat mubahalah, masih saja dikatakan mati
syahid dengan memelintir hadits Rasulullah SAW. Boleh saja disebut mati
syahid untuk seseorang yang mati dikarenakan penyakit kolera (sakit
perut dan lain-lainnya), tetapi dengan syarat jangan sakit kolera
setelah mubahalah! Seharusnya para pengikut Ahmadiyah sadar dan
bertaubat kepada Allah SWT, jangan malah mengait-ngaitkan sebuah hadits
untuk membela kebusukan Mirza Ghulam Ahmad. Untuk apa dibela, dia di
akhirat akan dimasukkan ke dalam neraka dan di dunia pun sudah
diperlihatkan, betapa busuknya dia sehingga harus meninggal dunia dalam
keadaan yang menjijikkan.