Peringatan: Cadar, Celana Ngatung dan Janggut bukan Ciri-ciri Teroris
Ketahuilah wahai kaum Muslimin, menggunakan cadar bagi wanita muslimah, mengangkat celana jangan sampai menutupi mata kaki dan membiarkan janggut tumbuh bagi seorang laki-laki Muslim adalah kewajiban agama dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan terorisme, sebagaimana yang akan kami jelaskan nanti bukti-buktinya insya Allah dari al-Qur’an dan as-Sunnah serta penjelasan para Ulama ummat.
Benar bahwa sebagian Teroris juga mengamalkan kewajiban-kewajiban di atas, namun apakah setiap yang mengamalkannya dituduh Teroris?! Kalau begitu bersiaplah menjadi bangsa yang teramat dangkal pemahamannya… Maka inilah keterangan ringkas yang insya Allah dapat meluruskan kesalah pahaman.
Pertama: Dasar kewajiban menggunakan cadar bagi Muslimah
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59)
Perhatikanlah, ayat ini memerintahkan para wanita untuk menutup seluruh tubuh mereka tanpa kecuali. Berkata As-Suyuthi rahimahullah, “Ayat hijab ini berlaku bagi seluruh wanita, di dalam ayat ini terdapat dalil kewajiban menutup kepala dan wajah bagi wanita.” (Lihat Hirasatul Fadhilah, hal. 51, karya Asy-Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid rahimahullah).
Istri Nabi shallallahu’alaihi wa sallam yang mulia: ‘Aisyah radhiyallahu’anha dan para wanita di zamannya juga menggunakan cadar, sebagaimana penuturan ‘Aisyah radhiyallahu’anha berikut:
“Para pengendara (laki-laki) melewati kami, di saat kami (para wanita) berihram bersama-sama Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam. Maka jika mereka telah dekat kepada kami, salah seorang di antara kami menurunkan jilbabnya dari kepalanya sampai menutupi wajahnya. Jika mereka telah melewati kami, maka kami membuka wajah.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan lain-lain).
Kedua: Dasar kewajiban mengangkat celana, jangan sampai menutupi mata kaki bagi laki-laki Muslim
Banyak sekali dalil yang melarang isbal (memanjangkan pakaian sampai menutupi mata kaki), diantaranya sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu’anhu:
“Bagian kain sarung yang terletak di bawah kedua mata kaki berada di dalam neraka.” (HR. Al-Bukhori, no. 5787).
Dan hadits ‘Aisyah radhiyallahu’anha:
“Bagian kain sarung yang terletak di bawah mata kaki berada di dalam neraka.” (HR. Ahmad, 6/59,257).
Ketiga: Dasar kewajiban membiarkan janggut tumbuh bagi laki-laki Muslim
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memotong kumis dan membiarkan janggut.” (HR. Muslim no. 624).
Juga dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Berbedalah dengan orang-orang musyrik; potonglah kumis dan biarkanlah janggut.” (HR. Muslim no. 625).
Dan masih banyak hadits lain yang menunjukkan perintah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam untuk membiarkan janggut tumbuh, sedang perintah hukum asalnya adalah wajib sepanjang tidak ada dalil yang memalingkannya dari hukum asal.
Demikianlah penjelasan ringkas dari kami, semoga setelah mengetahui ini kita lebih berhati-hati lagi dalam menyikapi orang-orang yang mengamalkan sejumlah kewajiban di atas. Tentu sangat tidak bijaksana apabila kita mengeneralisir setiap orang yang nampak kesungguhannya dalam menjalankan agama sebagai teroris atau bagian dari jaringan teroris, bahkan minimal ada dua resiko berbahaya apabila seorang mencela dan membenci satu kewajiban agama atau membenci orang-orang yang mengamalkannya (disebabkan karena amalan tersebut):
Pertama: Berbuat zhalim kepada wali-wali Allah, sebab wali-wali Allah adalah orang-orang yang senantiasa menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, baik perintah itu wajib maupun sunnah. Dan barangsiapa yang memusuhi wali Allah dia akan mendapatkan kemurkaan Allah ‘Azza wa Jalla.
Allah Ta’ala berfirman: “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa”. (Yunus: 62-63)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, beliau berkata : Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman, ‘Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku maka Aku umumkan perang terhadapnya. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih aku cintai daripada amal yang Aku wajibkan kepadanya. Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amal-amal sunnah sampai Aku mencintainya. Apabila Aku sudah mencintainya maka Akulah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, Akulah pandangannya yang dia gunakan untuk melihat, Akulah tangannya yang dia gunakan untuk berbuat, Akulah kakinya yang dia gunakan untuk melangkah. Kalau dia meminta kepada-Ku pasti akan Aku beri. Dan kalau dia meminta perlindungan kepada-Ku pasti akan Aku lindungi.’.” (HR. Bukhari, lihat hadits Arba’in ke-38).
Faidah: Para Ulama menjelasakan bahwa makna, “Akulah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, Akulah pandangannya yang dia gunakan untuk melihat, Akulah tangannya yang dia gunakan untuk berbuat, Akulah kakinya yang dia gunakan untuk melangkah” adalah hidayah dari Allah Ta’ala kepada wali-Nya, sehingga ia tidak mendengar kecuali yang diridhai Allah, tidak melihat kepada apa yang diharamkan Allah dan tidak menggunakan kaki dan tangannya kecuali untuk melakukan kebaikan.
Kedua: Perbuatan tersebut bisa menyebabkan kekafiran, sebab mencela dan membenci satu bagian dari syari’at Allah Jalla wa ‘Ala, baik yang wajib maupun yang sunnah, atau membenci pelakunya (disebabkan karena syari’at yang dia amalkan) merupakan kekafiran kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah pada pembatal keislaman yang kelima:
“Barangsiapa membenci suatu ajaran yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam walaupun dia mengamalkannya, maka dia telah kafir.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Yang demikian karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al-Qur’an) lalu Allah menghapuskan amalan-amalan mereka.” (Muhammad: 9)
Maka berhati-hatilah wahai kaum Muslimin.
Dan kepada Ikhwan dan Akhwat yang telah diberikan hidayah oleh Allah untuk dapat menjalankan kewajiban-kewajiban di atas hendaklah bersabar dan tetap tsabat (kokoh) di atas sunnah, karena memang demikianlah konsekuensi keimanan, mesti ada ujian yang menyertainya.
Dan wajib bagi kalian untuk senantiasa menuntut ilmu agama dan menjelaskan kepada ummat dengan hikmah dan lemah lembut, serta hujjah yang kuat agar terbuka hati mereka insya Allah, untuk menerima kebenaran ilmu yang berlandaskan al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salaful Ummah, bukan pemahaman Teroris. Wallohul Musta’an.
Tanah Baru, Depok, 3 Ramadhan 1430 H.
Benar bahwa sebagian Teroris juga mengamalkan kewajiban-kewajiban di atas, namun apakah setiap yang mengamalkannya dituduh Teroris?! Kalau begitu bersiaplah menjadi bangsa yang teramat dangkal pemahamannya… Maka inilah keterangan ringkas yang insya Allah dapat meluruskan kesalah pahaman.
Pertama: Dasar kewajiban menggunakan cadar bagi Muslimah
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59)
Perhatikanlah, ayat ini memerintahkan para wanita untuk menutup seluruh tubuh mereka tanpa kecuali. Berkata As-Suyuthi rahimahullah, “Ayat hijab ini berlaku bagi seluruh wanita, di dalam ayat ini terdapat dalil kewajiban menutup kepala dan wajah bagi wanita.” (Lihat Hirasatul Fadhilah, hal. 51, karya Asy-Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid rahimahullah).
Istri Nabi shallallahu’alaihi wa sallam yang mulia: ‘Aisyah radhiyallahu’anha dan para wanita di zamannya juga menggunakan cadar, sebagaimana penuturan ‘Aisyah radhiyallahu’anha berikut:
“Para pengendara (laki-laki) melewati kami, di saat kami (para wanita) berihram bersama-sama Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam. Maka jika mereka telah dekat kepada kami, salah seorang di antara kami menurunkan jilbabnya dari kepalanya sampai menutupi wajahnya. Jika mereka telah melewati kami, maka kami membuka wajah.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan lain-lain).
Kedua: Dasar kewajiban mengangkat celana, jangan sampai menutupi mata kaki bagi laki-laki Muslim
Banyak sekali dalil yang melarang isbal (memanjangkan pakaian sampai menutupi mata kaki), diantaranya sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu’anhu:
“Bagian kain sarung yang terletak di bawah kedua mata kaki berada di dalam neraka.” (HR. Al-Bukhori, no. 5787).
Dan hadits ‘Aisyah radhiyallahu’anha:
“Bagian kain sarung yang terletak di bawah mata kaki berada di dalam neraka.” (HR. Ahmad, 6/59,257).
Ketiga: Dasar kewajiban membiarkan janggut tumbuh bagi laki-laki Muslim
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memotong kumis dan membiarkan janggut.” (HR. Muslim no. 624).
Juga dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Berbedalah dengan orang-orang musyrik; potonglah kumis dan biarkanlah janggut.” (HR. Muslim no. 625).
Dan masih banyak hadits lain yang menunjukkan perintah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam untuk membiarkan janggut tumbuh, sedang perintah hukum asalnya adalah wajib sepanjang tidak ada dalil yang memalingkannya dari hukum asal.
Demikianlah penjelasan ringkas dari kami, semoga setelah mengetahui ini kita lebih berhati-hati lagi dalam menyikapi orang-orang yang mengamalkan sejumlah kewajiban di atas. Tentu sangat tidak bijaksana apabila kita mengeneralisir setiap orang yang nampak kesungguhannya dalam menjalankan agama sebagai teroris atau bagian dari jaringan teroris, bahkan minimal ada dua resiko berbahaya apabila seorang mencela dan membenci satu kewajiban agama atau membenci orang-orang yang mengamalkannya (disebabkan karena amalan tersebut):
Pertama: Berbuat zhalim kepada wali-wali Allah, sebab wali-wali Allah adalah orang-orang yang senantiasa menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, baik perintah itu wajib maupun sunnah. Dan barangsiapa yang memusuhi wali Allah dia akan mendapatkan kemurkaan Allah ‘Azza wa Jalla.
Allah Ta’ala berfirman: “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa”. (Yunus: 62-63)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, beliau berkata : Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman, ‘Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku maka Aku umumkan perang terhadapnya. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih aku cintai daripada amal yang Aku wajibkan kepadanya. Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amal-amal sunnah sampai Aku mencintainya. Apabila Aku sudah mencintainya maka Akulah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, Akulah pandangannya yang dia gunakan untuk melihat, Akulah tangannya yang dia gunakan untuk berbuat, Akulah kakinya yang dia gunakan untuk melangkah. Kalau dia meminta kepada-Ku pasti akan Aku beri. Dan kalau dia meminta perlindungan kepada-Ku pasti akan Aku lindungi.’.” (HR. Bukhari, lihat hadits Arba’in ke-38).
Faidah: Para Ulama menjelasakan bahwa makna, “Akulah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, Akulah pandangannya yang dia gunakan untuk melihat, Akulah tangannya yang dia gunakan untuk berbuat, Akulah kakinya yang dia gunakan untuk melangkah” adalah hidayah dari Allah Ta’ala kepada wali-Nya, sehingga ia tidak mendengar kecuali yang diridhai Allah, tidak melihat kepada apa yang diharamkan Allah dan tidak menggunakan kaki dan tangannya kecuali untuk melakukan kebaikan.
Kedua: Perbuatan tersebut bisa menyebabkan kekafiran, sebab mencela dan membenci satu bagian dari syari’at Allah Jalla wa ‘Ala, baik yang wajib maupun yang sunnah, atau membenci pelakunya (disebabkan karena syari’at yang dia amalkan) merupakan kekafiran kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah pada pembatal keislaman yang kelima:
“Barangsiapa membenci suatu ajaran yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam walaupun dia mengamalkannya, maka dia telah kafir.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Yang demikian karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al-Qur’an) lalu Allah menghapuskan amalan-amalan mereka.” (Muhammad: 9)
Maka berhati-hatilah wahai kaum Muslimin.
Dan kepada Ikhwan dan Akhwat yang telah diberikan hidayah oleh Allah untuk dapat menjalankan kewajiban-kewajiban di atas hendaklah bersabar dan tetap tsabat (kokoh) di atas sunnah, karena memang demikianlah konsekuensi keimanan, mesti ada ujian yang menyertainya.
Dan wajib bagi kalian untuk senantiasa menuntut ilmu agama dan menjelaskan kepada ummat dengan hikmah dan lemah lembut, serta hujjah yang kuat agar terbuka hati mereka insya Allah, untuk menerima kebenaran ilmu yang berlandaskan al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salaful Ummah, bukan pemahaman Teroris. Wallohul Musta’an.
Tanah Baru, Depok, 3 Ramadhan 1430 H.
Lelaki Keledai dan Wanita Celaka...... استغفر الله العظيم
Hati-hati berbicara dan menulis kata-kata….ALLAH kuasa membalasnya seketika itu juga
Kisah 1 : Lelaki Keledai
Kisah ini terjadi di Universitas 'Ain Syams, fakultas pertanian di Mesir. Sebuah kisah yang amat masyhur dan diekspos oleh berbagai media massa setempat dan sudah menjadi buah bibir orang-orang di sana.
Pada tahun 50-an masehi, di sebuah halaman salah satu fakultas Mesir, berdiri seorang mahasiswa sembari memegang jamnya dan membelalakkan mata ke arahnya, lalu berteriak lantang, "Jika memang Allah ada, maka silahkan Dia mencabut nyawa saya satu jam dari sekarang!.".
Ini merupakan kejadian yang langka dan disaksikan oleh mayoritas mahasiswa dan dosen di kampus tersebut. Menit demi menit pun berjalan dengan cepat hingga tibalah menit keenampuluh alias satu jam dari ucapan sang mahasiswa tersebut. Mengetahui belum ada gejala apa-apa dari ucapannya, sang mahasiswa ini berkacak pinggang, penuh dengan kesombongan sembari berkata kepada rekan-rekannya, "Bagaimana pendapat kalian, bukankah jika memang Allah ada, sudah pasti Dia mencabut nyawa saya?."
Para mahasiswapun pulang ke rumah masing-masing. Diantara mereka ada yang tergoda bisikan syaithan sehingga beranggapan, "Sesunguhnya Allah hanya menundanya karena hikmah-Nya di balik itu." Akan tetapi ada pula diantara mereka yang menggeleng-gelengkan kepala dan mengejeknya.
Sementara si mahasiswa yang lancang tadi, pulang ke rumahnya dengan penuh keceriaan, berjalan dengan angkuh seakan dia telah membuktikan dengan dalil 'aqly yang belum pernah dilakukan oleh siapapun sebelumnya bahwa Allah benar tidak ada dan bahwa manusia diciptakan secara serampangan; tidak mengenal Rabb, tidak ada hari kebangkitan dan hari Hisab.
Dia masuk rumah, dan rupanya sang ibu sudah menyiapkan makan siang untuknya sedangkan sang ayah sudah menunggu sembari duduk di hadapan hidangan. Karenanya, sang anak ini bergegas sebentar ke 'Wastapel' di dapur. Dia berdiri di situ sembari mencuci muka dan tangannya, kemudian mengelapnya dengan tissue. Tatkala sedang dalam kondisi demikian, tiba-tiba dia terjatuh dan tersungkur di situ, lalu tidak bergerak-gerak lagi untuk selama-lamanya.
Yah…dia benar-benar sudah tidak bernyawa lagi. Ternyata, dari hasil pemeriksaan dokter diketahui bahwa sebab kematiannya hanyalah karena ada air yang masuk ke telinganya!!.
Mengenai hal ini, Dr.'Abdur Razzaq Nawfal -rahimahullah- berkata, "Allah hanya menghendaki dia mati seperti keledai!.".
Sebagaimana diketahui berdasarkan penelitian ilmiah bahwa bila air masuk ke telinga keledai atau kuda, maka seketika ia akan mati ?!!!.
(Sumber: Majalah "al-Majallah", volume bulan Shafar 1423 H sebagai yang dinukil oleh Ibrahim bin 'Abdullah al-Hâzimiy dalam bukunya "Nihâyah azh-Zhâlimîn", Seri ke-9, h.73-74)
Kisah 2 : Wanita celaka….Ketika Allah mengabulkan permintaan 'vila'nya di neraka….
Kisah ini ditulis oleh redaksi majalah Al-Manar, Mesir. Ia mengisahkan, "Musim panas merupakan ujian yang cukup berat bagi seorang muslimah. Ia dituntut untuk tetap mempertahankan pakaian kesopannanya. Gerah dan panas tak lantas menjadikan mereka menggadaikan etika. Berbeda dengan musim dingin, dengan jilbab, kehangatan badan bisa terjaga. Jilbab memang memiliki manfaat multi fungsi.
Dalam sebuah perjalanan yang cukup panjang, dari kairo ke Alexandria, di sebuah mikrobus, ada seorang gadis muda yang berpakaian kurang layak untuk di deskripsikan sebagai penutup aurat, karena menantang kesopanan.
Ia duduk diujung kursi dekat pintu keluar. Tentu saja, cara berpakaiannya mengundang "perhatian" orang didalam mikrobus tersebut.
Seorang bapak setengah baya yang kebetulan duduk disampingnya mengingatkan bahwa cara berpakaiannya bisa mengakibatkan sesuatu yang tidak baik bagi dirinya sendiri. Di samping mengingatkan bahwa cara berpakaian seperti itu melanggar aturan syar'i. Orang tua tersebut berbicara agak hati-hati dan pelan-pelan, sebagaimana layaknya seorang bapak berbicara kepada anaknya.
Tapi apa respon perempuan muda tersebut ? rupanya dia tersinggung lalu ia mengekspresikan kemarahannya dengan berkata, "Jika memang bapak mau, ini ponsel saya, tolong pesankan saya tempat di neraka tuhan anda !" Orang tua tersebut hanya bisa beristighfar sembari mengelus dadanya; kasihan nian gadis itu, semoga Allah memberinya hidayah.
Detik-detik berikutnya suasana begitu senyap, penumpang mikrobus mulai terlelap dalam kantuk.
Hingga sampailah perjalanan di ujung tujuan. Kini para penumpang bersiap-siap untuk turun, tapi terhalangi oleh perempuan muda itu yang masih terlihat tidur.
"Bangunkan saja !" teriak seorang penumpang.
"Iya bangunkan saja" teriak penumpang lainnya.
Tapi perempuan muda tersebut tetap bungkam. Salah seorang penumpang lain mencoba mendekati si perempuan muda tersebut dan menggerak-gerakkan tubuh si gadis agar posisinya berpindah.
Namun Astaghfirullahal 'Azhim ! Apakah yang terjadi ? ternyata perempuan muda tersebut benar-benar tidak bangun lagi, ia menemui ajalnya dalam keadaan memesan NERAKA.
Kontan seisi Mikrobus berucap Istghifar sembari menggeleng-gelengkan kepala. Sebuah akhir kehidupan yang menakutkan; mati dalam keadaan menantang ALLAH. Apakah Allah langsung memenuhi permintaan 'vila'nya untuk tinggal di neraka sana ????
Kisah 1 : Lelaki Keledai
Kisah ini terjadi di Universitas 'Ain Syams, fakultas pertanian di Mesir. Sebuah kisah yang amat masyhur dan diekspos oleh berbagai media massa setempat dan sudah menjadi buah bibir orang-orang di sana.
Pada tahun 50-an masehi, di sebuah halaman salah satu fakultas Mesir, berdiri seorang mahasiswa sembari memegang jamnya dan membelalakkan mata ke arahnya, lalu berteriak lantang, "Jika memang Allah ada, maka silahkan Dia mencabut nyawa saya satu jam dari sekarang!.".
Ini merupakan kejadian yang langka dan disaksikan oleh mayoritas mahasiswa dan dosen di kampus tersebut. Menit demi menit pun berjalan dengan cepat hingga tibalah menit keenampuluh alias satu jam dari ucapan sang mahasiswa tersebut. Mengetahui belum ada gejala apa-apa dari ucapannya, sang mahasiswa ini berkacak pinggang, penuh dengan kesombongan sembari berkata kepada rekan-rekannya, "Bagaimana pendapat kalian, bukankah jika memang Allah ada, sudah pasti Dia mencabut nyawa saya?."
Para mahasiswapun pulang ke rumah masing-masing. Diantara mereka ada yang tergoda bisikan syaithan sehingga beranggapan, "Sesunguhnya Allah hanya menundanya karena hikmah-Nya di balik itu." Akan tetapi ada pula diantara mereka yang menggeleng-gelengkan kepala dan mengejeknya.
Sementara si mahasiswa yang lancang tadi, pulang ke rumahnya dengan penuh keceriaan, berjalan dengan angkuh seakan dia telah membuktikan dengan dalil 'aqly yang belum pernah dilakukan oleh siapapun sebelumnya bahwa Allah benar tidak ada dan bahwa manusia diciptakan secara serampangan; tidak mengenal Rabb, tidak ada hari kebangkitan dan hari Hisab.
Dia masuk rumah, dan rupanya sang ibu sudah menyiapkan makan siang untuknya sedangkan sang ayah sudah menunggu sembari duduk di hadapan hidangan. Karenanya, sang anak ini bergegas sebentar ke 'Wastapel' di dapur. Dia berdiri di situ sembari mencuci muka dan tangannya, kemudian mengelapnya dengan tissue. Tatkala sedang dalam kondisi demikian, tiba-tiba dia terjatuh dan tersungkur di situ, lalu tidak bergerak-gerak lagi untuk selama-lamanya.
Yah…dia benar-benar sudah tidak bernyawa lagi. Ternyata, dari hasil pemeriksaan dokter diketahui bahwa sebab kematiannya hanyalah karena ada air yang masuk ke telinganya!!.
Mengenai hal ini, Dr.'Abdur Razzaq Nawfal -rahimahullah- berkata, "Allah hanya menghendaki dia mati seperti keledai!.".
Sebagaimana diketahui berdasarkan penelitian ilmiah bahwa bila air masuk ke telinga keledai atau kuda, maka seketika ia akan mati ?!!!.
(Sumber: Majalah "al-Majallah", volume bulan Shafar 1423 H sebagai yang dinukil oleh Ibrahim bin 'Abdullah al-Hâzimiy dalam bukunya "Nihâyah azh-Zhâlimîn", Seri ke-9, h.73-74)
Kisah 2 : Wanita celaka….Ketika Allah mengabulkan permintaan 'vila'nya di neraka….
Kisah ini ditulis oleh redaksi majalah Al-Manar, Mesir. Ia mengisahkan, "Musim panas merupakan ujian yang cukup berat bagi seorang muslimah. Ia dituntut untuk tetap mempertahankan pakaian kesopannanya. Gerah dan panas tak lantas menjadikan mereka menggadaikan etika. Berbeda dengan musim dingin, dengan jilbab, kehangatan badan bisa terjaga. Jilbab memang memiliki manfaat multi fungsi.
Dalam sebuah perjalanan yang cukup panjang, dari kairo ke Alexandria, di sebuah mikrobus, ada seorang gadis muda yang berpakaian kurang layak untuk di deskripsikan sebagai penutup aurat, karena menantang kesopanan.
Ia duduk diujung kursi dekat pintu keluar. Tentu saja, cara berpakaiannya mengundang "perhatian" orang didalam mikrobus tersebut.
Seorang bapak setengah baya yang kebetulan duduk disampingnya mengingatkan bahwa cara berpakaiannya bisa mengakibatkan sesuatu yang tidak baik bagi dirinya sendiri. Di samping mengingatkan bahwa cara berpakaian seperti itu melanggar aturan syar'i. Orang tua tersebut berbicara agak hati-hati dan pelan-pelan, sebagaimana layaknya seorang bapak berbicara kepada anaknya.
Tapi apa respon perempuan muda tersebut ? rupanya dia tersinggung lalu ia mengekspresikan kemarahannya dengan berkata, "Jika memang bapak mau, ini ponsel saya, tolong pesankan saya tempat di neraka tuhan anda !" Orang tua tersebut hanya bisa beristighfar sembari mengelus dadanya; kasihan nian gadis itu, semoga Allah memberinya hidayah.
Detik-detik berikutnya suasana begitu senyap, penumpang mikrobus mulai terlelap dalam kantuk.
Hingga sampailah perjalanan di ujung tujuan. Kini para penumpang bersiap-siap untuk turun, tapi terhalangi oleh perempuan muda itu yang masih terlihat tidur.
"Bangunkan saja !" teriak seorang penumpang.
"Iya bangunkan saja" teriak penumpang lainnya.
Tapi perempuan muda tersebut tetap bungkam. Salah seorang penumpang lain mencoba mendekati si perempuan muda tersebut dan menggerak-gerakkan tubuh si gadis agar posisinya berpindah.
Namun Astaghfirullahal 'Azhim ! Apakah yang terjadi ? ternyata perempuan muda tersebut benar-benar tidak bangun lagi, ia menemui ajalnya dalam keadaan memesan NERAKA.
Kontan seisi Mikrobus berucap Istghifar sembari menggeleng-gelengkan kepala. Sebuah akhir kehidupan yang menakutkan; mati dalam keadaan menantang ALLAH. Apakah Allah langsung memenuhi permintaan 'vila'nya untuk tinggal di neraka sana ????
Kumpulan Kisah-Kisah Hikmah Tarbawiyah dalam Keluarga
Afwan sebelumnya, Catatan ini teruntuk bagi yang haus ilmu dan bersabar dalam membacanya sehingga mendapat manfaatnya, bukan untuk pembaca yang tidak menghargai ilmu…..
Rosululloh صلى الله عليه وسلم pernah bersabda,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
« إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَرْفَعُ الدَّرَجَةَ لِلْعَبْدِ الصَّالِحِ فِى الْجَنَّةِ فَيَقُولُ يَارَبِّ أَنَّى لِى هَذِهِ فَيَقُولُ بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ ».
Di riwayatkan dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, beliau berkata, Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Sesungguhnya Allah ’Azza Wa Jalla benar-benar akan meninggikan derajat hamba-Nya yang sholih ketika berada di surga,” kemudian dia bertanya, ‘Wahai Robb ku, dari manakah kiranya derajat yang ku peroleh ini ?’ Allah menjawab, “Dari istighfar anakmu untukmu.” ( Lihat : Sunan Ibnu Majah 2/1207 dan Musnad Imam Ahmad 2/509. )
Kisah 1 : Demi kebaikanmu, wahai anakku
Di riwayatkan bahwa pada suatu malam, Shohabat Abdulloh bin Abbas رضي الله عنه sedang melaksanakan Qiyamul lail sedangkan putranya yang masih kecil tidur terlelap. Ketika beliau melihat putranya, beliau berkata, “Demi kebaikanmu, wahai anakku.”
Dan ketika membaca QS. Al-Kahfi ayat 82, “Sedangkan ayahnya adalah seorang yang sholih.” beliau menangis.
Sa’id bin Jubair juga pernah berkata, “Sesungguhnya aku betul-betul akan menambah sholatku untuk kebaikan putraku ini.” (Hilyatul Auliya’ : 4/279)
Kisah 2 : Indahnya saudara seiman
Diriwayatkan oleh Ka’ab Al-Ahbar رضي الله عنه bahwa beliau berkata, “Berapa banyak orang yang Qiyamul lail dikaruniai rasa syukur oleh Allah dan berapa banyak orang yang tidur terlelap diampuni oleh Allah; yaitu pada dua insan yang saling mencinta karena Allah. Kemudian salah seorang dari keduanya melaksanakan sholat malam lalu Allah meridhoi sholat dan do’anya sehingga Dia tidak menolak do’anya sedikitpun. Di sela-sela do'an tersebut, dia tertidur saudaranya yang tertidur dengan berdo’a, “Ya Allah, ampunilah saudaraku, fulan.” Allah pun mengampuni saudaranya padahal dia dalam keadaan tidur. (Hilyatul Auliya’ : 6/31 dan Al-Faiq karya Az-Zamahsyary : 3/234-235)
Kisah 3 : Anakku, Aku telah berbuat baik kepada kalian ketika kalian besar, ketika kalian masih kecil dan ketika kalian belum dilahirkan.”
Tabi’in yang mulia, Abul Aswad Ad-Du’ali yang di kenal sebagai Qodhi di bashroh dan pencetus ilmu nahwu yang meninggal pada tahun 69 H, pernah berkata kepada putra-putrinya, “Aku telah berbuat baik kepada kalian ketika kalian besar, ketika kalian masih kecil dan ketika kalian belum dilahirkan oleh ibu kalian.”
“Bagaimana ayah bisa berbuat baik kepada kami sebelum kami dilahirkan ?” tanya mereka keheranan.
“Aku telah memilih ibu yang tidak kalian cela untuk kalian.” Jawab beliau menerangkan. ( At-Tarikhul Kabir : 4/273, Al-‘Ibar Fi Khobarin Man Ghabar : 1/77, Al-Kamil Fit Tarikh : 4/91 dan Syadzarotud Dzahab : 1/76)
Kisah 4 : “Kami telah kehilangan moment untuk mendidik putra-putri kami.”
Ar-Roghib Al-Asfahani pernah berkisah, “Bahwa Kholifah Abbasiyah, Al-Manshur, mengutus seseorang kepada para tawanan dari kalangan bani Umayyah untuk menanyakan kondisi mereka, ‘Apa penderitaan paling berat yang kalian rasakan di dalam penjara ini ?’ “Kami telah kehilangan moment untuk mendidik putra-putri kami.” jawab mereka.
Kisah 5 : Pahala untuk ayahku
Seorang pemuda yang hidup pada abad ke 5 hijriyah pernah bercerita, “Saya mewajibkan sholat dua roka’at untuk diriku sendiri pada setiap malamnya dengan banyak membaca Al-Qur’an pada dua roka’at tersebut.
Dan aku hadiahkan pahala sholat dan tilawahku untuk ayahku, sehingga aku bermimpi melihat ayah sembari berkata kepadaku, ‘Jazaakallohu, Semoga Allah memberi balasan kebaikan kepadamu, wahai putraku. Sungguh, kebaikan dan apa saja yang engkau hadiahkan kepadaku telah sampai kepadaku.’ ( Mu’jamu As-Safar : 1/217 )
Kisah 6 : Tangisilah Akheratku
Di masa tabi'in, ada seorang ahli ibadah bashroh yang sedang menghadapi kematian, kemudian para kerabatnya datang menjenguk sedangkan dia kelihatan tersiksa dengan apa yang dialaminya, sehingga ayahnya menangis.
Ketika melihat ayahnya menangis, ahli ibadah ini bertanya, "Wahai ayah, apa yang membuatmu menangis ?"
“Wahai putraku, aku menangis karena akan kehilangan dirimu dan kepayahan yang sedang engkau rasakan.” Jawab Ayahnya.
Mendengar percakapan keduanya, ibunya pun ikut menangis juga.
"Wahai ibu yang penuh cinta dan kasih, apa yang membuatmu menangis tersedu sedan ?” tanya ahli ibadah bashroh ini.
Ibunya menjawab, “Wahai putraku, aku menangis karena akan berpisah denganmu dan aku bersedih karena akan merasa kesepian sepeninggalmu.”
Kemudian keluarga dan putra-putranya ikut menangis juga.
Melihat mereka menangis, ahli ibadah bertanya kepada mereka, "Wahai putra-putraku yang akan menjadi yatim sepeninggalku, apa yang membuat kalian menangis ?”
“Wahai ayah, kami menangis karena akan berpisah denganmu dan akan menjadi yatim sepeninggalmu.” Jawab putra-putranya.
Sang ahli ibadah pun berkata, “Dudukkanlah aku, dudukkanlah aku. Menurutku, kalian semua hanya menangisi duniaku. Tidakkah ada di antara kalian yang menangisi akheratku ? tidakkah ada di antara kalian yang menangis ketika Allah menelungkupkan wajahku ke dasar bumi ? tidakkah ada di antara kalian yang menangis karena pertanyaan malaikat munkar nakir yang ditujukan kepadaku ? tidakkah ada di antara kalian yang menangis ketika aku berdiri di hadapan Robbku, Allah Ta’ala ?”.
Kemudian beliau berteriak dengan teriakan yang keras lalu meninggal dunia. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. ( Shifatus Shofwah : 4/18 ).
Kisah 7 : Hati-hati dengan doa orang tua
Di riwayatkan dari Al-Hasan bin Ali رضي الله عنه bahwa beliau pernah bercerita, "Ketika aku dan ayah sedang melaksanakan thowaf di sekitar Ka'bah di malam yang gelap gulita, tepatnya di saat mata sudah terlelap tidur dan suasana sunyi sepi, tiba-tiba ayahku mendengar suara rintihan yang memelas dengan menyenandungkan do'a,
Duhai Dzat yang menjawab do'a orang yang berada dalam kesulitan di kegelapan malam
Wahai Dzat yang menyingkap mudhorot, musibah dan penyakit
Utusan yang mendatangimu di sekitar Ka'bah telah tidur lalu mereka terjaga
Namun mata-Mu tidak pernah tidur, wahai Dzat yang Maha selalu mengurusi hamba-Nya
Dengan kedermawanan-Mu, karuniakanlah ampunan-Mu atas dosa-dosa hamba
Wahai Dzat yang d tuju oleh seluruh hamba yang pergi ke tanah haram
Jika ampunan-Mu tidak bisa di raih oleh orang yang melampaui batas
Maka siapakah yang dengan kedermawanannya mampu memberikan ampunan kepada orang-orang yang bergelimang dosa?
Maka ayah berkata kepadaku, "Tolong cari orang yang mengucapkan do'a tersebut."
Akupun pergi mendatanginya sembari berkata, 'penuhilah panggilan Amirul mukminin !'
Lalu dia pergi menghadap Amirul mukminin dengan menarik setengah bagian tubuhnya sebelah kanan karena lumpuh, hingga sampai di hadapan Ayah.
Ayahku bertanya, "Aku telah mendengar keluh kesahmu, maka ceritakanlah kepadaku perihal musibah apa yang menimpamu ?"
Dia pun bercerita, 'Aku adalah seorang laki-laki yang menyibukkan diri dengan lumpuran dosa dan maksiat dan ayahku selalu menasehatiku, "Hati-hatilah terhadap kesalahan dan ketergelinciran di masa muda karena Allah memiliki kekuasaan dan amarah yang tidak akan jauh dari orang-orang yang berbuat dzolim.” Ketika ayah berulang-ulang menasehatiku dengan nasehat tersebut, aku memukulnya dengan pukulan yang amat keras, lalu ayah bersumpah dengan nama Allah dan dengan penuh kesungguhan bahwa beliau benar-benar akan mendatangi Baitulloh Al-Haram kemudian menggantungkan dirinya kepada Allah di tabir-tabir ka'bah untuk mendo'akan kecelakaan bagiku.
Akhirnya Ayah pergi keluar hingga sampai di Baitul Haram lalu bersimpuh di tabir-tabir ka'bah dan berdo'a di sana. Belum selesai lantunan do'anya, bagian tubuhku yang sebelah kanan tidak bisa bergerak –terkena lumpuh pada setengah tubuhnya -.
Akupun menyesali perbuatan yang ku lakukan terhadap ayahku. Aku pun berusaha membujuk agar ayah menaruh iba dan meridhoiku, sehingga beliau menjamin akan mendo'akan kesembuhan bagiku sebagaimana beliau mendo'akan kecelakaan bagiku di Ka'bah.
Akupun mempersiapkan onta untuk ayah dan menaikkan beliau di atas onta namun malang nian, onta tersebut lari dan menjatuhkan ayah di antara dua batu besar sehingga beliau meninggal dunia.
Mendengar alur ceritanya, Ali bin Abi Tholib رضي الله عنه berkata kepadanya, "Bergembiralah, karena pertolongan Allah telah datang kepadamu."
Al-Hasan melanjutkan ceritanya, “Kemudian ayah berdiri untuk melaksanakan sholat dua roka'at lalu memerintahkan pemuda tersebut untuk menyingkapkan tubuh bagian kanannya yang lumpuh, dengan tangannya. Ayahku langsung mendo'akan kesembuhan baginya berulang-berulang kali. Sehingga dia kembali sehat sebagaimana semula.”
Kemudian ayah berkata kepadanya, "Kalau kamu tidak bersumpah bahwa ayahmu ridho kepadamu, aku tidak akan berdo'a untuk kesembuhanmu."
Ali juga pernah berkata, "Hati-hatilah kalian terhadap do'anya ke dua orang tua karena do'a mereka bisa menambah rizki dan memulihkan penyakit atau mendatangkan kebinasaan dan mengundang malapetaka.. (Thobaqotus Syafi'iyyah Al-Kubro : 2/328-329 dan At-Tawwabin : 1/237-241).
Kisah 8 : Barokah nasehat anak shaleh
Dan di riwayatkan juga bahwa As-Surry bin Muflis As-Saqothi membacakan ayat-ayat Al-Qur’an kepada gurunya, yaitu ayat
وَنَسُوقُ الْمُجْرِمِينَ إِلَى جَهَنَّمَ وِرْدًا {86}
"Dan kami menghalau orang-orang yang durhaka ke neraka jahannam dalam keadaan dahaga." ( QS. Maryam : 86 )
Kemudian As-Surry bertanya kepada gurunya, "Wahai ustadz, apa itu Al-Wirdu."
"Saya tidak tahu." Jawab gurunya.
As –Surry melanjutkan ayat setelahnya,
لاَيَمْلِكُونَ الشَّفَاعَةَ إِلاَّ مَنِ اتَّخَذَ عِندَ الرَّحْمَنِ عَهْدًا {87}
“Mereka tidak berhak mendapat syafa’at kecuali orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi Allah Yang Maha Pemurah.” ( QS. Maryam : 87 )
Dan bertanya, "Wahai ustadz, apa makna dari Al-Ahdu ?"
"Saya tidak tahu." Jawab gurunya lagi.
Akhirnya, As-Surry menghentikan bacaannya dan berkata dengan lantang, "Kalau anda tidak tahu, mengapa anda menipu manusia ?"
Gurunya pun memukul As-Surry yang di anggap telah berbuat lancang.
"Wahai ustadz, tidak cukupkah kebodohan dan ketertipuan yang ada pada diri anda sehingga anda menambahnya dengan kedzoliman dan penganiayaan !" Jelas As-Surry
Kemudian sang guru sadar akan kekeliruannya dan meminta kehalalan apa yang telah dia lakukan kepada muridnya, As-Surry. Sang guru juga bertobat kepada Allah dan menuntut ilmu lagi.
Setelah beberapa waktu, Gurunya tersebut berkata, "As-Surry telah membebaskan aku dari kebodohan. ( Anba'u Nujaba'il Abna' : 146-148 ).
Kisah 9 : Bebaskan ayahmu dari neraka nak…
Kebiasaan Umar bin Abdul Aziz Rohimahulloh setelah melaksanakan sholat Isya', menemui putri-putrinya dengan memberi salam kepada mereka. Pada suatu malam, ketika beliau datang, putrid-putrinya meletakkan tangan-tangan mereka di mulut, kemudian mereka buru-buru pergi ke dekat pintu untuk menjauh dari Umar bin Abdul Aziz.
Melihat tingkah laku mereka, Umar bertanya kepada pengasuhnya, "Kenapa mereka berbuat demikian ?"
"Mereka tidak memiliki makan malam kecuali hanya kacang adas dan bawang merah sehingga mereka tidak suka kalau anda sampai mencium bau tak sedap dari mulut-mulut mereka" Jawab sang pengasuh.
Setelah mendengar hal tersebut, Umar menangis kemudian berkata kepada mereka, "Wahai putri-putriku, jika kalian bisa makan dengan berbagai macam menu makanan, maka itu tidak akan memberi manfaat kepada kalian bila dengan hal tersebut ayah kalian di perintahkan untuk masuk neraka."
Merekapun menangis hingga suara mereka meninggi. Kemudian Umar pergi meninggalkan mereka. ( Siyaru A'lamin Nubala' : 1/54 )
Kisah 10 : Anakku, ingatlah si empunya roti
Ketika Abu Musya Al-Asy'ari ingin meninggal dunia, beliau memanggil putra-putranya seraya berkisah kepada mereka, "Wahai putra-putraku, Ingatlah selalu kisah si empunya roti."
Beliau melanjutkan, "Dahulu, dari kalangan bani isro'il terdapat seorang laki-laki yang beribadah kepada Allah di sinagog selama 70 tahun. Lalu syetan berusaha menggodanya dengan menjelma menjadi seorang perempuan yang rupawan nan cantik jelita.
Lelaki tersebut tinggal bersama perempuan ini selama 7 malam secara tidak halal. Setelah itu, aibnya tersingkap. Lalu dia pergi meninggalkan perkampungannya untuk bertaubat kepada Allah.
Setiap menginjakkan satu langkah kaki, dia selalu sholat dan sujud. Hingga datangnya malam membuatnya menginap di sebuah gubuk yang dihuni oleh 12 orang-orang miskin.
Dia langsung menyelusup di antara dua orang miskin. Dan kebetulan pada waktu malam hari, seorang rahib membawa dan memberikan 12 roti sesuai dengan jumlah orang-orang miskin yang bertempat tinggal di sana.
Rohib tersebut membagi satu persatu hingga roti tersebut habis. Namun ada satu orang miskin yang datang terlambat, dia tidak mendapat roti. Lalu bertanya kepada rohib, "Mengapa kamu tidak memberikan roti kepadaku ?"
Sang rohib menjawab, "Apakah kamu melihat aku masih membawa dan menahannya darimu ? Tanyakan kepada mereka, apakah ada di antara mereka yang aku beri dua roti ?"
"Tidak." Jawab mereka secara serempak.
Rohib berkata lagi, "Apakah kamu melihatku menahannya darimu. Demi Allah, aku tidak akan memberimu apa-apa malam ini."
Kemudian ahlul ibadah yang sejak tadi mendengar percakapan mereka berdua, langsung memberikan rotinya kepada lelaki yang tidak mendapat rotinya. Ketika hari memasuki waktu pagi, ternyata ahlul ibadah yang bertaubat tersebut meninggal dunia.
Abu Musa Al-Asy'ari melanjutkan kisahnya, "Lalu ibadah yang dia kerjakan selama 70 puluh tahun di timbang dengan dosa yang dia lakukan selama 7 malam. Ternyata, dosa yang dia kerjakan selama 7 malam lebih berat dari pada ibadahnya selama 70 tahun. Kemudian roti yang dia berikan kepada orang miskin ditimbang dengan dosanya selama 7 malam. Ajaibnya, pahala roti yang dia berikan lebih berat timbangannya dari pada dosa yang dia lakukan selama 7 malam."
Setelah selesai berkisah, Abu Musa menasehati putra-putranya, "Wahai putra-putraku, Ingatlah selalu kisah si empunya roti…( Shifatus Shofwah : 1/ 561-562 -dengan sedikit perubahan.)
Kisah 11 : Kebahagiaan tidak terkira
Pada suatu hari Ma'ruf Al-Kurkhy –abid Baghdad yang wafat pada 200 H- duduk di tepian sungai dajlah yang terletak di kota Baghdad sambil berbincang-bincang dengan para sahabatnya, tiba-tiba ada sebagian pemuda yang melewati mereka dengan mengendarai sampan sembari mendendangkan alat-alat musik dan meminum khomer.
Para sahabat Ma'ruf berkata kepada beliau, "Tidakkah kamu melihat, mereka berada di sungai ini untuk bermaksiat kepada Allah, maka berdo'alah untuk kebinasaan mereka.”
Ma'ruf Al-Kurkhy pun mengangkat tangannya ke langit dan berdo'a, "Ya Allah, ya Tuhanku…., aku memohon kepada-Mu agar Engkau memberikan kebahagiaan kepada mereka di jannah sebagaimana Engkau memberikan kebahagiaan kepada mereka di dunia."
Para sahabatnya mencela Ma'ruf dengan berkata, "Kami hanya menginginkan agar anda mendo'akan kecelakaan buat mereka bukan malah mendo'akan kebaikan untuk mereka."
"Jika Allah memberikan kebahagiaan mereka di akherat, Allah akan memberi pintu taubat bagi mereka ketika di dunia. Dan hal itu tidak memberikan mudhorot bagi kalian." Jawab Ma’ruf. ( Shifatus Shofwah : 2/321 )
Kisah 12 : Doa ayah untuk anaknya
Di riwayatkan bahwa Fudhoil bin Iyadh, abidul Haramain, pernah mendo'akan untuk kebaikan putranya, Ali dengan do'a, "Ya Allah, sesungguhnya aku telah bersungguh-sungguh untuk mendidik putraku, Ali namun aku tidak mampu untuk mendidiknya maka didiklah dia untukku, ya Allah."
Allah pun mengabulkan do'a beliau sehingga putra beliau, Ali menjadi ahli ibadah, zuhud, waro' dan bertaqwa. ( Siyaru A'lamin Nubala' : 8/445 dan Hilyatul Auliya' : 8/299 )
Kisah 13 : Menghargai Hadits Nabi.
Seorang pakar hadits yang terkenal zuhud, Ibrohim bin Adham berkata, “Ayah pernah berkata kepadaku, “Wahai putraku, carilah hadits Nabawi. Setiap hadits yang kamu dengar dan kamu hafalkan akan aku ganti dengan satu dirham." Lalu aku mencari hadits karena perintah ini… ( Lihat, Syarofu Ashabil Hadits, halaman : 10 )
Dikisahkan juga bahwa di kota Baghdad ada seorang pakar hadits, Amir bin Ashim yang hidup pada masa Abad 2 hijriyah. Beliau menceritakan pengalamannya dalam memburu hadits Nabi dengan berkata, “Ayahku akan membayar 100.000 dirham dan akan membelikan satu binatang tunggangan yang senilai dengan 1000 dirham kepadaku.”
Ayahku juga pernah berkata, “Pergilah memburu hadits Nabi hingga aku tidak melihat wajahmu kecuali engkau kembali dengan membawa 100.000 hadits Nabawi yang mulia.”
Ali bin Ashim melanjutkan kisahnya, “Aku pun melalang buana untuk mencari hadits Nabi hingga aku kembali dengan membawa 100.000 hadits untuk ayahku. (Al-Muntadzom : 10/103, Tarikhu Baghdad : 11/447 dan Al-Ansab : 4/473 )
.
Kisah 14 : Anakku, Hati-hatilah dengan Doa Orang yang Terdzalimi
Dahulu, Yahya Al-Barmaki adalah seorang menteri yang memiliki kekuasaan dan kekuatan di masa Kholifah Harun Ar-Rosyid. Kemudian kondisinya berubah, beliau dan putra-putranya masuk ke dalam penjara. Di kisahkan bahwa putra Yahya berkata kepada ayah dan orang yang berada dalam penjara dalam keadaan di borgol, “Wahai Ayah, setelah berkuasa memerintah dan melarang serta berkuasa dalam memegang harta, kita menjadi seperti ini…?"
Sang ayah, Yahya menjawab dengan bijak, “Wahai putraku, do’a orang terdzolimi yang bersembunyi di kegelapan malam lah yang membuat kita demikian. Kita mungkin lupa dengan do’a mereka namun Allah tidak akan pernah lalai akan do’a-do’a mereka. ( Siyaru A’lamin Nubala’ : 9/60-61 ) .
Kisah 15 : Apa Cita-citamu ?
Pada suatu hari, Umar bin Khottob رضي الله عنه berkata kepada orang-orang yang berada di sekitar beliau, “Ungkapkanlah harapan-harapan dan cita-cita kalian !”
Sebagian dari mereka berkata, “Saya berharap kalau seandainya rumah ini di penuhi dengan emas sehingga saya bisa menginfakkannya di jalan Allah.”
Umar رضي الله عنه berkata lagi, “Ungkapkanlah harapan-harapan dan cita-cita kalian !”
Lalu seorang laki-laki yang lain berkata dengan mantap, “Saya berharap kalau rumah ini penuh dengan intan, berlian dan permata, sehingga saya bisa menginfakkan dan mensedekahkannya di jalan Allah."
Sampai di sini, Umar bin Khottob رضي الله عنه berkata, “Saya berharap kalau seandainya rumah ini dipenuhi oleh para lelaki semisal Abu Ubaidah bin Jaroh, Muadz bin Jabal, Salim maula Abu Hudzaifah dan Hudzaifah bin Yaman رضي الله عنهم . ( Fadhoilus Shohabah : 2/740, Hilyatul Auliya’ : 1/102, Siyaru A’lamin Nubala’ : 1/14 dan Sifatush Sofwah : 1/367-368 )
Kisah 16 : Persiapkanlah Bekalmu, wahai anakku…
Ada orang sholih yang berkata bijak kepada putranya, “Wahai putraku, hanyasanya engkau hanyalah kumpulan hari-hari yang berbilang. Jika sebagian harimu hilang maka seluruh hidupmu juga ikut hilang. Wahai putraku, ketahuilah bahwa para penghuni kubur sedang menunggumu di antara waktu yang satu dengan waktu yang lain, maka waspadalah, jangan sampai kamu pergi menyusul mereka tanpa membawa perbekalan…”
Kisah 17 : Karena Surat Al-Fatihah Begitu Berharga….
Ketika Hammad bin Abu Hanifah menguasai surat Al-Fatihah dengan baik, Abu Hanifah memberi uang 500 dirham kepada gurunya padahal harga satu kambing pada saat itu adalah satu dirham. Sang guru menganggap bahwa apa yang di berikan oleh Abu Hanifah terlampau banyak karena dia tidak mengajari putranya kecuali hanya surat Al-Fatihah.
Maka Abu Hanifah berkata, “Janganlah kamu menganggap remeh perihal apa yang telah engkau ajarkan kepada putraku. Kalau seandainya kami memiliki dirham yang lebih banyak dari yang kami berikan niscaya kami akan memberikannya kepadamu juga demi menghormati Al-Qur’an. ( Fathu Babil ‘Inayah yang di tahqiq oleh Abdul Fattah Abu Ghuddah, Hal : 19 )
.
Jazakumullah, Ibnu Abdul Bari el-‘Afifi. Semoga bermanfaat.
Disadur dari buku Syahrun Wahid li Tarbiyati Jilin Wa’id
karya Abdulloh Muhammad Abdul Mu'thi
Rosululloh صلى الله عليه وسلم pernah bersabda,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
« إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَرْفَعُ الدَّرَجَةَ لِلْعَبْدِ الصَّالِحِ فِى الْجَنَّةِ فَيَقُولُ يَارَبِّ أَنَّى لِى هَذِهِ فَيَقُولُ بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ ».
Di riwayatkan dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, beliau berkata, Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Sesungguhnya Allah ’Azza Wa Jalla benar-benar akan meninggikan derajat hamba-Nya yang sholih ketika berada di surga,” kemudian dia bertanya, ‘Wahai Robb ku, dari manakah kiranya derajat yang ku peroleh ini ?’ Allah menjawab, “Dari istighfar anakmu untukmu.” ( Lihat : Sunan Ibnu Majah 2/1207 dan Musnad Imam Ahmad 2/509. )
Kisah 1 : Demi kebaikanmu, wahai anakku
Di riwayatkan bahwa pada suatu malam, Shohabat Abdulloh bin Abbas رضي الله عنه sedang melaksanakan Qiyamul lail sedangkan putranya yang masih kecil tidur terlelap. Ketika beliau melihat putranya, beliau berkata, “Demi kebaikanmu, wahai anakku.”
Dan ketika membaca QS. Al-Kahfi ayat 82, “Sedangkan ayahnya adalah seorang yang sholih.” beliau menangis.
Sa’id bin Jubair juga pernah berkata, “Sesungguhnya aku betul-betul akan menambah sholatku untuk kebaikan putraku ini.” (Hilyatul Auliya’ : 4/279)
Kisah 2 : Indahnya saudara seiman
Diriwayatkan oleh Ka’ab Al-Ahbar رضي الله عنه bahwa beliau berkata, “Berapa banyak orang yang Qiyamul lail dikaruniai rasa syukur oleh Allah dan berapa banyak orang yang tidur terlelap diampuni oleh Allah; yaitu pada dua insan yang saling mencinta karena Allah. Kemudian salah seorang dari keduanya melaksanakan sholat malam lalu Allah meridhoi sholat dan do’anya sehingga Dia tidak menolak do’anya sedikitpun. Di sela-sela do'an tersebut, dia tertidur saudaranya yang tertidur dengan berdo’a, “Ya Allah, ampunilah saudaraku, fulan.” Allah pun mengampuni saudaranya padahal dia dalam keadaan tidur. (Hilyatul Auliya’ : 6/31 dan Al-Faiq karya Az-Zamahsyary : 3/234-235)
Kisah 3 : Anakku, Aku telah berbuat baik kepada kalian ketika kalian besar, ketika kalian masih kecil dan ketika kalian belum dilahirkan.”
Tabi’in yang mulia, Abul Aswad Ad-Du’ali yang di kenal sebagai Qodhi di bashroh dan pencetus ilmu nahwu yang meninggal pada tahun 69 H, pernah berkata kepada putra-putrinya, “Aku telah berbuat baik kepada kalian ketika kalian besar, ketika kalian masih kecil dan ketika kalian belum dilahirkan oleh ibu kalian.”
“Bagaimana ayah bisa berbuat baik kepada kami sebelum kami dilahirkan ?” tanya mereka keheranan.
“Aku telah memilih ibu yang tidak kalian cela untuk kalian.” Jawab beliau menerangkan. ( At-Tarikhul Kabir : 4/273, Al-‘Ibar Fi Khobarin Man Ghabar : 1/77, Al-Kamil Fit Tarikh : 4/91 dan Syadzarotud Dzahab : 1/76)
Kisah 4 : “Kami telah kehilangan moment untuk mendidik putra-putri kami.”
Ar-Roghib Al-Asfahani pernah berkisah, “Bahwa Kholifah Abbasiyah, Al-Manshur, mengutus seseorang kepada para tawanan dari kalangan bani Umayyah untuk menanyakan kondisi mereka, ‘Apa penderitaan paling berat yang kalian rasakan di dalam penjara ini ?’ “Kami telah kehilangan moment untuk mendidik putra-putri kami.” jawab mereka.
Kisah 5 : Pahala untuk ayahku
Seorang pemuda yang hidup pada abad ke 5 hijriyah pernah bercerita, “Saya mewajibkan sholat dua roka’at untuk diriku sendiri pada setiap malamnya dengan banyak membaca Al-Qur’an pada dua roka’at tersebut.
Dan aku hadiahkan pahala sholat dan tilawahku untuk ayahku, sehingga aku bermimpi melihat ayah sembari berkata kepadaku, ‘Jazaakallohu, Semoga Allah memberi balasan kebaikan kepadamu, wahai putraku. Sungguh, kebaikan dan apa saja yang engkau hadiahkan kepadaku telah sampai kepadaku.’ ( Mu’jamu As-Safar : 1/217 )
Kisah 6 : Tangisilah Akheratku
Di masa tabi'in, ada seorang ahli ibadah bashroh yang sedang menghadapi kematian, kemudian para kerabatnya datang menjenguk sedangkan dia kelihatan tersiksa dengan apa yang dialaminya, sehingga ayahnya menangis.
Ketika melihat ayahnya menangis, ahli ibadah ini bertanya, "Wahai ayah, apa yang membuatmu menangis ?"
“Wahai putraku, aku menangis karena akan kehilangan dirimu dan kepayahan yang sedang engkau rasakan.” Jawab Ayahnya.
Mendengar percakapan keduanya, ibunya pun ikut menangis juga.
"Wahai ibu yang penuh cinta dan kasih, apa yang membuatmu menangis tersedu sedan ?” tanya ahli ibadah bashroh ini.
Ibunya menjawab, “Wahai putraku, aku menangis karena akan berpisah denganmu dan aku bersedih karena akan merasa kesepian sepeninggalmu.”
Kemudian keluarga dan putra-putranya ikut menangis juga.
Melihat mereka menangis, ahli ibadah bertanya kepada mereka, "Wahai putra-putraku yang akan menjadi yatim sepeninggalku, apa yang membuat kalian menangis ?”
“Wahai ayah, kami menangis karena akan berpisah denganmu dan akan menjadi yatim sepeninggalmu.” Jawab putra-putranya.
Sang ahli ibadah pun berkata, “Dudukkanlah aku, dudukkanlah aku. Menurutku, kalian semua hanya menangisi duniaku. Tidakkah ada di antara kalian yang menangisi akheratku ? tidakkah ada di antara kalian yang menangis ketika Allah menelungkupkan wajahku ke dasar bumi ? tidakkah ada di antara kalian yang menangis karena pertanyaan malaikat munkar nakir yang ditujukan kepadaku ? tidakkah ada di antara kalian yang menangis ketika aku berdiri di hadapan Robbku, Allah Ta’ala ?”.
Kemudian beliau berteriak dengan teriakan yang keras lalu meninggal dunia. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. ( Shifatus Shofwah : 4/18 ).
Kisah 7 : Hati-hati dengan doa orang tua
Di riwayatkan dari Al-Hasan bin Ali رضي الله عنه bahwa beliau pernah bercerita, "Ketika aku dan ayah sedang melaksanakan thowaf di sekitar Ka'bah di malam yang gelap gulita, tepatnya di saat mata sudah terlelap tidur dan suasana sunyi sepi, tiba-tiba ayahku mendengar suara rintihan yang memelas dengan menyenandungkan do'a,
Duhai Dzat yang menjawab do'a orang yang berada dalam kesulitan di kegelapan malam
Wahai Dzat yang menyingkap mudhorot, musibah dan penyakit
Utusan yang mendatangimu di sekitar Ka'bah telah tidur lalu mereka terjaga
Namun mata-Mu tidak pernah tidur, wahai Dzat yang Maha selalu mengurusi hamba-Nya
Dengan kedermawanan-Mu, karuniakanlah ampunan-Mu atas dosa-dosa hamba
Wahai Dzat yang d tuju oleh seluruh hamba yang pergi ke tanah haram
Jika ampunan-Mu tidak bisa di raih oleh orang yang melampaui batas
Maka siapakah yang dengan kedermawanannya mampu memberikan ampunan kepada orang-orang yang bergelimang dosa?
Maka ayah berkata kepadaku, "Tolong cari orang yang mengucapkan do'a tersebut."
Akupun pergi mendatanginya sembari berkata, 'penuhilah panggilan Amirul mukminin !'
Lalu dia pergi menghadap Amirul mukminin dengan menarik setengah bagian tubuhnya sebelah kanan karena lumpuh, hingga sampai di hadapan Ayah.
Ayahku bertanya, "Aku telah mendengar keluh kesahmu, maka ceritakanlah kepadaku perihal musibah apa yang menimpamu ?"
Dia pun bercerita, 'Aku adalah seorang laki-laki yang menyibukkan diri dengan lumpuran dosa dan maksiat dan ayahku selalu menasehatiku, "Hati-hatilah terhadap kesalahan dan ketergelinciran di masa muda karena Allah memiliki kekuasaan dan amarah yang tidak akan jauh dari orang-orang yang berbuat dzolim.” Ketika ayah berulang-ulang menasehatiku dengan nasehat tersebut, aku memukulnya dengan pukulan yang amat keras, lalu ayah bersumpah dengan nama Allah dan dengan penuh kesungguhan bahwa beliau benar-benar akan mendatangi Baitulloh Al-Haram kemudian menggantungkan dirinya kepada Allah di tabir-tabir ka'bah untuk mendo'akan kecelakaan bagiku.
Akhirnya Ayah pergi keluar hingga sampai di Baitul Haram lalu bersimpuh di tabir-tabir ka'bah dan berdo'a di sana. Belum selesai lantunan do'anya, bagian tubuhku yang sebelah kanan tidak bisa bergerak –terkena lumpuh pada setengah tubuhnya -.
Akupun menyesali perbuatan yang ku lakukan terhadap ayahku. Aku pun berusaha membujuk agar ayah menaruh iba dan meridhoiku, sehingga beliau menjamin akan mendo'akan kesembuhan bagiku sebagaimana beliau mendo'akan kecelakaan bagiku di Ka'bah.
Akupun mempersiapkan onta untuk ayah dan menaikkan beliau di atas onta namun malang nian, onta tersebut lari dan menjatuhkan ayah di antara dua batu besar sehingga beliau meninggal dunia.
Mendengar alur ceritanya, Ali bin Abi Tholib رضي الله عنه berkata kepadanya, "Bergembiralah, karena pertolongan Allah telah datang kepadamu."
Al-Hasan melanjutkan ceritanya, “Kemudian ayah berdiri untuk melaksanakan sholat dua roka'at lalu memerintahkan pemuda tersebut untuk menyingkapkan tubuh bagian kanannya yang lumpuh, dengan tangannya. Ayahku langsung mendo'akan kesembuhan baginya berulang-berulang kali. Sehingga dia kembali sehat sebagaimana semula.”
Kemudian ayah berkata kepadanya, "Kalau kamu tidak bersumpah bahwa ayahmu ridho kepadamu, aku tidak akan berdo'a untuk kesembuhanmu."
Ali juga pernah berkata, "Hati-hatilah kalian terhadap do'anya ke dua orang tua karena do'a mereka bisa menambah rizki dan memulihkan penyakit atau mendatangkan kebinasaan dan mengundang malapetaka.. (Thobaqotus Syafi'iyyah Al-Kubro : 2/328-329 dan At-Tawwabin : 1/237-241).
Kisah 8 : Barokah nasehat anak shaleh
Dan di riwayatkan juga bahwa As-Surry bin Muflis As-Saqothi membacakan ayat-ayat Al-Qur’an kepada gurunya, yaitu ayat
وَنَسُوقُ الْمُجْرِمِينَ إِلَى جَهَنَّمَ وِرْدًا {86}
"Dan kami menghalau orang-orang yang durhaka ke neraka jahannam dalam keadaan dahaga." ( QS. Maryam : 86 )
Kemudian As-Surry bertanya kepada gurunya, "Wahai ustadz, apa itu Al-Wirdu."
"Saya tidak tahu." Jawab gurunya.
As –Surry melanjutkan ayat setelahnya,
لاَيَمْلِكُونَ الشَّفَاعَةَ إِلاَّ مَنِ اتَّخَذَ عِندَ الرَّحْمَنِ عَهْدًا {87}
“Mereka tidak berhak mendapat syafa’at kecuali orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi Allah Yang Maha Pemurah.” ( QS. Maryam : 87 )
Dan bertanya, "Wahai ustadz, apa makna dari Al-Ahdu ?"
"Saya tidak tahu." Jawab gurunya lagi.
Akhirnya, As-Surry menghentikan bacaannya dan berkata dengan lantang, "Kalau anda tidak tahu, mengapa anda menipu manusia ?"
Gurunya pun memukul As-Surry yang di anggap telah berbuat lancang.
"Wahai ustadz, tidak cukupkah kebodohan dan ketertipuan yang ada pada diri anda sehingga anda menambahnya dengan kedzoliman dan penganiayaan !" Jelas As-Surry
Kemudian sang guru sadar akan kekeliruannya dan meminta kehalalan apa yang telah dia lakukan kepada muridnya, As-Surry. Sang guru juga bertobat kepada Allah dan menuntut ilmu lagi.
Setelah beberapa waktu, Gurunya tersebut berkata, "As-Surry telah membebaskan aku dari kebodohan. ( Anba'u Nujaba'il Abna' : 146-148 ).
Kisah 9 : Bebaskan ayahmu dari neraka nak…
Kebiasaan Umar bin Abdul Aziz Rohimahulloh setelah melaksanakan sholat Isya', menemui putri-putrinya dengan memberi salam kepada mereka. Pada suatu malam, ketika beliau datang, putrid-putrinya meletakkan tangan-tangan mereka di mulut, kemudian mereka buru-buru pergi ke dekat pintu untuk menjauh dari Umar bin Abdul Aziz.
Melihat tingkah laku mereka, Umar bertanya kepada pengasuhnya, "Kenapa mereka berbuat demikian ?"
"Mereka tidak memiliki makan malam kecuali hanya kacang adas dan bawang merah sehingga mereka tidak suka kalau anda sampai mencium bau tak sedap dari mulut-mulut mereka" Jawab sang pengasuh.
Setelah mendengar hal tersebut, Umar menangis kemudian berkata kepada mereka, "Wahai putri-putriku, jika kalian bisa makan dengan berbagai macam menu makanan, maka itu tidak akan memberi manfaat kepada kalian bila dengan hal tersebut ayah kalian di perintahkan untuk masuk neraka."
Merekapun menangis hingga suara mereka meninggi. Kemudian Umar pergi meninggalkan mereka. ( Siyaru A'lamin Nubala' : 1/54 )
Kisah 10 : Anakku, ingatlah si empunya roti
Ketika Abu Musya Al-Asy'ari ingin meninggal dunia, beliau memanggil putra-putranya seraya berkisah kepada mereka, "Wahai putra-putraku, Ingatlah selalu kisah si empunya roti."
Beliau melanjutkan, "Dahulu, dari kalangan bani isro'il terdapat seorang laki-laki yang beribadah kepada Allah di sinagog selama 70 tahun. Lalu syetan berusaha menggodanya dengan menjelma menjadi seorang perempuan yang rupawan nan cantik jelita.
Lelaki tersebut tinggal bersama perempuan ini selama 7 malam secara tidak halal. Setelah itu, aibnya tersingkap. Lalu dia pergi meninggalkan perkampungannya untuk bertaubat kepada Allah.
Setiap menginjakkan satu langkah kaki, dia selalu sholat dan sujud. Hingga datangnya malam membuatnya menginap di sebuah gubuk yang dihuni oleh 12 orang-orang miskin.
Dia langsung menyelusup di antara dua orang miskin. Dan kebetulan pada waktu malam hari, seorang rahib membawa dan memberikan 12 roti sesuai dengan jumlah orang-orang miskin yang bertempat tinggal di sana.
Rohib tersebut membagi satu persatu hingga roti tersebut habis. Namun ada satu orang miskin yang datang terlambat, dia tidak mendapat roti. Lalu bertanya kepada rohib, "Mengapa kamu tidak memberikan roti kepadaku ?"
Sang rohib menjawab, "Apakah kamu melihat aku masih membawa dan menahannya darimu ? Tanyakan kepada mereka, apakah ada di antara mereka yang aku beri dua roti ?"
"Tidak." Jawab mereka secara serempak.
Rohib berkata lagi, "Apakah kamu melihatku menahannya darimu. Demi Allah, aku tidak akan memberimu apa-apa malam ini."
Kemudian ahlul ibadah yang sejak tadi mendengar percakapan mereka berdua, langsung memberikan rotinya kepada lelaki yang tidak mendapat rotinya. Ketika hari memasuki waktu pagi, ternyata ahlul ibadah yang bertaubat tersebut meninggal dunia.
Abu Musa Al-Asy'ari melanjutkan kisahnya, "Lalu ibadah yang dia kerjakan selama 70 puluh tahun di timbang dengan dosa yang dia lakukan selama 7 malam. Ternyata, dosa yang dia kerjakan selama 7 malam lebih berat dari pada ibadahnya selama 70 tahun. Kemudian roti yang dia berikan kepada orang miskin ditimbang dengan dosanya selama 7 malam. Ajaibnya, pahala roti yang dia berikan lebih berat timbangannya dari pada dosa yang dia lakukan selama 7 malam."
Setelah selesai berkisah, Abu Musa menasehati putra-putranya, "Wahai putra-putraku, Ingatlah selalu kisah si empunya roti…( Shifatus Shofwah : 1/ 561-562 -dengan sedikit perubahan.)
Kisah 11 : Kebahagiaan tidak terkira
Pada suatu hari Ma'ruf Al-Kurkhy –abid Baghdad yang wafat pada 200 H- duduk di tepian sungai dajlah yang terletak di kota Baghdad sambil berbincang-bincang dengan para sahabatnya, tiba-tiba ada sebagian pemuda yang melewati mereka dengan mengendarai sampan sembari mendendangkan alat-alat musik dan meminum khomer.
Para sahabat Ma'ruf berkata kepada beliau, "Tidakkah kamu melihat, mereka berada di sungai ini untuk bermaksiat kepada Allah, maka berdo'alah untuk kebinasaan mereka.”
Ma'ruf Al-Kurkhy pun mengangkat tangannya ke langit dan berdo'a, "Ya Allah, ya Tuhanku…., aku memohon kepada-Mu agar Engkau memberikan kebahagiaan kepada mereka di jannah sebagaimana Engkau memberikan kebahagiaan kepada mereka di dunia."
Para sahabatnya mencela Ma'ruf dengan berkata, "Kami hanya menginginkan agar anda mendo'akan kecelakaan buat mereka bukan malah mendo'akan kebaikan untuk mereka."
"Jika Allah memberikan kebahagiaan mereka di akherat, Allah akan memberi pintu taubat bagi mereka ketika di dunia. Dan hal itu tidak memberikan mudhorot bagi kalian." Jawab Ma’ruf. ( Shifatus Shofwah : 2/321 )
Kisah 12 : Doa ayah untuk anaknya
Di riwayatkan bahwa Fudhoil bin Iyadh, abidul Haramain, pernah mendo'akan untuk kebaikan putranya, Ali dengan do'a, "Ya Allah, sesungguhnya aku telah bersungguh-sungguh untuk mendidik putraku, Ali namun aku tidak mampu untuk mendidiknya maka didiklah dia untukku, ya Allah."
Allah pun mengabulkan do'a beliau sehingga putra beliau, Ali menjadi ahli ibadah, zuhud, waro' dan bertaqwa. ( Siyaru A'lamin Nubala' : 8/445 dan Hilyatul Auliya' : 8/299 )
Kisah 13 : Menghargai Hadits Nabi.
Seorang pakar hadits yang terkenal zuhud, Ibrohim bin Adham berkata, “Ayah pernah berkata kepadaku, “Wahai putraku, carilah hadits Nabawi. Setiap hadits yang kamu dengar dan kamu hafalkan akan aku ganti dengan satu dirham." Lalu aku mencari hadits karena perintah ini… ( Lihat, Syarofu Ashabil Hadits, halaman : 10 )
Dikisahkan juga bahwa di kota Baghdad ada seorang pakar hadits, Amir bin Ashim yang hidup pada masa Abad 2 hijriyah. Beliau menceritakan pengalamannya dalam memburu hadits Nabi dengan berkata, “Ayahku akan membayar 100.000 dirham dan akan membelikan satu binatang tunggangan yang senilai dengan 1000 dirham kepadaku.”
Ayahku juga pernah berkata, “Pergilah memburu hadits Nabi hingga aku tidak melihat wajahmu kecuali engkau kembali dengan membawa 100.000 hadits Nabawi yang mulia.”
Ali bin Ashim melanjutkan kisahnya, “Aku pun melalang buana untuk mencari hadits Nabi hingga aku kembali dengan membawa 100.000 hadits untuk ayahku. (Al-Muntadzom : 10/103, Tarikhu Baghdad : 11/447 dan Al-Ansab : 4/473 )
.
Kisah 14 : Anakku, Hati-hatilah dengan Doa Orang yang Terdzalimi
Dahulu, Yahya Al-Barmaki adalah seorang menteri yang memiliki kekuasaan dan kekuatan di masa Kholifah Harun Ar-Rosyid. Kemudian kondisinya berubah, beliau dan putra-putranya masuk ke dalam penjara. Di kisahkan bahwa putra Yahya berkata kepada ayah dan orang yang berada dalam penjara dalam keadaan di borgol, “Wahai Ayah, setelah berkuasa memerintah dan melarang serta berkuasa dalam memegang harta, kita menjadi seperti ini…?"
Sang ayah, Yahya menjawab dengan bijak, “Wahai putraku, do’a orang terdzolimi yang bersembunyi di kegelapan malam lah yang membuat kita demikian. Kita mungkin lupa dengan do’a mereka namun Allah tidak akan pernah lalai akan do’a-do’a mereka. ( Siyaru A’lamin Nubala’ : 9/60-61 ) .
Kisah 15 : Apa Cita-citamu ?
Pada suatu hari, Umar bin Khottob رضي الله عنه berkata kepada orang-orang yang berada di sekitar beliau, “Ungkapkanlah harapan-harapan dan cita-cita kalian !”
Sebagian dari mereka berkata, “Saya berharap kalau seandainya rumah ini di penuhi dengan emas sehingga saya bisa menginfakkannya di jalan Allah.”
Umar رضي الله عنه berkata lagi, “Ungkapkanlah harapan-harapan dan cita-cita kalian !”
Lalu seorang laki-laki yang lain berkata dengan mantap, “Saya berharap kalau rumah ini penuh dengan intan, berlian dan permata, sehingga saya bisa menginfakkan dan mensedekahkannya di jalan Allah."
Sampai di sini, Umar bin Khottob رضي الله عنه berkata, “Saya berharap kalau seandainya rumah ini dipenuhi oleh para lelaki semisal Abu Ubaidah bin Jaroh, Muadz bin Jabal, Salim maula Abu Hudzaifah dan Hudzaifah bin Yaman رضي الله عنهم . ( Fadhoilus Shohabah : 2/740, Hilyatul Auliya’ : 1/102, Siyaru A’lamin Nubala’ : 1/14 dan Sifatush Sofwah : 1/367-368 )
Kisah 16 : Persiapkanlah Bekalmu, wahai anakku…
Ada orang sholih yang berkata bijak kepada putranya, “Wahai putraku, hanyasanya engkau hanyalah kumpulan hari-hari yang berbilang. Jika sebagian harimu hilang maka seluruh hidupmu juga ikut hilang. Wahai putraku, ketahuilah bahwa para penghuni kubur sedang menunggumu di antara waktu yang satu dengan waktu yang lain, maka waspadalah, jangan sampai kamu pergi menyusul mereka tanpa membawa perbekalan…”
Kisah 17 : Karena Surat Al-Fatihah Begitu Berharga….
Ketika Hammad bin Abu Hanifah menguasai surat Al-Fatihah dengan baik, Abu Hanifah memberi uang 500 dirham kepada gurunya padahal harga satu kambing pada saat itu adalah satu dirham. Sang guru menganggap bahwa apa yang di berikan oleh Abu Hanifah terlampau banyak karena dia tidak mengajari putranya kecuali hanya surat Al-Fatihah.
Maka Abu Hanifah berkata, “Janganlah kamu menganggap remeh perihal apa yang telah engkau ajarkan kepada putraku. Kalau seandainya kami memiliki dirham yang lebih banyak dari yang kami berikan niscaya kami akan memberikannya kepadamu juga demi menghormati Al-Qur’an. ( Fathu Babil ‘Inayah yang di tahqiq oleh Abdul Fattah Abu Ghuddah, Hal : 19 )
.
Jazakumullah, Ibnu Abdul Bari el-‘Afifi. Semoga bermanfaat.
Disadur dari buku Syahrun Wahid li Tarbiyati Jilin Wa’id
karya Abdulloh Muhammad Abdul Mu'thi
24 November 2009
Siapa Pencetus Pertama Istilah Wahhabi ?
Suatu hal yang jelas bahwa Inggris merupakan negara barat pertama yang cukup interest menggelari dakwah ini dengan “Wahhabisme”, alasannya karena dakwah ini mencapai wilayah koloni Inggris yang paling berharga, yaitu India. Banyak ‘ulamâ` di India yang memeluk dan menyokong dakwah Imâm Ibn ‘Abdil Wahhâb. Juga, Inggris menyaksikan bahwa dakwah ini tumbuh subur berkembang dimana para pengikutnya telah mencakup sekelompok ‘ulamâ` ternama di penjuru dunia Islâm. Selama masa itu, Inggris juga mengasuh sekte Qâdhiyânî dalam rangka untuk mengganti mainstream ideologi Islam. Mereka berhasrat untuk memperluas wilayah kekuasaan mereka di India dengan mengandalkan sebuah sekte ciptaan mereka sendiri, Qâdhiyânî, yaitu sekte yang diciptakan, diasuh dan dilindungi oleh Inggris. Sekte yang tidak menyeru jihad untuk mengusir kolonial Inggris yang berdiam di India.
Oleh karena itulah, ketika dakwah Imâm Ibn ‘Abdil Wahhâb mulai menyebar di India, dan dengannya datanglah slogan jihad melawan penjajah asing, Inggris menjadi semakin resah. Mereka pun menggelari dakwah ini dan para pengikutnya sebagai ‘Wahhâbi’ dalam rangka untuk mengecilkan hati kaum muslimin di India yang ingin turut bergabung dengannya, dengan harapan perlawanan terhadap penjajah Inggris tidak akan menguat kembali. Banyak ‘Ulamâ` yang mendukung dakwah ini ditindas, beberapa dibunuh dan lainnya dipenjara.
Suatu hal yang perlu dicatat, di dalam surat-surat dan laporan-laporan yang dikirimkan kepada ayah tirinya dan pemerintahan ‘Utsmâniyyah (Ottomans), Ibrâhîm Basyâ (Pasha), anak angkat Muhammad ‘Alî Basyâ (Pasha), juga menggunakan istilah ‘Wahhâbi, Khowârij dan Bid’ah (Heretics)’ untuk menggambarkan dakwah Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb dan Negara Saudî. Hal ini, tentu saja, terjadi sebelum Ibrâhîm Basyâ memberontak dan menyerang khilâfah ‘Utsmâniyyah dan hampir saja menghancurkannya di dalam proses pemberontakannya. Dr. Nâshir Tuwaim mengatakan :
“Kaum Orientalis terdahulu, menggunakan istilah ‘Wahhâbiyyah, Wahhâbî, Wahhâbis’ di dalam artikel-artikel dan buku-buku mereka untuk menyandarkan (menisbatkan) istilah ini kepada gerakan dan pengikut Syaikh Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb. Beberapa diantara mereka bahkan memperluasnya dengan memasukkan istilah ini sebagai judul buku mereka, semisal Burckhardt, Brydges dan Cooper, atau sebagai judul artikel mereka, seperti Wilfred Blunt, Margoliouth, Samuel Zwemer, Thomas Patrick Hughes, Samalley dan George Rentz. Mereka melakukan hal ini walaupun sebagian dari mereka mengakui bahwa musuh-musuh dakwah ini menggunakan istilah ini untuk menggambarkannya, padahal para pengikut Syaikh Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb tidak menyandarkan diri mereka kepada istilah ini.
- Margoliouth sebagai contohnya, ia mengaku bahwa istilah ‘Wahhâbiyyah” digunakan oleh musuh-musuh dakwah selama masa hidup ‘pendiri’-nya, kemudian digunakan secara bebas oleh orang-orang Eropa. Walau demikian, ia menyatakan bahwa istilah ini tidak digunakan oleh para pengikut dakwah ini di Jazîrah ‘Arab. Bahkan, mereka menyebut diri mereka sendiri sebagai “Muwahhidŭn”.
- Thomas Patrick Hughes menggambarkan “Wahhâbiyyah” sebagai gerakan reformis Islâm yang didirikan oleh Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb, yang menyatakan bahwa musuh-musuh mereka tidak mau menyebut mereka sebagai “Muhammadiyyah” (Muhammadans), malahan, mereka menyebutnya sebagai ‘Wahhâbî’, sebuah nama setelah namanya ayahnya Syaikh….
- George Rentz mengatakan bahwa istilah ‘Wahhâbî’ digunakan untuk mengambarkan para pengikut Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhâb oleh musuh-musuh mereka sebagai ejekan bahwa Syaikh mendirikan sebuah sekte baru yang harus dihentikan dan aqidahnya ditentang. Mereka yang disebut dengan sebutan ‘Wahhâbî’ ini beranggapan bahwa Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhâb hanyalah seorang pengikut Sunnah, oleh karena itulah mereka menolak istilah ini dan bahkan menuntut agar dakwah beliau disebut dengan ‘ad-Da’wah ila’t Tauhîd’, dimana istilah yang tepat untuk menggambarkan para pengikutnya adalah ‘Muwahhidŭn’…. Rentz juga mengatakan bahwa, para penulis barat ketika menggunakan istilah ‘Wahhâbî’ adalah dengan maksud ejekan, ia juga menyatakan bahwa ia menggunakan istilah itu sebagai klarifikasi.
Biar bagaimanapun, siapa saja yang menggunakan istilah ini , baik dari masa lalu sampai saat ini, telah melakukan beberapa kesalahan, diantaranya :
- Mereka menyebut dakwah Muhammad bin ‘Abdul Wahhâb sebagai ‘Wahhâbiyyah’, walaupun dakwah ini tidak dimulai oleh ‘Abdul Wahhâb, namun oleh puteranya Muhammad.
- Pada awalnya, ‘Abdul Wahhâb tidak menyetujui dakwah puteranya dan menyanggah beberapa ajaran puteranya. Walau demikian, tampak pada akhir kehidupannya bahwa beliau akhirnya menyetujui dakwah puteranya. Semoga Alloh merahmatinya.
Musuh-musuh dakwah, tidak menyebut dakwah ini dengan sebutan Muhammadiyyah –terutama semenjak Muhammad, bukan ayahnya, ‘Abdul Wahhâb, memulai dakwah ini- karena dengan menyebutkan kata ini, Muhammad, mereka bisa mendapatkan simpati dan dukungan dakwah, ketimbang permusuhan dan penolakan.
Istilah “Wahhâbi”, dimaksudkan sebagai ejekan dan untuk meyakinkan kaum muslimin supaya tidak mengambil ilmu atau menerima dakwah Muhammad ibn ‘Abdul Wahhâb, yang telah digelari oleh mereka sebagai mubtadi’ (ahli bid’ah) yang tidak mencintai Rasulullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam. Walaupun demikian, penggunaan istilah ini telah menjadi sinonim dengan seruan (dakwah) untuk berpegang al-Qur`ân dan as-Sunnah dan suatu indikasi memiliki penghormatan yang luar biasa terhadap salaf, yang berdakwah untuk mentauhîdkan Allôh semata serta memerintahkan untuk mentaati semua perintah Rasulullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam.
Hal ini adalah kebalikan dari apa yang dikehendaki oleh musuh-musuh dakwah. Pada belakang hari, banyak musuh-musuh dakwah Imam Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb akhirnya menjadi kagum terhadap dakwah dan memahami esensi dakwahnya yang sebenarnya, melalui membaca buku-buku dan karya-karyanya. Mereka mempelajari bahwa dakwah ini adalah dakwah Islam yang murni dan terang, yang Alloh mengutus semua Nabi-Nya ‘alaihim`us Salâm untuknya (untuk dakwah tauhîd ini).
Menggunakan istilah ‘Wahhâbiyyah’ ini, tidak akan menghentikan penyebaran dakwah ini ke seluruh penjuru dunia. Bahkan pada kenyataannya, walaupun berada di tengah-tengah dunia barat, banyak kaum muslimin yang mempraktekkan Islam murni ini, yang mana Imâm Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb secara antusias mendakwahkannya dan menjadikannya sebagai misi dakwah beliau. Semua ini disebabkan karena tidak ada seorangpun yang dapat mengalahkan al-Qur`ân dan as-Sunnah, tidak peduli sekuat apapun seseorang itu.
Perlu dicatat pula, bahwa diantara karakteristik mereka yang berdakwah kepada tauhîd adalah, adanya penghormatan yang sangat besar terhadap al-Qur`ân dan sunnah Nabi. Mereka dikenal sebagai kaum yang mendakwahkan untuk berpegang kuat dengan hukum Islam, memurnikan (tashfiyah) dan mendidik (tarbiyah) bahwa peribadatan hanya milik Allôh semata serta memberikan respek terhadap para sahabat nabî dan para ‘ulamâ` Islâm. Mereka adalah kaum yang dikenal sebagai orang yang lebih berilmu di dalam masalah ilmu Islam secara mendetail daripada kebanyakan orang selain mereka. Telah menjadi suatu pengetahuan umum bahwa dimana saja ada seorang salafî bermukim, kelas-kelas yang mengajarkan ilmu sunnah tumbuh subur. Sekiranya istilah “Wahhâbî” ini digunakan untuk para pengikut dakwah, bahkan sekalipun dimaksudkan untuk mengecilkan hati ummat agar tidak mau menerima dakwah mereka, tetaplah salah baik dulu maupun sekarang, menyebut dakwah ini dengan sebutan “Wahhâbiyyah”.
Imâm Muhammad ibn ‘Abdul Wahhâb berdakwah menyeru kepada jalan Rasulullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam dan para sahabat nabi, beliau tidak berdakwah menyeru kaum muslimin supaya menjadi pengikutnya. Dakwah beliau bukanlah sebuah aliran/sekte baru, namun dakwah beliau adalah kesinambungan warisan dakwah yang dimulai dari generasi pertama Islam dan mereka yang mengikuti jalan mereka dengan lebih baik.
======
Oleh: Jalâl Abŭ Alrub dan Alâ Mencke (ed.), Biography and Mission of Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb (Orlando, Florida: Madinah Publisher, 1424/2003), hal. 677-81.
Oleh karena itulah, ketika dakwah Imâm Ibn ‘Abdil Wahhâb mulai menyebar di India, dan dengannya datanglah slogan jihad melawan penjajah asing, Inggris menjadi semakin resah. Mereka pun menggelari dakwah ini dan para pengikutnya sebagai ‘Wahhâbi’ dalam rangka untuk mengecilkan hati kaum muslimin di India yang ingin turut bergabung dengannya, dengan harapan perlawanan terhadap penjajah Inggris tidak akan menguat kembali. Banyak ‘Ulamâ` yang mendukung dakwah ini ditindas, beberapa dibunuh dan lainnya dipenjara.
Suatu hal yang perlu dicatat, di dalam surat-surat dan laporan-laporan yang dikirimkan kepada ayah tirinya dan pemerintahan ‘Utsmâniyyah (Ottomans), Ibrâhîm Basyâ (Pasha), anak angkat Muhammad ‘Alî Basyâ (Pasha), juga menggunakan istilah ‘Wahhâbi, Khowârij dan Bid’ah (Heretics)’ untuk menggambarkan dakwah Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb dan Negara Saudî. Hal ini, tentu saja, terjadi sebelum Ibrâhîm Basyâ memberontak dan menyerang khilâfah ‘Utsmâniyyah dan hampir saja menghancurkannya di dalam proses pemberontakannya. Dr. Nâshir Tuwaim mengatakan :
“Kaum Orientalis terdahulu, menggunakan istilah ‘Wahhâbiyyah, Wahhâbî, Wahhâbis’ di dalam artikel-artikel dan buku-buku mereka untuk menyandarkan (menisbatkan) istilah ini kepada gerakan dan pengikut Syaikh Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb. Beberapa diantara mereka bahkan memperluasnya dengan memasukkan istilah ini sebagai judul buku mereka, semisal Burckhardt, Brydges dan Cooper, atau sebagai judul artikel mereka, seperti Wilfred Blunt, Margoliouth, Samuel Zwemer, Thomas Patrick Hughes, Samalley dan George Rentz. Mereka melakukan hal ini walaupun sebagian dari mereka mengakui bahwa musuh-musuh dakwah ini menggunakan istilah ini untuk menggambarkannya, padahal para pengikut Syaikh Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb tidak menyandarkan diri mereka kepada istilah ini.
- Margoliouth sebagai contohnya, ia mengaku bahwa istilah ‘Wahhâbiyyah” digunakan oleh musuh-musuh dakwah selama masa hidup ‘pendiri’-nya, kemudian digunakan secara bebas oleh orang-orang Eropa. Walau demikian, ia menyatakan bahwa istilah ini tidak digunakan oleh para pengikut dakwah ini di Jazîrah ‘Arab. Bahkan, mereka menyebut diri mereka sendiri sebagai “Muwahhidŭn”.
- Thomas Patrick Hughes menggambarkan “Wahhâbiyyah” sebagai gerakan reformis Islâm yang didirikan oleh Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb, yang menyatakan bahwa musuh-musuh mereka tidak mau menyebut mereka sebagai “Muhammadiyyah” (Muhammadans), malahan, mereka menyebutnya sebagai ‘Wahhâbî’, sebuah nama setelah namanya ayahnya Syaikh….
- George Rentz mengatakan bahwa istilah ‘Wahhâbî’ digunakan untuk mengambarkan para pengikut Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhâb oleh musuh-musuh mereka sebagai ejekan bahwa Syaikh mendirikan sebuah sekte baru yang harus dihentikan dan aqidahnya ditentang. Mereka yang disebut dengan sebutan ‘Wahhâbî’ ini beranggapan bahwa Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhâb hanyalah seorang pengikut Sunnah, oleh karena itulah mereka menolak istilah ini dan bahkan menuntut agar dakwah beliau disebut dengan ‘ad-Da’wah ila’t Tauhîd’, dimana istilah yang tepat untuk menggambarkan para pengikutnya adalah ‘Muwahhidŭn’…. Rentz juga mengatakan bahwa, para penulis barat ketika menggunakan istilah ‘Wahhâbî’ adalah dengan maksud ejekan, ia juga menyatakan bahwa ia menggunakan istilah itu sebagai klarifikasi.
Biar bagaimanapun, siapa saja yang menggunakan istilah ini , baik dari masa lalu sampai saat ini, telah melakukan beberapa kesalahan, diantaranya :
- Mereka menyebut dakwah Muhammad bin ‘Abdul Wahhâb sebagai ‘Wahhâbiyyah’, walaupun dakwah ini tidak dimulai oleh ‘Abdul Wahhâb, namun oleh puteranya Muhammad.
- Pada awalnya, ‘Abdul Wahhâb tidak menyetujui dakwah puteranya dan menyanggah beberapa ajaran puteranya. Walau demikian, tampak pada akhir kehidupannya bahwa beliau akhirnya menyetujui dakwah puteranya. Semoga Alloh merahmatinya.
Musuh-musuh dakwah, tidak menyebut dakwah ini dengan sebutan Muhammadiyyah –terutama semenjak Muhammad, bukan ayahnya, ‘Abdul Wahhâb, memulai dakwah ini- karena dengan menyebutkan kata ini, Muhammad, mereka bisa mendapatkan simpati dan dukungan dakwah, ketimbang permusuhan dan penolakan.
Istilah “Wahhâbi”, dimaksudkan sebagai ejekan dan untuk meyakinkan kaum muslimin supaya tidak mengambil ilmu atau menerima dakwah Muhammad ibn ‘Abdul Wahhâb, yang telah digelari oleh mereka sebagai mubtadi’ (ahli bid’ah) yang tidak mencintai Rasulullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam. Walaupun demikian, penggunaan istilah ini telah menjadi sinonim dengan seruan (dakwah) untuk berpegang al-Qur`ân dan as-Sunnah dan suatu indikasi memiliki penghormatan yang luar biasa terhadap salaf, yang berdakwah untuk mentauhîdkan Allôh semata serta memerintahkan untuk mentaati semua perintah Rasulullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam.
Hal ini adalah kebalikan dari apa yang dikehendaki oleh musuh-musuh dakwah. Pada belakang hari, banyak musuh-musuh dakwah Imam Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb akhirnya menjadi kagum terhadap dakwah dan memahami esensi dakwahnya yang sebenarnya, melalui membaca buku-buku dan karya-karyanya. Mereka mempelajari bahwa dakwah ini adalah dakwah Islam yang murni dan terang, yang Alloh mengutus semua Nabi-Nya ‘alaihim`us Salâm untuknya (untuk dakwah tauhîd ini).
Menggunakan istilah ‘Wahhâbiyyah’ ini, tidak akan menghentikan penyebaran dakwah ini ke seluruh penjuru dunia. Bahkan pada kenyataannya, walaupun berada di tengah-tengah dunia barat, banyak kaum muslimin yang mempraktekkan Islam murni ini, yang mana Imâm Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb secara antusias mendakwahkannya dan menjadikannya sebagai misi dakwah beliau. Semua ini disebabkan karena tidak ada seorangpun yang dapat mengalahkan al-Qur`ân dan as-Sunnah, tidak peduli sekuat apapun seseorang itu.
Perlu dicatat pula, bahwa diantara karakteristik mereka yang berdakwah kepada tauhîd adalah, adanya penghormatan yang sangat besar terhadap al-Qur`ân dan sunnah Nabi. Mereka dikenal sebagai kaum yang mendakwahkan untuk berpegang kuat dengan hukum Islam, memurnikan (tashfiyah) dan mendidik (tarbiyah) bahwa peribadatan hanya milik Allôh semata serta memberikan respek terhadap para sahabat nabî dan para ‘ulamâ` Islâm. Mereka adalah kaum yang dikenal sebagai orang yang lebih berilmu di dalam masalah ilmu Islam secara mendetail daripada kebanyakan orang selain mereka. Telah menjadi suatu pengetahuan umum bahwa dimana saja ada seorang salafî bermukim, kelas-kelas yang mengajarkan ilmu sunnah tumbuh subur. Sekiranya istilah “Wahhâbî” ini digunakan untuk para pengikut dakwah, bahkan sekalipun dimaksudkan untuk mengecilkan hati ummat agar tidak mau menerima dakwah mereka, tetaplah salah baik dulu maupun sekarang, menyebut dakwah ini dengan sebutan “Wahhâbiyyah”.
Imâm Muhammad ibn ‘Abdul Wahhâb berdakwah menyeru kepada jalan Rasulullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam dan para sahabat nabi, beliau tidak berdakwah menyeru kaum muslimin supaya menjadi pengikutnya. Dakwah beliau bukanlah sebuah aliran/sekte baru, namun dakwah beliau adalah kesinambungan warisan dakwah yang dimulai dari generasi pertama Islam dan mereka yang mengikuti jalan mereka dengan lebih baik.
======
Oleh: Jalâl Abŭ Alrub dan Alâ Mencke (ed.), Biography and Mission of Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb (Orlando, Florida: Madinah Publisher, 1424/2003), hal. 677-81.
Suara Hati Ibu dan Ayah..........., ANAKKU, AKU MENCINTAIMU
Anakku yang ku sayangi….
Pada suatu saat di kala kamu menyadari bahwa aku telah menjadi sangat tua, cobalah berlaku sabar dan cobalah mengerti aku
Jika banyak makanan yang tercecer di kala aku makan…
Jika aku mendapat kesulitan dalam mengenakan pakaianku sendiri….sabarlah !
Jika aku mengulang hal yang sama berpuluh kali, jangan menghentikanku ! Dengarlah aku !
Ketika kau masih kecil, kau selalu memintaku membacakanmu cerita yang sama berulanga-ulang, dari malam yang satu ke malam yang lain hingga kau tertidur. Dan aku lakukan itu untukmu !
Jika aku enggan mandi, jangan memarahiku dan jangan bilang kepadaku bahwa itu memalukan.
Ingatlah berapa banyak pengertian yang ku berikan padamu menyuruhmu mandi di kala kecilmu.
By seeing my ignorance towards the new technologies, do not laugh of me but leave me rather the time to undeerstand
Aku mengajarimu banyak hal…..cara makan yang baik…cara berpakaian yang baik….berperilaku yang baik….bagaimana menghadapi problem dalam kehidupan……
Jika terkadang aku menjadi pelupa dan aku tidak dapat mengerti dan mengikuti pembicaraan, beri aku waktu untuk mengingat dan jika aku gagal melakukannya jangan sombong dan memarahiku,
karena yang penting bagiku adalah…..aku dapat bersamamu dan dapat berbicara denganmu
Jika aku tak mau makan, jangan paksa aku !
Aku tahu bilamana aku lapar dan kapan aku tidak lapar.
Ketika kakiku tak lagi mampu menyangga tubuhku, untuk bergerak seperti sebelumnya….
Bantulah aku dengan cara yang sama ketika aku merengkuhmu dalam tanganku, mengajarimu melakukan langkah-langkah pertamamu…….
Dan kala suatu saat nanti, ketika aku katakan padamu bahwa aku tak lagi ingin hidup……, ketika aku ingin mati….jangan marah…., karena pada saatnya nanti kau juga akan mengerti !
Cobalah untuk mengerti bahwa pada usia tertentu, kita tidak benar-benar “hidup” lagi, namun kita juga “tidak mati”
Suatu hari kelak kau akan mengerti bahwa di samping semua kesalahan yang aku buat, aku selalu ingin apa yang terbaik bagimu dan bahwa aku siapkan dasar bagi perkembangan dan kehidupanmu kelak.
Kau tak usah merasa sedih, tidak beruntung atau gagal di hadapanku melihat kondisiku dan usiaku yang sudah bertambah tua.
Kau harus ada di dekatku, mencoba mengerti aku bahwa hidupku adalah bagimu, bagi kesuksesanmu, seperti apa yang ku lakukan pada saat kau lahir.
Bantulah aku untuk berjalan, bantulah aku pada akhir hidupku dengan cinta dan kesabaran.
Satu hal yang membuatku harus berterima kasih padamu adalah senyum dan kecintaanmu padaku.
Aku mencintaimu anakku……
Ayahmu, Ibumu……
Selagi ada waktu, mari kita banggain kedua Orang Tua kita . Jangan pernah lelah meminta doa mereka, karena doa mereka lah yang akan mengawali kesuksesan kita. Dan juga jangan pernah bosan tuk selalu berdoa dan beristighfar untuk keduanya. Semoga kita sekeluarga bisa berkumpul kembali di jannah-Nya. Amin.
Afwan hanya ditampilkan kata-katanya, akan lebih bermakna bila dilengkapi dengan gambar-gambarnya (sayang tidak bisa).
Pada suatu saat di kala kamu menyadari bahwa aku telah menjadi sangat tua, cobalah berlaku sabar dan cobalah mengerti aku
Jika banyak makanan yang tercecer di kala aku makan…
Jika aku mendapat kesulitan dalam mengenakan pakaianku sendiri….sabarlah !
Jika aku mengulang hal yang sama berpuluh kali, jangan menghentikanku ! Dengarlah aku !
Ketika kau masih kecil, kau selalu memintaku membacakanmu cerita yang sama berulanga-ulang, dari malam yang satu ke malam yang lain hingga kau tertidur. Dan aku lakukan itu untukmu !
Jika aku enggan mandi, jangan memarahiku dan jangan bilang kepadaku bahwa itu memalukan.
Ingatlah berapa banyak pengertian yang ku berikan padamu menyuruhmu mandi di kala kecilmu.
By seeing my ignorance towards the new technologies, do not laugh of me but leave me rather the time to undeerstand
Aku mengajarimu banyak hal…..cara makan yang baik…cara berpakaian yang baik….berperilaku yang baik….bagaimana menghadapi problem dalam kehidupan……
Jika terkadang aku menjadi pelupa dan aku tidak dapat mengerti dan mengikuti pembicaraan, beri aku waktu untuk mengingat dan jika aku gagal melakukannya jangan sombong dan memarahiku,
karena yang penting bagiku adalah…..aku dapat bersamamu dan dapat berbicara denganmu
Jika aku tak mau makan, jangan paksa aku !
Aku tahu bilamana aku lapar dan kapan aku tidak lapar.
Ketika kakiku tak lagi mampu menyangga tubuhku, untuk bergerak seperti sebelumnya….
Bantulah aku dengan cara yang sama ketika aku merengkuhmu dalam tanganku, mengajarimu melakukan langkah-langkah pertamamu…….
Dan kala suatu saat nanti, ketika aku katakan padamu bahwa aku tak lagi ingin hidup……, ketika aku ingin mati….jangan marah…., karena pada saatnya nanti kau juga akan mengerti !
Cobalah untuk mengerti bahwa pada usia tertentu, kita tidak benar-benar “hidup” lagi, namun kita juga “tidak mati”
Suatu hari kelak kau akan mengerti bahwa di samping semua kesalahan yang aku buat, aku selalu ingin apa yang terbaik bagimu dan bahwa aku siapkan dasar bagi perkembangan dan kehidupanmu kelak.
Kau tak usah merasa sedih, tidak beruntung atau gagal di hadapanku melihat kondisiku dan usiaku yang sudah bertambah tua.
Kau harus ada di dekatku, mencoba mengerti aku bahwa hidupku adalah bagimu, bagi kesuksesanmu, seperti apa yang ku lakukan pada saat kau lahir.
Bantulah aku untuk berjalan, bantulah aku pada akhir hidupku dengan cinta dan kesabaran.
Satu hal yang membuatku harus berterima kasih padamu adalah senyum dan kecintaanmu padaku.
Aku mencintaimu anakku……
Ayahmu, Ibumu……
Selagi ada waktu, mari kita banggain kedua Orang Tua kita . Jangan pernah lelah meminta doa mereka, karena doa mereka lah yang akan mengawali kesuksesan kita. Dan juga jangan pernah bosan tuk selalu berdoa dan beristighfar untuk keduanya. Semoga kita sekeluarga bisa berkumpul kembali di jannah-Nya. Amin.
Afwan hanya ditampilkan kata-katanya, akan lebih bermakna bila dilengkapi dengan gambar-gambarnya (sayang tidak bisa).
وفي أنفسكم أفلا تبصرون..........
Setiap hari, Bermilyaran Nikmat yang Kita Dapatkan
Manusia diciptakan الله dengan keunikan yang luar bisaa. Menurut hasil penelitian ilmu kedokteran, jika seorang dewasa dengan bobot tubuh rata-rata, maka selama 24 jam ia memiliki kesibukan :
1. Jantung berdenyut 103.689 kali
2. Darah menempuh perjalanan 168.000.000 mil
3. Bernapas sebanyak 23.040 kali
4. menghirup udara sebanyak 483 meter kubik
5. Menelan 1,5 kg makanan
6. meminum 3,5 liter cairan
7. berkata-kata sebanyak 25.000 kata ( termasuk kata-kata yang tidak perlu di ucapkan)
8. Menggerakkan 750 otot
9. Rambut memanjang 0,94353 cm
10. Kuku bertumbuh 0,00012 cm
11. Sel otak sebanyak 7.000 terus bekerja.
Kita bisa membayangkan, bagaimana kalau seandainya kita dibebani Allah untuk membayar setiap kali jantung berdenyut, darah mengalir, bernafas, menghidup udara, menelan makanan, meminum cairan, berkata-kata, otot yang kita gerakkan, rambut yang memanjang, kuku bertumbuh dan sel otak yang bekerja? Berapakah yang harus kita bayar, setiap harinya?
Masihkan kita tidak bersyukur dan berterima kasih kepada Dzat yang Maha Kaya?
فَبِأَيِّ أَلَاءِرَبِّكُمَا تُكَذِّبَان
"Maka terhadap nikmat Rabb-Mu yang manakah yang kamu dustakan ?"
Ya Allah, jadikanlah kami termasuk hamba-hamba Mu yang senantiasa bersyukur. Amien....
Manusia diciptakan الله dengan keunikan yang luar bisaa. Menurut hasil penelitian ilmu kedokteran, jika seorang dewasa dengan bobot tubuh rata-rata, maka selama 24 jam ia memiliki kesibukan :
1. Jantung berdenyut 103.689 kali
2. Darah menempuh perjalanan 168.000.000 mil
3. Bernapas sebanyak 23.040 kali
4. menghirup udara sebanyak 483 meter kubik
5. Menelan 1,5 kg makanan
6. meminum 3,5 liter cairan
7. berkata-kata sebanyak 25.000 kata ( termasuk kata-kata yang tidak perlu di ucapkan)
8. Menggerakkan 750 otot
9. Rambut memanjang 0,94353 cm
10. Kuku bertumbuh 0,00012 cm
11. Sel otak sebanyak 7.000 terus bekerja.
Kita bisa membayangkan, bagaimana kalau seandainya kita dibebani Allah untuk membayar setiap kali jantung berdenyut, darah mengalir, bernafas, menghidup udara, menelan makanan, meminum cairan, berkata-kata, otot yang kita gerakkan, rambut yang memanjang, kuku bertumbuh dan sel otak yang bekerja? Berapakah yang harus kita bayar, setiap harinya?
Masihkan kita tidak bersyukur dan berterima kasih kepada Dzat yang Maha Kaya?
فَبِأَيِّ أَلَاءِرَبِّكُمَا تُكَذِّبَان
"Maka terhadap nikmat Rabb-Mu yang manakah yang kamu dustakan ?"
Ya Allah, jadikanlah kami termasuk hamba-hamba Mu yang senantiasa bersyukur. Amien....
MASA KEKHALIFAHAN ALI BIN ABI THALIB
BAB II MASA KEKHALIFAHAN ALI BIN ABI THALIB
A. Latar Belakang Ali Bin Abi Thalib
Ali Bin Abi Tholib Dilahirkan di Mekkah 32 tahun sejak kelahiran Rasulullah dan 10 tahun sebelum kenabian Muhammad bin Abdullah (Rasulullah). Nama lengkapnya Ali bin Abu Tholib bin Abdul Mutholib bin Hasyim al-Qursy al-Hasyimy. Satu kakek dengan Rasulullah, yaitu kakek pertama; Abdul Mutholib. Nama panggilannya Abul Hasan, kemudian Rasulullah memberikan nama panggilan lain, yaitu Abu Turob. Ibunya bernama Fatimah binti Asad bin Hasyim bin Abdul Manaf al-Qursyiah al Hasyimiah.
Mengenai pribadinya, wajahnya tampan, beliau berkulit sawo matang, kepalanya botak kecuali bagian belakang, matanya lebar dan hitam, pundaknya lebar (kuat), tangan dan lengannya kuat, badanya besar hampir-hampir gemuk dan tubuhnya tidak tinggi dan tidak pendek (sedang). Beliau adalah sosok laki-laki ceria dan banyak tertawa.
Kematian ayahnya tanpa membawa sejumput iman begitu memukul Ali. Kelak dari sinilah, ia kemudian bertekad kuat untuk tak mengulang kejadian ini buat kedua kali. Ia ingin, saat dirinya harus mati nanti, anak-anaknya tak lagi menangisi ayahnya seperti tangis dirinya untuk ayahnya, Abi Thalib. Tak cuma dirinya, disebelahnya, Rasulullah pun turut menangisi kenyataan tragis ini...saat paman yang selama ini melindunginya, tak mampu ia lindungi nanti...di hari akhir, karena ketiaadaan iman di dalam dadanya.
Sejak masih berumur 6 tahun, Ali telah bersama dan menjadi pengikut setia Rasulullah. Sejarah kelak mencatat bahwa Ali terbukti berkomitmen pada kesetiaannya. Ia telah hadir bersama Rasulullah sejak awal dan baru berakhir saat Rasulullah menghembuskan nafasnya yang terakhir. Ali ada disaat yang lain tiada. Ali adalah tameng hidup Rasulullah dalam kondisi kritis atau dalam berbagai peperangan genting, saat diri Rasulullah terancam.
Ali, adalah pribadi yang istimewa. Ia adalah remaja pertama di belahan bumi ini yang meyakini kebenaran yang disampaikan oleh Rasulullah. Konsekuensinya adalah, ia kemudian seperti tercerabut dari kegermerlapan dunia remaja. Disaat remaja lain berhura-hura. Ali telah berkenalan dengan nilai-nilai spiritual yang ditunjukkan oleh Rasulullah, baik melalui lisan maupun melalui tindak-tanduk beliau. "Aku selalu mengikutinya (Rasulullah SAW) sebagaimana anak kecil selalu membuntuti ibunya. Setiap hari ia menunjukkan kepadaku akhlak yang mulai dan memerintahkanku untuk mengikuti jejaknya", begitu kata Ali mengenang masa-masa indah bersama Rasulullah tidak lama setelah Rasulullah wafat.
Amirul mukminin Ali, tumbuh menjadi pemuda yang berdedikasi. Dalam berbagai forum serius yang dihadiri para tetua, Ali selalu ada mewakili kemudaan. Namun, muda tak berarti tak bijaksana. Banyak argumen dan kata-kata Ali yang kemudian menjadi rujukan. Khalifah Umar bahkan pernah berkata, "Tanpa Ali, Umar sudah lama binasa"
Pengorbanannya menjadi buah bibir sejarah Islam. Ali-lah yang bersedia tidur di ranjang Rasulullah, menggantikan dirinya, saat rumahnya telah terkepung oleh puluhan pemuda terbaik utusan kaum kafir Quraisy yang hendak membunuhnya di pagi buta. Ali bertaruh nyawa. Dan hanya desain Allah saja semata, jika kemudian ia masih tetap selamat, begitu juga dengan Rasulullah yang saat itu 'terpaksa' hijrah ditemani Abu Bakar seorang.
Keperkasaan Ali tiada banding. Dalam perang Badar, perang pertama yang paling berkesan bagi Rasulullah (sehingga setelahnya, beliau memanggil para sahabat yang ikut berjuang dalam Badar dengan sebutan " Yaa...ahlal Badar..."), Ali menunjukkan siapa dirinya sesungguhnya. Dalam perang itu ia berhasil menewaskan separo dari 70an pihak musuh yang terbunuh. Hari itu, bersama sepasukan malaikat yang turun dari langit, Ali mengamuk laksana badai gurun.
Tak hanya Badar, banyak peperangan setelahnya menjadikan Ali sebagai sosok yang disegani. Di Uhud, meski pahit namun sejatinya berbuah manis. Di Uhud, Rasulullah banyak kehilangan sahabat terbaiknya, para ahlul Badar. Termasuk pamannya, Hamzah --sang singa padang pasir. Kedukaan yang tak terperi, sebab Hamzah-lah yang selama ini loyal melindungi Rasulullah setelah Abi Thalib wafat. Buah manisnya adalah, doa penting Rasulullah juga terkabul, yaitu masuknya Khalid bin Walid, panglima musuh di Perang Uhud, ke pangkuan Islam. Khalid kemudian, hingga akhir hayatnya, mempersembahkan kontribusi besar terhadap kemenangan dan perkembangan Islam.
Bagi Ali sendiri, perang Uhud makin menguatkan imagi tersendiri pada sosok Fatimah binti Muhammad SAW. Sebab di perang Uhud, Fatimah turut serta. Dialah yang membasuh luka ayahnya, juga Ali, berikut pedang dan baju perisainya yang bersimbah darah.
Juga di perang Khandak. Perang yang juga terhitung genting. Perang pertama yang sifatnya psyco-war (perang gila-gilaan). Ali kembali menjadi pahlawan, setelah cuma ia satu-satunya sahabat yang 'berani' maju meladeni tantangan seorang musuh yang dikenal jawara paling tangguh, ‘Amr bin Abdi Wud. Dalam gumpalan debu pasir dan dentingan suara pedang. Ali bertarung satu lawan satu.
Dan teriakan takbir menjadi pertanda, bahwa Ali menyudahinya dengan kemenangan. Kerja keras Ali berbuah. Kemenangan di raih pasukan Islam tanpa ada benturan kedua pasukan. Tidak ada pertumpahan darah. kegemilangan ini.
Seluruh peperangan Rasulullah diikuti oleh Ali, kecuali satu di Perang Tabuk. Rasulullah memintanya menetap di Mekkah untuk menjaga stabilitas wilayah. Sebab Rasulullah mengetahui, ada upaya busuk dari kaum munafiq untuk melemahkan Mekkah dari dalam saat Rasulullah keluar memimpin perang TAbuk. Kehadiran Ali di Mekkah, meski seorang diri, telah berhasil memporakporandakan rencana buruk itu. Nyali mereka ciut, mengetahui ada Ali di tengah-tengah mereka.
Perubahan drastis ditunjukkan Ali setelah Rasulullah wafat. Ia lebih suka menyepi, bergelut dengan ilmu, mengajarkan Islam kepada murid-muridnya. Di fase inilah, Ali menjadi sosok dirinya yang lain, yaitu seorang pemikir. Keperkasaannya yang melegenda telah diubahnya menjadi sosok yang identik dengan ilmu. Dari ahli pedang menjadi ahli kalam (pena). Ali begitu tenggelam didalamnya, hingga kemudian ia 'terbangun' kembali ke gelanggang untuk menyelesaikan 'benang ruwet', sebuah nokta merah dalam sejarah Islam. Sebuah fase di mana sahabat harus bertempur melawan sahabat.
Pada tahun 2 Hijriah, Rasulullah menikahkan dengan putrinya, Fatimah. Beliau belum pernah menikah ketika menikahi Fatimah hingga wafatnya Fatimah. Fatimah wafat 6 bulan setelah wafatnya Rasulullah. Selama hidupnya beliau menikahi 9 wanita dengan 29 anak; 14 laki-laki dan 15 perempuan. Diantara putra beliau yang terkenal adalah Hasan, Husain, Muhammad bin al-Hanifah, Abbas dan Umar.
Pada masa jahiliyah (zaman sebelum kedatangan Islam), beliau belum pernah melakukan kemusyrikan dan perbuatan yang dilarang oleh Islam. Dalam sejarah kemunculan Islam, beliau termasuk golongan pertama yang masuk Islam dari anak-anak. Umurnya waktu itu 10 tahun. Pada waktu terjadi peristiwa hijrah umurnya 23 tahun dan ikut berhijrah bersama Rasulullah.
B. Proses Pengangkatan Khalifah Ali Bin Abi Tholib
Pengangkatan Ali menjadi khalifah keempat dari khulafa’ ar-rasyidin terjadi pada tahun 35H/656 M, berawal dengan wafatnya khalifah ketiga Utsman bin Affan, yang terbunuh oleh sekelompok pemberontak dari Mesir yang bertepatan dengan tanggal 17 Juni 656 M, yang mana mereka tidak puas terhadap kebijakan pemerintahan Utsman bin Affan. Pembunuhan itu menandakan suatu titik balik dalam sejarah Islam. Pembunuhan terhadap seorang khalifah oleh pemberontak yang dilakukan oleh orang-orang Islam sendiri, menimbulkan preseden yang buruk dan sungguh-sungguh memperlemah pengaruh agama dan moral kekhalifahan sebagai suatu ikatan persatuan dalam Islam .
Setelah Utsman bin Affan wafat, penduduk Madinah dengan didukung sekelompok pasukan dari Mesir, Basrah dan Kufah mencari siapa yang mau menjadi khalifah. Mereka meminta Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, Sa’d bin Abi Waqash, dan ibnu Umar, pada awalnya tidak satupun dari mereka yang mau menjadi khalifah menggantikan Utsman. Setelah mereka berunding, akhirnya mereka mendatangi penduduk Madinah agar mereka mengambil keputusan, karena merekalah yang dianggap ahli syura, yang berhak memutuskan pengangkatan khalifah, kreadibilitas mereka diakui umat. Kelompok-kelompok ini mengancam kalau tidak ada salah satu dari mereka yang mau dipilih menjadi khalifah, mereka akan membunuh Ali, Thalhah, Zubair, dan masyarakat lainnya. Akhirnya dengan geram mereka menoleh kepada Ali. Pada awalnya Ali pun tidak bersedia. Karena pengangkatannya tidak didukung oleh kesepakatan penduduk Madinah dan veteran perang Badar. Menurut Ali, orang yang didukung oleh komunitas inilah yang lebih berhak menjadi khalifah. Dengan berbagai argument yang diajukan oleh berbagai kelompok tersebut, demi Islam dan menghindari fitnah, akhirnya Ali bersedia dibai’at.
Pada hari Jum’at di Masjid Nabawi, mereka melakukan bai’at dan diikuti keesokan harinya oleh sahabat-sahabat besar seperti Thalhah, dan Zubair, walaupun sebenarnya mereka membai’at secara terpaksa, dan keduanya mengajukan syarat dalam bai’at tersebut supaya Ali menegaklkan keadilan terhadap pembunuh Utsman. Namun Ali tidak langsung menjawab kesanggupannya, karena situasi pada waktu itu belum memungkinkan untuk mengambil tindakan dan para pembunuh Utsman tidak diketahui satu persatunya. Akibat sikap Ali yang demikian, setelah pembai’atan tersebut keduanya keluar dari Madinah menuju Mekah bersama Aisyah Ummul Mukminin janda Nabi, menyusun kekuatan untuk mengangkat senjata melawan Ali, sehingga kemudian terjadilah ’perang unta’ (waq’ah al-jamal). Setelah pelantikan selesai, Ali menyampaikan pidato visi politiknya dalam suasana yang kurang tenang di Masjid Nabawi, setelah memuji dan mengagungkan Allah, selanjutnya Ali berkata: “Sesungguhnya Allah telah menurunkan Kitab sebagai petunjuk yang menjelaskan kebaikan dan keburukan. Maka ambillah ynag baik dan tinggal;kan keburukan. Allah telah menetapkan segala kewajiban, kerjakanlah! Maka Allah menuntunmu ke surga. Sesungguhnya Allah telah mengharamkan hal-hal yang haram dengan jelas, memuliakan kehormatan orang muslim dari pada yang lainnya, menekankan keikhlasan dan tauhid sebagai hak muslim. Seorang muslim adalah yang dapat menjaga keselamatan muslim lainnya dari ucapan dan tangannya. Tidak halal darah seorang muslim kecuali dengan alasan yang dibenarkan. Bersegeralah membenahi kepentingan umum,..........bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya kamu dimintai pertanggungjawaban tentang apa saja, dari sejengkal tanah hingga binatang ternak. Taatlah kepada Allah jangan mendurhakai-Nya. Bila melihat kebaikan ambillah, dan bila melihat keburukan tinggalkanlah. Kemudian Ali mengakhiri pidatonya dengan membacakan al-Qur’an surat al-Anfal ayat 26”.
C. Permasalahan Pada Masa Ali Bin Abi Tholib
a. Perang Jamal
Dinamakan perang unta, karena dalam peristiwa tersebut, janda Nabi Muhammad SAW dan putri Abu Bakar Shiddiq, Aisyah ikut dalam peperangan dengan mengendarai unta. Perang ini berlangsung pada lima hari terakhir Rabi’ul Akhir tahun 36H/657M. Ikut terjunnya Aisyah memerangi Ali sebagai khalifah dipandang sebagai hal yang luar biasa, sehingga orang menghubungkan perang ini dengan Aisyah dan untanya, walaupun menurut sementara ahli sejarah peranan yang dipegang Aisyah tidak begitu dominan.
‘Aisyah ra. maju ke depan di atas sedekupnya. la memberi Mushaf kepada Ka'ab bin Sur Qadhi Bashrah dan berkata," Ajaklah mereka kepada Kitabullah!" Ka'ab bin Sur pun maju ke depan dengan membawa Mushaf dan mengajak mereka kepadanya. la disambut oleh bagian depan pasukan Kufah. Pada saat yang bersamaan Abdullah bin Saba' dan para pengikutnya berada di depan pasukan membunuh siapa saja dari pasukan Bashrah yang dapat mereka bunuh.
Mereka tidak membiarkan seorang pun. Ketika mereka meli-hat Ka'ab bin Sur mengangkat mushaf mereka menghujaninya dengan anak panah hingga tewas. Kemudian anak panah mulai menghujani sekedup Aisyah ra.. Ummul Mukminin , Aisyah ra.. berteriak, "Allah! Allah! Ya bunayya, ingatlah Hari Hisab!" la mengangkat tangannya dan melaknat para pembu-nuh Utsman ra.. Orang-orang pun bergemuruh bersamanya dalam doa, hingga gemuruh tersebut sampai telinga Ali ra. ia berkata, "Suara apa itu?" Mereka berkata, "Ummul Mukminin melaknat para pembunuh Utsman ra. dan pendukungnya!" Ali ra. berkata, "Ya Allah laknatlah para pembunuh Utsman ra.!" Mereka terus menghujani sekedup Aisyah ra. dengan anak panah sehingga bentuk sekedup itu tak ubahnya seperti seekor landak. Aisyah ra. terus memotivasi pasukan untuk mempertahankan diri dan menghentikan serangan mereka. Mereka terus mendesak hingga medan per-tempuran sampai ke tempat Ali bin Abi Thalib ra. berada. Ali ra. berkata kepada puteranya, Muhammad bin al- Hanafiyah, "Cepat maju dengan membawa panji ini!" Namun Muhammad bin al-Hanafiyah tidak sanggup. Maka Ali ra. mengambil panji itu dengan tangannya lalu maju ke depan. Peperangan semakin seru, kadang kala pasukan Bashrah di atas angin dan kadang kala pula pasukan Kufah berada di atas angin. Banyak sekali pasukan yang gugur.
Belum pernah ditemukan pertempuran yang banyak menimbulkan korban yang putus tangan dan kakinya selain dalam peperangan ini. ‘Aisyah ra. ra.. terus mendorong pasukannya untuk mengejar para pembunuh Utsman ra.. Prajurit-prajurit yang bertempur mendekati unta (yakni unta yang mem-bawa ‘Aisyah ra. ra..), mereka berkata, "Peperangan ini akan terus berlanjut selagi unta ini masih tegak di sini!" Tali kekang unta pada saat itu ada di tangan Umairah bin Yatsribi, ia termasuk salah seorang jagoan yang kesohor. la tetap mempertahankan tali kekang unta itu hingga tewas terbunuh.
Prajurit yang pemberani dan gagah berani mengkhawatirkan kese-lamatan ‘Aisyah ra. ra... Saat itu panji dan tali kekang unta hanya dipegang oleh jagoan jagoan gagah berani yang terkenal keberaniannya. Ia membunuh sia-pa saja yang mendekat ke unta lalu akhirnya terbunuh. Pada saat itu sebagian dari mereka mencederai salah satu mata Adi bin Hatim. Abdullah bin az-Zubair menderita luka sebanyak tiga puluh tujuh liang pada peperangan Jamal ini. Marwan bin al-Hakam juga terluka. Kemudian seorang lelaki menebas kaki unta lalu membunuhnya, akhirnya unta itu roboh di atas tanah. Ada yang mengatakan bahwa yang mengisyaratkan agar membunuh unta itu adalah Ali bin Abi Thalib ra.. Ada yang mengatakan al-Qa'qa' bin Amru. Tujuannya agar Ummul Mukminin tidak terkena lemparan panah, ka-rena saat itu ia menjadi sasaran tembak oleh para pemanah. Dan agar ia dapat keluar dari medan pertempuran yang telah menelan korban sangat banyak. Ketika unta tersebut roboh ke tanah, orang-orang yang berada di dekat-nya mundur. Lalu sekedup Aisyah ra.. dibawa, bentuknya sudah seperti duri-duri landak karena saking banyak anak panah yang menancap padanya.
Diakhir peperangan Ali bin Abi Thalib ra. bermalam di Bashrah selama tiga hari. Beliau menshalatkan korban yang gugur dari kedua belah pihak. Kemudian beliau mengumpulkan barang-barang yang dirampas dari pasukan ‘Aisyah ra.. di markas dan memerintahkan agar dibawa ke Masjid Bashrah. Bagi yang mengenali barangnya ia boleh mengambilnya kembali. Kecuali senjata berlambang kha-lifah yang terdapat di gudang. Total korban yang gugur pada peperangan Jamal dari kedua belah pihak berjumlah sepuluh ribu jiwa. Lima ribu dari pasukan Ali dan lima ribu dari pasukan ‘Aisyah ra. ra.. . Semoga Allah merahmati mereka dan meridhai para sahabat yang gugur. Beberapa rekan Ali ra. meminta agar membagibagikan harta rampasan yang mereka peroleh dari pasukan Thalhah dan az-Zubair. Namun Ali ra. menolaknya. Sebagian pengikut as-Sakziyyah mencela beliau, mereka berkata, "Bagaimana mungkin engkau halalkan kepada kami darah mereka namun tidak engkau halalkan bagi kami harta-harta mereka?" Sampailah perkataan mereka itu kepada Ali ra., beliau berkata, "Siapakah di antara kalian yang bersedia Ummul Mukminin masuk ke dalam bagiannya?" Maka diamlah mereka mendengar ucapan beliau tersebut.
b. Perang Shiffin
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib ra. berangkat dari Kufah bertujuan menduduki Syam. Beliau mempersiapkan pasukan di Nukhailah. Beliau menunjuk Abu Mas'ud Uqbah bin Amru al-Badri al-Anshari sebagai amir sementara di Kufah. Sebetulnya sejumlah orang menganjurkan agar beliau tetap tinggal di Kufah dan cukup mengirim pasukan ke sana, namun bebe-rapa orang lainnya menganjurkan agar beliau turut keluar bersama pasukan.
Disebut perang shiffin karean perang yang menghadapkan pasukan pendukung Ali dengan pasukan pendukung Mu’awiyah berlangsung di Shiffin dekat tepian sungai Efrat wilayah Syam, perang ini berlangsung pada bulan Shafar tahun 37H/658M.
Ali ra. mengirim surat khalifah ini bersama pasukan detasemen yang dipimpin oleh al-Harits bin Jumhan al-Ju'fi. Ketika al-Asytar tiba dan bergabung bersama pasukan detasemen di depan, ia melaksanakan apa yang telah diinstruksikan oleh Ali ra.. Lalu ia maju berhadapan dengan Abul A'war asSulami, pemimpin detasemen pasukan Mu'awiyah. Kedua pasukan saling berhadapan seharian penuh. Di penghujung siang, Abul A'war as-Sulami menyerang mereka namun mereka berhasil menghadangnya maka terjadilah pertempuran kecil selama beberapa saat. Sore harinya pasukan Syam kembali.
Keesokan harinya kedua pasukan saling berhadapan kembali. Mereka saling menunggu. Tiba-tiba al-Asytar maju menyerang, sehingga gugurlah Abdullah bin al-Mundzir At-Tannukhi -ia adalah salah seorang penungang kuda yang handal dari pasukan Syam-. Ia dibunuh oleh salah seorang pasukan deta-semen Iraq bernama Zhibyan bin Umarah at-Tamimi. Melihat hal itu, Abul A'war bersama pasukannya menyerang pasukan Iraq. Ia bersama pasukan maju menghadang mereka.
Saat berhadapan al-Asytar menantang Abul A'war berduel satu lawan satu. Namun Abul A'war tidak meladeninya. Sepertinya ia memandang al-Asytar bukanlah lawan yang seimbang. Ketika malam tiba kedua pasukan menghentikan peperangan pada hari kedua ini. Keesokan paginya pada hari ketiga, Ali bin Abi Thalib ra. tiba bersama pasukannya. Kemudian Mu'awiyah juga tiba bersama pasukannya. Lalu kedua pasukan saling berhadapan di tempat yang bernama Shiffin dekat sungai Eufrat sebelah timur wilayah Syam. Peristiwa ini terjadi pada awal bulan Dzulhijjah tahun 36 H. Kemudian Ali ra. berhenti dan mengambil tempat bermalam bagi pasukannya. Akan tetapi Mu'awiyah bersama pasukannya telah lebih dahulu mengambil tempat, mereka mengambil tempat di sumber air, tempat yang paling strategis dan luas. Lalu pasukan Iraq datang untuk mengambil air. Namun pasukan Syam menghalanginya. Lalu terjadilah pertempuran kecil disebabkan masalah air tersebut. Masing-masing pasukan meminta bantuan kepada rekannya.
Kemudian kedua belah pihak sepakat berdamai dalam masalah air ini. Sehingga mereka berdesak-desakan di sumber mata air tersebut, mereka tidak saling bicara dan tidak saling mengganggu satu sama lain. Ali ra. berdiam selama dua hari di tempat itu tanpa mengirim sepucuk surat pun kepada Mu'awiyah dan Mu'awiyah juga tidak mengirim sepucuk surat pun kepada beliau. Kemudian Ali ra. mengirim seorang utusan kepada Mu'awiyah namun kesepakatan belum juga tercapai. Mu'awiyah tetap bersi-keras menuntut darah Utsman ra. yang telah dibunuh secara zhalim. Karena kebuntuan tersebut pecahlah pertempuran antara kedua belah pihak. Setiap hari Ali ra. mengirim seorang amir pasukan untuk maju bertempur.
Demikian pula Mu'awiyah, setiap hari ia mengirim seorang amir untuk maju bertempur. Kadang kala dalam satu hari kedua belah pihak terlibat dua kali pertempuran. Peristiwa itu terjadi sebulan penuh pada bulan Dzulhijjah. Lepas bulan Dzulhijjah dan masuk bulan Muharram pada tahun tiga puluh tujuh hijriyah, kedua belah pihak meminta agar perang dihentikan, dengan harapan semoga Allah mendamaikan mereka di atas satu kesepakatan yang dapat menghentikan pertumpahan darah di antara mereka.
Kemudian juru runding terus bolak balik menemui Ali dan Mu'awiyah sementara kedua belah pihak menahart diri dari pertempuran, demikian kondisinya hingga berakhir bulan Muharram tahun itu tanpa tercapai satupun kesepakatan. Ali bin Abi Thalib ra. menyuruh Martsad bin al-Harits al-Jasymi untuk mengumumkan kepada pasukan Syam saat terbenam matahari, "Ketahuilah, sesungguhnya Amirul Mukminin mengumumkan kepada kalian, 'Sesungguhnya aku telah bersabar menunggu kalian kembali kepada kebe-naran. Dan aku telah menegakkan hujjah atas kalian namun kalian tidak menyambutnya. Dan sesungguhnya aku telah memberi udzur kepada kalian dan telah memperlakukan kalian dengan adil. Sesungguhnya Allah tidak me-nyukai orang-orang yang berkhianat."
Mendengar pengumuman pasukan Syam segera menemui para amir mereka dan menyampaikan pengumuman yang mereka dengar tadi. Maka bangkitlah Mu'awiyah dan Amru, keduanya segera menyiapkan pasukan di sayap kanan dan di sayap kiri. Demikian pula Ali ra., ia menyiapkan pasukan pada malam itu.
Beliau menempatkan al-Asytar an-Nakha'i sebagai pemim-pin pasukan berkuda Kufah, pasukan infantri Kufah dipimpin oleh Ammar bin Yasir, pasukan berkuda Bashrah dipimpin oleh Sahal bin Hunaif dan pasukan infantri Bashrah dipimpin oleh Qais bin Sa'ad dan Hasyim bin Utbah, dan pemimpin para qari adalah Mis'ar bin Fadaki at-Tamimi. Ali ra. maju menghadap pasukan dan menyerukan supaya jangan seorang pun memulai pertempuran hingga merekalah yang memulainya dan menyerang kalian, jangan membunuh orang yang terluka, jangan mengejar orang yang melari-kan diri, jangan menyingkap tirai kaum wanita dan jangan melakukan pelecehan terhadap kaum wanita, meskipun kaum wanita itu mencaci maki pemimpin dan orang-orang shalih kalian!"
Pagi harinya Mu'awiyah muncul, di sebelah kanan pasukannya berdiri Ibnu Dzil Kala' al-Himyari, di sebelah kiri pasukannya berdiri Habibbin Maslamah al-Fihri, di depan pasukan berdiri Abul A'war as-Sulami. Sedang-kan pasukan berkuda Damaskus dipimpin oleh Amru bin al-'Ash, dan pasukan infantry Damaskus dipimpin oleh Adh-Dhahhak bin Qais.1026 Jabir al-Ju'fi1027 meriwayatkan dari Abu Ja'far al-Baqir dan Zaid bin al- Hasan serta yang lainnya, mereka berkata, "Ali bin Abi Thalib ra. Bergerak menuju Syam dengan kekuatan seratus lima puluh ribu personil yang berasal dari penduduk Iraq. Dan Mu'awiyah bergerak dengan jumlah personil seba-nyak itu juga yang berasal dari penduduk Syam. Yang lain mengatakan, Ali ra. Berangkat dengan membawa seratus ribu lebih personil. Sedang Mu'awiyah berangkat dengan membawa seratus tiga puluh ribu personil. Sejumlah orang dari pasukan Syam bersumpah untuk tidak lari dari medan perang, mereka mengikat diri mereka dengan sorban-sorban mereka. Mereka berjumlah lima barisan dan diikuti enam barisan yang lain. Demikian pula halnya pasukan Iraq, mereka berjumlah sebelas shaf yang melakukan hal serupa. Mereka saling berhadapan dengan kondisi seperti itu pada hari pertama di bulan Shafar tahun 37 H bertepatan pada hari Rabu. Panglima perang pasukan Iraq adalah al-Asytar an-Nakha'i, sedangkan panglima perang pasukan Syam pada saat itu adalah Habib bin Maslamah. Kedua pasukan terlibat dalam pertempuran yang sangat sengit pada hari itu, kemu-dian kedua pasukan menarik diri pada petang hari. Pertempuran pada hari itu berlangsung seimbang. Pada keesokan harinya -yakni hari Kamis-, panglima perang pasukan Iraq pada hari itu adalah Hasyim bin Utbah dan panglima perang pasukan Syam adalah Abul A'war as-Sulami. Pada hari itu kedua pasukan terlibat lagi dalam pertempuran yang sangat sengit, pasukan berkuda bertempur dengan pasukan berkuda dan pasukan infantri bertempur dengan pasukan infantri.
Pada petang hari kedua belah pihak menarik diri dari medan pertempuran. Kedua pasukan samasama bertahan dan pertempuran antara keduanya berimbang. Kemudian pada hari ketiga -yakni pada hari Jum'at- Ammar bin Yasir memimpin pasukan Iraq sementara Amru bin al-'Ash memimpin pasukan Syam. Selanjutnya kedua pasukan terlibat dalam pertempuran yang sangat sengit Amar menyerang Amru bin al-'Ash beserta pasukannya hingga mereka terpukul mundur.
Pada peperangan ini Ziyad bin an-Nadhar al-Haritsi berduel dengan seorang lelaki. Ketika keduanya telah saling berhadapan ternyata keduanya telah saling mengenal. Ternyata pula keduanya adalah saudara seibu. Maka keduanyapun menarik diri dan kembali ke pasukan masing-masing. Demikianlah peperangan terus berlanjut dengan kondisi seperti itu selama tujuh hari. Sore hari kedua belah pihak menarik diri dari medan pertempuran. Kedua belah pihak sama-sama bertahan selama tujuh hari ini, tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah akan tetapi ketika Ammar terbunuh Ali ra. maju menyerang dan ikut menyerang juga sejumlah anggota pasukan beliau bersama beliau. Tidak tersisa satupun barisan pasukan Syam melainkan tercerai berai dan mereka (Ali ra. dan pasukannya) membunuh setiap orang yang mendekat kepada mereka."
Kemudian Ali ra. memerintahkan puteranya, Muhammad, untuk maju bersama sejumlah pasukan. Mereka terlibat dalam pertempuran yang sangat hebat. Kemudian Ali ra. mengirim pasukan berikutnya untuk maju menyerang sehingga jatuhlah korban yang sangat banyak dari kedua belah pihak yang hanya Allah yang tahu berapa jumlahnya. Banyak sekali tangan dan perge-langan yang putus dan kepala yang melayang, semoga Allah merahmati mereka semua. Kemudian tibalah waktu shalat Maghrib. Orang-orang tidak bisa mengerjakan shalat melainkan dengan isyarat menjamak shalat Maghrib dengan Isya’, Lalu peperangan berlanjut hingga malam hari.
Sejumlah ulama sejarah menyebutkan bahwa mereka berperang dengan tombak hingga tombak-tombak itu pecah, dengan panah hingga anak panah habis, dengan pedang hingga pedang-pedang itu hancur, kemudian kedua belah pihak terlibat baku hantam dengan tangan dan saling melempar batu, inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Begitulah kondisi pada malam itu hingga pagi, yakni pagi hari Jum'at mereka masih terlibat dalam pertempuran. Sehingga orang-orang mengerjakan shalat Subuh dengan isyarat sementara mereka terus bertempur sampai menjelang waktu dhuha. Kemenangan hampir berada di tangan pasukan Iraq atas pasukan Syam. Pada saat-saat seperti itulah pasukan Syam mengangkat mushaf al-Qur'an. Mereka berkata, "Ini hakim antara kami dan kalian, sudah terlalu banyak korban yang jatuh, siapakah lagi yang akan menjaga per-batasan wilayah Islam? Siapakah lagi yang akan berjihad melawan kaum musyrikin dan kaum kafir?"
Abdurrahman bin Ziyad bin An'am berkata -beliau menceritakan ten-tang pasukan yang terlibat dalam peperangan Shiffin-, "Mereka adalah orang-orangArab yang saling mengenal satu sama lain pada masa jahiliyah dahulu. Lalu mereka bertemu dalam naungan Islam. Mereka saling bertahan dan malu untuk melarikan diri. Apabila mereka menghentikan pertempuran, maka sebagian orang dari pasukan Iraq berkunjung ke pasukan Syam demikian pula sebaliknya. Mereka sama-sama menguburkan prajurit yang gugur dari kedua belah pihak." Asy-Sya'bi berkata, "Mereka adalah penghuni surga, saling bertemu satu sama lain. Seseorang dari mereka tidaklah menghindar atau lari dari yang lain."
c. Perang Nahrwan
Abu Mikhnaf meriwayatkan dari Abdul Malik bin Abi Hurrah bahwa ketika Ali ra. mengirim Abu Musa untuk bertahkim (berunding), kaum Khawarij berkumpul di rumah Abdullah bin Wahab ar-Rasibi. la menyampaikan pidato yang berapi-api, mengajak mereka zuhud di dunia dan mengejar akhirat dan surga. Ia juga mendorong mereka untuk menegakkan amar ma'ruf nahi mung-kar. Kemudian ia berkata, "Keluarkanlah saudara-saudara kita dari negeri yang zhalim penduduknya ke balik gunung ini di puncak-puncaknya atau di beberapa negeri lainnya, demi mengingkari tahkim (perundingan) yang zhalim ini." Kemudian bangkitlah Hurqush bin Zuhair, setelah mengucapkan puja dan puji ia berkata, "Sesungguhnya kesenangan dunia ini sedikit, perpisahan dengannya sudah di ambang pintu, janganlah keindahan dan perhiasannya menahan kalian di atas dunia ini, janganlah hal itu menghalangi kalian dari mencari kebenaran dan mengingkari kezhaliman, sesungguhnya Allah SWT. berfirman: 'Sesungguhnya Allah SWT. beserta orang-orang yang bertakwa dan orangorang yang berbuat kebaikan.' (An-Nahl: 128)."
Ibnu Katsir berkata, "Mereka ini adalah golongan manusia yang paling aneh bentuknya. Mahasuci Allah SWT. yang telah menciptakan keragaman bentuk makhluk-makhlukNya seperti yang Dia kehendaki dan ketentuanNya telah mendahului segala sesuatu.
Jalannya peperangan. Mereka maju menyerbu ke arah pasukan Ali. Ali memerintahkan pasukan berkuda untuk maju ke depan, lalu memerintahkan agar pasukan pemanah mengambil tempat di belakang pasukan berkuda. Kemudian menempatkan pasukan infanteri di belakang pasukan berkuda. Beliau berkata kepada pasukan, "Tahanlah, hingga merekalah yang memulainya!" Pasukan Khawarij maju seraya meneriakkan kata-kata, "Tidak ada hukum melainkan milik Allah SWT., marilah bersegera menuju surga!" Mereka menyerang pasukan berkuda yang dimajukan oleh Ali. Mereka membelah pasukan berkuda hingga sebagian dari pasukan berkuda menyingkir ke kanan dan sebagian lagi menyingkir ke kiri. Lalu mereka disambut oleh pasukan pemanah dengan panah-panah mereka. Pasukan pemanah memanahi wajah-wajah mereka kemudian pasukan berkuda mengurung mereka dari kanan dan dari kiri. Lalu pasukan infanteri menyerbu mereka dengan tombak dan pedang. Mereka menghabisi pasukan Khawarij sehingga korban yang gugur terinjak-injak oleh kaki kuda. Turut tewas pula pada peperangan itu pemimpin mereka, Abdullah bin Wahab, Hurqush bin Zuhair, Syuraih bin Aufa dan Abdullah bin Syajarah as-Sulami. Sementara dari pasukan Ali hanya terbunuh tujuh orang saja.
Ali berjalan di antara korban-korban yang tewas sembari berkata, "Celakalah kalian, kalian telah dibinasakan oleh yang menipu kalian!" Orang-orang berkata, "Wahai Amirul Mulamnin, siapakah yang telah menipu mereka?" Ali menjawab, "Setan dan jiwa yang selalu menyuruh berbuat jahat. Mereka telah ditipu oleh angan-angan dan terlihat indah oleh mereka perbuatan maksiat dan membisiki mereka seolah mereka telah menang!"
Kemudian Ali memerintahkan untuk mengumpulkan orang-orang yang terluka dari mereka, ternyata jumlahnya empat ratus orang. Ali menyerahkan mereka kepada kabilah-kabilah mereka untuk diobati. Lalu membagikan senjata dan barang yang dirampas kepada mereka. Al-Haitsam bin Adi berkata, "Ali tidak membagi-bagikan harta rampasan perang yang dirampas dari kaum Khawarij pada peperangan Nahrawan. Namun beliau mengembalikan seluruhnya kepada keluarga-keluarga mereka. Sampaisampai sebuah periuk beliau menolaknya dan mengembalikan kepada keluarga siempunya.
Al-Haitsam bin Adi berkata, "Ismail bin Abi Khalid telah menyampaikan kepada kami dari Hakim bin Jabir, ia berkata, 'Ali ditanya tentang pasukan Khawarij dalam perang Nahrawan, apakah mereka termasuk kaum musyrikin?’ Ali menjawab, 'Justru mereka menghindar dari kemusyrikan.’ Ada lagi yang bertanya, 'Apakah mereka termasuk kaum munafikin?' Beliau menjawab, 'Sesungguhnya kaum munafikin tidak mengingat Allah SWT. kecuali sedikit' Kemudian ada yang bertanya, 'Lalu bagaimanakah kedudukan mereka wahai Amirul Mukminin?' Ali menjawab, 'Mereka adalah saudara-saudara kita yang membangkang terhadap kita. Kita memerangi mereka karena pembangkangan mereka itu'."
BAB III KESIMPULAN/RINGKASAN
Banyak hikmah yang dapat dipetik, namun salah satu hikmah yang dapat dipetik dari peristiwa tersebut adalah dilarang untuk memprovokasi, menghujat dan memfitnah penguasa muslim secara terang – terangan sehingga banyak orang yang tanpa memeriksa dahulu kebenaran yang ada, termakan dengan provokasi, hujatan dan celaan yang kesemuanya itu akan berakibat pada kekacauan dan kehancuran.
Maka dari itu Rasulullah SAW pernah bersabda (dari sahabat Iyadh bin Ghunaim ra.),”Barang siapa hendak menasehati penguasa maka janganlah secara terang – terangan, melainkan ambil tangannya dan berdua dengannya. Apabila ia menerimanya maka itu adalah untukmu, kecuali apabila ia enggan maka apa yang ada padanya adalah baginya sendiri” (HR Ahmad, hadits hasan) dan pada hadits yang lain Rasulullah juga bersabda; Dari Ummul Mukminin Ummu Salamah Hindun binti Abu Umayyah ra dari Nabi SAW beliau bersabda, ”Sesungguhnya akan diangkat untuk kalian beberapa penguasa dan kalian akan mengetahui kemunkarannya. Maka siapa saja yang benci bebaslah ia, dan siapa saja yang mengingkarinya, maka selamatlah ia, tetapi orang yang senang dan mengikutinya maka tersesatlah ia” Para sahabat bertanya, “Apakah tidak sebaiknya kita memerangi mereka ?” Beliau bersabda, “Jangan ! Selama mereka masih mengerjakan shalat bersamamu” (HR. Muslim)
Maka dari itu Usamah bin Zaid ra. ketika menasehati Khalifah Islam Utsman bin Affan dilakukannya dengan secara diam – diam sebagaimana atsar sahabat berikut ini : Dari Ubaidilah bin Khiyar berkata, “Aku mendatangi Usamah bin Zaid ra. dan aku katakana kepadanya, ‘Mengapa engkau tidak menasehati Utsman bin Affan untuk menegakan hukum had atas Al Walid ?’. Maka Usamah bin Zaid ra. menjawab, ‘Apakah kamu mengira aku tidak menasehatinya kecuali harus dihadapanmu ? demi Allah, sungguh aku telah menasehatinya secara sembunyi – sembunyi antara aku dan ia saja. Dan aku tidak ingin membuka pintu kejelekan dan aku bukanlah orang yang pertama kali membukanya” (HR. Bukhari dan Muslim)
Lalu bagaimana dengan demonstrasi – demonstrasi yang marak dilakukan terhadap pemerintah yang penuh dengan provokasi, hujatan dan celaan !?
DAFTAR PUSTAKA
Al-Akkad, Abbas Mahmoud. 1979. Ketakwaan Khlaifah Ali bin Abi Thalib (terj. Bustami A. Gani dan Zainal Abidin Ahmad) Jakarta: Bulan Bintang.
Katsir, Ibnu. 2004. Al Bidayah Wan Nihayah (terj.Abu Ihsan Al-Atsari) Jakarta : Darul Haq.
Lewis, Bernard. 1988. Bangsa Arab dalam Lintasan Sejarah; dari segi Geografi, Sosial, Budaya dan Persatuan Islam (terj. Said Jamhuri) Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya.
Mahzum, Muhammad.1994. Meluruskan Sejarah Islam; Studi Kritis Peristiwa Tahkim (terj. Rosihan Anwar) Bandung:Pustaka Setia.
Syalabi, Ahmad. 1992. Sejarah Kebudayaan Islam, Jilid I (terj: Mukhtarv Yahya) Jakarta : Pustaka al-Husna.
A. Latar Belakang Ali Bin Abi Thalib
Ali Bin Abi Tholib Dilahirkan di Mekkah 32 tahun sejak kelahiran Rasulullah dan 10 tahun sebelum kenabian Muhammad bin Abdullah (Rasulullah). Nama lengkapnya Ali bin Abu Tholib bin Abdul Mutholib bin Hasyim al-Qursy al-Hasyimy. Satu kakek dengan Rasulullah, yaitu kakek pertama; Abdul Mutholib. Nama panggilannya Abul Hasan, kemudian Rasulullah memberikan nama panggilan lain, yaitu Abu Turob. Ibunya bernama Fatimah binti Asad bin Hasyim bin Abdul Manaf al-Qursyiah al Hasyimiah.
Mengenai pribadinya, wajahnya tampan, beliau berkulit sawo matang, kepalanya botak kecuali bagian belakang, matanya lebar dan hitam, pundaknya lebar (kuat), tangan dan lengannya kuat, badanya besar hampir-hampir gemuk dan tubuhnya tidak tinggi dan tidak pendek (sedang). Beliau adalah sosok laki-laki ceria dan banyak tertawa.
Kematian ayahnya tanpa membawa sejumput iman begitu memukul Ali. Kelak dari sinilah, ia kemudian bertekad kuat untuk tak mengulang kejadian ini buat kedua kali. Ia ingin, saat dirinya harus mati nanti, anak-anaknya tak lagi menangisi ayahnya seperti tangis dirinya untuk ayahnya, Abi Thalib. Tak cuma dirinya, disebelahnya, Rasulullah pun turut menangisi kenyataan tragis ini...saat paman yang selama ini melindunginya, tak mampu ia lindungi nanti...di hari akhir, karena ketiaadaan iman di dalam dadanya.
Sejak masih berumur 6 tahun, Ali telah bersama dan menjadi pengikut setia Rasulullah. Sejarah kelak mencatat bahwa Ali terbukti berkomitmen pada kesetiaannya. Ia telah hadir bersama Rasulullah sejak awal dan baru berakhir saat Rasulullah menghembuskan nafasnya yang terakhir. Ali ada disaat yang lain tiada. Ali adalah tameng hidup Rasulullah dalam kondisi kritis atau dalam berbagai peperangan genting, saat diri Rasulullah terancam.
Ali, adalah pribadi yang istimewa. Ia adalah remaja pertama di belahan bumi ini yang meyakini kebenaran yang disampaikan oleh Rasulullah. Konsekuensinya adalah, ia kemudian seperti tercerabut dari kegermerlapan dunia remaja. Disaat remaja lain berhura-hura. Ali telah berkenalan dengan nilai-nilai spiritual yang ditunjukkan oleh Rasulullah, baik melalui lisan maupun melalui tindak-tanduk beliau. "Aku selalu mengikutinya (Rasulullah SAW) sebagaimana anak kecil selalu membuntuti ibunya. Setiap hari ia menunjukkan kepadaku akhlak yang mulai dan memerintahkanku untuk mengikuti jejaknya", begitu kata Ali mengenang masa-masa indah bersama Rasulullah tidak lama setelah Rasulullah wafat.
Amirul mukminin Ali, tumbuh menjadi pemuda yang berdedikasi. Dalam berbagai forum serius yang dihadiri para tetua, Ali selalu ada mewakili kemudaan. Namun, muda tak berarti tak bijaksana. Banyak argumen dan kata-kata Ali yang kemudian menjadi rujukan. Khalifah Umar bahkan pernah berkata, "Tanpa Ali, Umar sudah lama binasa"
Pengorbanannya menjadi buah bibir sejarah Islam. Ali-lah yang bersedia tidur di ranjang Rasulullah, menggantikan dirinya, saat rumahnya telah terkepung oleh puluhan pemuda terbaik utusan kaum kafir Quraisy yang hendak membunuhnya di pagi buta. Ali bertaruh nyawa. Dan hanya desain Allah saja semata, jika kemudian ia masih tetap selamat, begitu juga dengan Rasulullah yang saat itu 'terpaksa' hijrah ditemani Abu Bakar seorang.
Keperkasaan Ali tiada banding. Dalam perang Badar, perang pertama yang paling berkesan bagi Rasulullah (sehingga setelahnya, beliau memanggil para sahabat yang ikut berjuang dalam Badar dengan sebutan " Yaa...ahlal Badar..."), Ali menunjukkan siapa dirinya sesungguhnya. Dalam perang itu ia berhasil menewaskan separo dari 70an pihak musuh yang terbunuh. Hari itu, bersama sepasukan malaikat yang turun dari langit, Ali mengamuk laksana badai gurun.
Tak hanya Badar, banyak peperangan setelahnya menjadikan Ali sebagai sosok yang disegani. Di Uhud, meski pahit namun sejatinya berbuah manis. Di Uhud, Rasulullah banyak kehilangan sahabat terbaiknya, para ahlul Badar. Termasuk pamannya, Hamzah --sang singa padang pasir. Kedukaan yang tak terperi, sebab Hamzah-lah yang selama ini loyal melindungi Rasulullah setelah Abi Thalib wafat. Buah manisnya adalah, doa penting Rasulullah juga terkabul, yaitu masuknya Khalid bin Walid, panglima musuh di Perang Uhud, ke pangkuan Islam. Khalid kemudian, hingga akhir hayatnya, mempersembahkan kontribusi besar terhadap kemenangan dan perkembangan Islam.
Bagi Ali sendiri, perang Uhud makin menguatkan imagi tersendiri pada sosok Fatimah binti Muhammad SAW. Sebab di perang Uhud, Fatimah turut serta. Dialah yang membasuh luka ayahnya, juga Ali, berikut pedang dan baju perisainya yang bersimbah darah.
Juga di perang Khandak. Perang yang juga terhitung genting. Perang pertama yang sifatnya psyco-war (perang gila-gilaan). Ali kembali menjadi pahlawan, setelah cuma ia satu-satunya sahabat yang 'berani' maju meladeni tantangan seorang musuh yang dikenal jawara paling tangguh, ‘Amr bin Abdi Wud. Dalam gumpalan debu pasir dan dentingan suara pedang. Ali bertarung satu lawan satu.
Dan teriakan takbir menjadi pertanda, bahwa Ali menyudahinya dengan kemenangan. Kerja keras Ali berbuah. Kemenangan di raih pasukan Islam tanpa ada benturan kedua pasukan. Tidak ada pertumpahan darah. kegemilangan ini.
Seluruh peperangan Rasulullah diikuti oleh Ali, kecuali satu di Perang Tabuk. Rasulullah memintanya menetap di Mekkah untuk menjaga stabilitas wilayah. Sebab Rasulullah mengetahui, ada upaya busuk dari kaum munafiq untuk melemahkan Mekkah dari dalam saat Rasulullah keluar memimpin perang TAbuk. Kehadiran Ali di Mekkah, meski seorang diri, telah berhasil memporakporandakan rencana buruk itu. Nyali mereka ciut, mengetahui ada Ali di tengah-tengah mereka.
Perubahan drastis ditunjukkan Ali setelah Rasulullah wafat. Ia lebih suka menyepi, bergelut dengan ilmu, mengajarkan Islam kepada murid-muridnya. Di fase inilah, Ali menjadi sosok dirinya yang lain, yaitu seorang pemikir. Keperkasaannya yang melegenda telah diubahnya menjadi sosok yang identik dengan ilmu. Dari ahli pedang menjadi ahli kalam (pena). Ali begitu tenggelam didalamnya, hingga kemudian ia 'terbangun' kembali ke gelanggang untuk menyelesaikan 'benang ruwet', sebuah nokta merah dalam sejarah Islam. Sebuah fase di mana sahabat harus bertempur melawan sahabat.
Pada tahun 2 Hijriah, Rasulullah menikahkan dengan putrinya, Fatimah. Beliau belum pernah menikah ketika menikahi Fatimah hingga wafatnya Fatimah. Fatimah wafat 6 bulan setelah wafatnya Rasulullah. Selama hidupnya beliau menikahi 9 wanita dengan 29 anak; 14 laki-laki dan 15 perempuan. Diantara putra beliau yang terkenal adalah Hasan, Husain, Muhammad bin al-Hanifah, Abbas dan Umar.
Pada masa jahiliyah (zaman sebelum kedatangan Islam), beliau belum pernah melakukan kemusyrikan dan perbuatan yang dilarang oleh Islam. Dalam sejarah kemunculan Islam, beliau termasuk golongan pertama yang masuk Islam dari anak-anak. Umurnya waktu itu 10 tahun. Pada waktu terjadi peristiwa hijrah umurnya 23 tahun dan ikut berhijrah bersama Rasulullah.
B. Proses Pengangkatan Khalifah Ali Bin Abi Tholib
Pengangkatan Ali menjadi khalifah keempat dari khulafa’ ar-rasyidin terjadi pada tahun 35H/656 M, berawal dengan wafatnya khalifah ketiga Utsman bin Affan, yang terbunuh oleh sekelompok pemberontak dari Mesir yang bertepatan dengan tanggal 17 Juni 656 M, yang mana mereka tidak puas terhadap kebijakan pemerintahan Utsman bin Affan. Pembunuhan itu menandakan suatu titik balik dalam sejarah Islam. Pembunuhan terhadap seorang khalifah oleh pemberontak yang dilakukan oleh orang-orang Islam sendiri, menimbulkan preseden yang buruk dan sungguh-sungguh memperlemah pengaruh agama dan moral kekhalifahan sebagai suatu ikatan persatuan dalam Islam .
Setelah Utsman bin Affan wafat, penduduk Madinah dengan didukung sekelompok pasukan dari Mesir, Basrah dan Kufah mencari siapa yang mau menjadi khalifah. Mereka meminta Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, Sa’d bin Abi Waqash, dan ibnu Umar, pada awalnya tidak satupun dari mereka yang mau menjadi khalifah menggantikan Utsman. Setelah mereka berunding, akhirnya mereka mendatangi penduduk Madinah agar mereka mengambil keputusan, karena merekalah yang dianggap ahli syura, yang berhak memutuskan pengangkatan khalifah, kreadibilitas mereka diakui umat. Kelompok-kelompok ini mengancam kalau tidak ada salah satu dari mereka yang mau dipilih menjadi khalifah, mereka akan membunuh Ali, Thalhah, Zubair, dan masyarakat lainnya. Akhirnya dengan geram mereka menoleh kepada Ali. Pada awalnya Ali pun tidak bersedia. Karena pengangkatannya tidak didukung oleh kesepakatan penduduk Madinah dan veteran perang Badar. Menurut Ali, orang yang didukung oleh komunitas inilah yang lebih berhak menjadi khalifah. Dengan berbagai argument yang diajukan oleh berbagai kelompok tersebut, demi Islam dan menghindari fitnah, akhirnya Ali bersedia dibai’at.
Pada hari Jum’at di Masjid Nabawi, mereka melakukan bai’at dan diikuti keesokan harinya oleh sahabat-sahabat besar seperti Thalhah, dan Zubair, walaupun sebenarnya mereka membai’at secara terpaksa, dan keduanya mengajukan syarat dalam bai’at tersebut supaya Ali menegaklkan keadilan terhadap pembunuh Utsman. Namun Ali tidak langsung menjawab kesanggupannya, karena situasi pada waktu itu belum memungkinkan untuk mengambil tindakan dan para pembunuh Utsman tidak diketahui satu persatunya. Akibat sikap Ali yang demikian, setelah pembai’atan tersebut keduanya keluar dari Madinah menuju Mekah bersama Aisyah Ummul Mukminin janda Nabi, menyusun kekuatan untuk mengangkat senjata melawan Ali, sehingga kemudian terjadilah ’perang unta’ (waq’ah al-jamal). Setelah pelantikan selesai, Ali menyampaikan pidato visi politiknya dalam suasana yang kurang tenang di Masjid Nabawi, setelah memuji dan mengagungkan Allah, selanjutnya Ali berkata: “Sesungguhnya Allah telah menurunkan Kitab sebagai petunjuk yang menjelaskan kebaikan dan keburukan. Maka ambillah ynag baik dan tinggal;kan keburukan. Allah telah menetapkan segala kewajiban, kerjakanlah! Maka Allah menuntunmu ke surga. Sesungguhnya Allah telah mengharamkan hal-hal yang haram dengan jelas, memuliakan kehormatan orang muslim dari pada yang lainnya, menekankan keikhlasan dan tauhid sebagai hak muslim. Seorang muslim adalah yang dapat menjaga keselamatan muslim lainnya dari ucapan dan tangannya. Tidak halal darah seorang muslim kecuali dengan alasan yang dibenarkan. Bersegeralah membenahi kepentingan umum,..........bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya kamu dimintai pertanggungjawaban tentang apa saja, dari sejengkal tanah hingga binatang ternak. Taatlah kepada Allah jangan mendurhakai-Nya. Bila melihat kebaikan ambillah, dan bila melihat keburukan tinggalkanlah. Kemudian Ali mengakhiri pidatonya dengan membacakan al-Qur’an surat al-Anfal ayat 26”.
C. Permasalahan Pada Masa Ali Bin Abi Tholib
a. Perang Jamal
Dinamakan perang unta, karena dalam peristiwa tersebut, janda Nabi Muhammad SAW dan putri Abu Bakar Shiddiq, Aisyah ikut dalam peperangan dengan mengendarai unta. Perang ini berlangsung pada lima hari terakhir Rabi’ul Akhir tahun 36H/657M. Ikut terjunnya Aisyah memerangi Ali sebagai khalifah dipandang sebagai hal yang luar biasa, sehingga orang menghubungkan perang ini dengan Aisyah dan untanya, walaupun menurut sementara ahli sejarah peranan yang dipegang Aisyah tidak begitu dominan.
‘Aisyah ra. maju ke depan di atas sedekupnya. la memberi Mushaf kepada Ka'ab bin Sur Qadhi Bashrah dan berkata," Ajaklah mereka kepada Kitabullah!" Ka'ab bin Sur pun maju ke depan dengan membawa Mushaf dan mengajak mereka kepadanya. la disambut oleh bagian depan pasukan Kufah. Pada saat yang bersamaan Abdullah bin Saba' dan para pengikutnya berada di depan pasukan membunuh siapa saja dari pasukan Bashrah yang dapat mereka bunuh.
Mereka tidak membiarkan seorang pun. Ketika mereka meli-hat Ka'ab bin Sur mengangkat mushaf mereka menghujaninya dengan anak panah hingga tewas. Kemudian anak panah mulai menghujani sekedup Aisyah ra.. Ummul Mukminin , Aisyah ra.. berteriak, "Allah! Allah! Ya bunayya, ingatlah Hari Hisab!" la mengangkat tangannya dan melaknat para pembu-nuh Utsman ra.. Orang-orang pun bergemuruh bersamanya dalam doa, hingga gemuruh tersebut sampai telinga Ali ra. ia berkata, "Suara apa itu?" Mereka berkata, "Ummul Mukminin melaknat para pembunuh Utsman ra. dan pendukungnya!" Ali ra. berkata, "Ya Allah laknatlah para pembunuh Utsman ra.!" Mereka terus menghujani sekedup Aisyah ra. dengan anak panah sehingga bentuk sekedup itu tak ubahnya seperti seekor landak. Aisyah ra. terus memotivasi pasukan untuk mempertahankan diri dan menghentikan serangan mereka. Mereka terus mendesak hingga medan per-tempuran sampai ke tempat Ali bin Abi Thalib ra. berada. Ali ra. berkata kepada puteranya, Muhammad bin al- Hanafiyah, "Cepat maju dengan membawa panji ini!" Namun Muhammad bin al-Hanafiyah tidak sanggup. Maka Ali ra. mengambil panji itu dengan tangannya lalu maju ke depan. Peperangan semakin seru, kadang kala pasukan Bashrah di atas angin dan kadang kala pula pasukan Kufah berada di atas angin. Banyak sekali pasukan yang gugur.
Belum pernah ditemukan pertempuran yang banyak menimbulkan korban yang putus tangan dan kakinya selain dalam peperangan ini. ‘Aisyah ra. ra.. terus mendorong pasukannya untuk mengejar para pembunuh Utsman ra.. Prajurit-prajurit yang bertempur mendekati unta (yakni unta yang mem-bawa ‘Aisyah ra. ra..), mereka berkata, "Peperangan ini akan terus berlanjut selagi unta ini masih tegak di sini!" Tali kekang unta pada saat itu ada di tangan Umairah bin Yatsribi, ia termasuk salah seorang jagoan yang kesohor. la tetap mempertahankan tali kekang unta itu hingga tewas terbunuh.
Prajurit yang pemberani dan gagah berani mengkhawatirkan kese-lamatan ‘Aisyah ra. ra... Saat itu panji dan tali kekang unta hanya dipegang oleh jagoan jagoan gagah berani yang terkenal keberaniannya. Ia membunuh sia-pa saja yang mendekat ke unta lalu akhirnya terbunuh. Pada saat itu sebagian dari mereka mencederai salah satu mata Adi bin Hatim. Abdullah bin az-Zubair menderita luka sebanyak tiga puluh tujuh liang pada peperangan Jamal ini. Marwan bin al-Hakam juga terluka. Kemudian seorang lelaki menebas kaki unta lalu membunuhnya, akhirnya unta itu roboh di atas tanah. Ada yang mengatakan bahwa yang mengisyaratkan agar membunuh unta itu adalah Ali bin Abi Thalib ra.. Ada yang mengatakan al-Qa'qa' bin Amru. Tujuannya agar Ummul Mukminin tidak terkena lemparan panah, ka-rena saat itu ia menjadi sasaran tembak oleh para pemanah. Dan agar ia dapat keluar dari medan pertempuran yang telah menelan korban sangat banyak. Ketika unta tersebut roboh ke tanah, orang-orang yang berada di dekat-nya mundur. Lalu sekedup Aisyah ra.. dibawa, bentuknya sudah seperti duri-duri landak karena saking banyak anak panah yang menancap padanya.
Diakhir peperangan Ali bin Abi Thalib ra. bermalam di Bashrah selama tiga hari. Beliau menshalatkan korban yang gugur dari kedua belah pihak. Kemudian beliau mengumpulkan barang-barang yang dirampas dari pasukan ‘Aisyah ra.. di markas dan memerintahkan agar dibawa ke Masjid Bashrah. Bagi yang mengenali barangnya ia boleh mengambilnya kembali. Kecuali senjata berlambang kha-lifah yang terdapat di gudang. Total korban yang gugur pada peperangan Jamal dari kedua belah pihak berjumlah sepuluh ribu jiwa. Lima ribu dari pasukan Ali dan lima ribu dari pasukan ‘Aisyah ra. ra.. . Semoga Allah merahmati mereka dan meridhai para sahabat yang gugur. Beberapa rekan Ali ra. meminta agar membagibagikan harta rampasan yang mereka peroleh dari pasukan Thalhah dan az-Zubair. Namun Ali ra. menolaknya. Sebagian pengikut as-Sakziyyah mencela beliau, mereka berkata, "Bagaimana mungkin engkau halalkan kepada kami darah mereka namun tidak engkau halalkan bagi kami harta-harta mereka?" Sampailah perkataan mereka itu kepada Ali ra., beliau berkata, "Siapakah di antara kalian yang bersedia Ummul Mukminin masuk ke dalam bagiannya?" Maka diamlah mereka mendengar ucapan beliau tersebut.
b. Perang Shiffin
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib ra. berangkat dari Kufah bertujuan menduduki Syam. Beliau mempersiapkan pasukan di Nukhailah. Beliau menunjuk Abu Mas'ud Uqbah bin Amru al-Badri al-Anshari sebagai amir sementara di Kufah. Sebetulnya sejumlah orang menganjurkan agar beliau tetap tinggal di Kufah dan cukup mengirim pasukan ke sana, namun bebe-rapa orang lainnya menganjurkan agar beliau turut keluar bersama pasukan.
Disebut perang shiffin karean perang yang menghadapkan pasukan pendukung Ali dengan pasukan pendukung Mu’awiyah berlangsung di Shiffin dekat tepian sungai Efrat wilayah Syam, perang ini berlangsung pada bulan Shafar tahun 37H/658M.
Ali ra. mengirim surat khalifah ini bersama pasukan detasemen yang dipimpin oleh al-Harits bin Jumhan al-Ju'fi. Ketika al-Asytar tiba dan bergabung bersama pasukan detasemen di depan, ia melaksanakan apa yang telah diinstruksikan oleh Ali ra.. Lalu ia maju berhadapan dengan Abul A'war asSulami, pemimpin detasemen pasukan Mu'awiyah. Kedua pasukan saling berhadapan seharian penuh. Di penghujung siang, Abul A'war as-Sulami menyerang mereka namun mereka berhasil menghadangnya maka terjadilah pertempuran kecil selama beberapa saat. Sore harinya pasukan Syam kembali.
Keesokan harinya kedua pasukan saling berhadapan kembali. Mereka saling menunggu. Tiba-tiba al-Asytar maju menyerang, sehingga gugurlah Abdullah bin al-Mundzir At-Tannukhi -ia adalah salah seorang penungang kuda yang handal dari pasukan Syam-. Ia dibunuh oleh salah seorang pasukan deta-semen Iraq bernama Zhibyan bin Umarah at-Tamimi. Melihat hal itu, Abul A'war bersama pasukannya menyerang pasukan Iraq. Ia bersama pasukan maju menghadang mereka.
Saat berhadapan al-Asytar menantang Abul A'war berduel satu lawan satu. Namun Abul A'war tidak meladeninya. Sepertinya ia memandang al-Asytar bukanlah lawan yang seimbang. Ketika malam tiba kedua pasukan menghentikan peperangan pada hari kedua ini. Keesokan paginya pada hari ketiga, Ali bin Abi Thalib ra. tiba bersama pasukannya. Kemudian Mu'awiyah juga tiba bersama pasukannya. Lalu kedua pasukan saling berhadapan di tempat yang bernama Shiffin dekat sungai Eufrat sebelah timur wilayah Syam. Peristiwa ini terjadi pada awal bulan Dzulhijjah tahun 36 H. Kemudian Ali ra. berhenti dan mengambil tempat bermalam bagi pasukannya. Akan tetapi Mu'awiyah bersama pasukannya telah lebih dahulu mengambil tempat, mereka mengambil tempat di sumber air, tempat yang paling strategis dan luas. Lalu pasukan Iraq datang untuk mengambil air. Namun pasukan Syam menghalanginya. Lalu terjadilah pertempuran kecil disebabkan masalah air tersebut. Masing-masing pasukan meminta bantuan kepada rekannya.
Kemudian kedua belah pihak sepakat berdamai dalam masalah air ini. Sehingga mereka berdesak-desakan di sumber mata air tersebut, mereka tidak saling bicara dan tidak saling mengganggu satu sama lain. Ali ra. berdiam selama dua hari di tempat itu tanpa mengirim sepucuk surat pun kepada Mu'awiyah dan Mu'awiyah juga tidak mengirim sepucuk surat pun kepada beliau. Kemudian Ali ra. mengirim seorang utusan kepada Mu'awiyah namun kesepakatan belum juga tercapai. Mu'awiyah tetap bersi-keras menuntut darah Utsman ra. yang telah dibunuh secara zhalim. Karena kebuntuan tersebut pecahlah pertempuran antara kedua belah pihak. Setiap hari Ali ra. mengirim seorang amir pasukan untuk maju bertempur.
Demikian pula Mu'awiyah, setiap hari ia mengirim seorang amir untuk maju bertempur. Kadang kala dalam satu hari kedua belah pihak terlibat dua kali pertempuran. Peristiwa itu terjadi sebulan penuh pada bulan Dzulhijjah. Lepas bulan Dzulhijjah dan masuk bulan Muharram pada tahun tiga puluh tujuh hijriyah, kedua belah pihak meminta agar perang dihentikan, dengan harapan semoga Allah mendamaikan mereka di atas satu kesepakatan yang dapat menghentikan pertumpahan darah di antara mereka.
Kemudian juru runding terus bolak balik menemui Ali dan Mu'awiyah sementara kedua belah pihak menahart diri dari pertempuran, demikian kondisinya hingga berakhir bulan Muharram tahun itu tanpa tercapai satupun kesepakatan. Ali bin Abi Thalib ra. menyuruh Martsad bin al-Harits al-Jasymi untuk mengumumkan kepada pasukan Syam saat terbenam matahari, "Ketahuilah, sesungguhnya Amirul Mukminin mengumumkan kepada kalian, 'Sesungguhnya aku telah bersabar menunggu kalian kembali kepada kebe-naran. Dan aku telah menegakkan hujjah atas kalian namun kalian tidak menyambutnya. Dan sesungguhnya aku telah memberi udzur kepada kalian dan telah memperlakukan kalian dengan adil. Sesungguhnya Allah tidak me-nyukai orang-orang yang berkhianat."
Mendengar pengumuman pasukan Syam segera menemui para amir mereka dan menyampaikan pengumuman yang mereka dengar tadi. Maka bangkitlah Mu'awiyah dan Amru, keduanya segera menyiapkan pasukan di sayap kanan dan di sayap kiri. Demikian pula Ali ra., ia menyiapkan pasukan pada malam itu.
Beliau menempatkan al-Asytar an-Nakha'i sebagai pemim-pin pasukan berkuda Kufah, pasukan infantri Kufah dipimpin oleh Ammar bin Yasir, pasukan berkuda Bashrah dipimpin oleh Sahal bin Hunaif dan pasukan infantri Bashrah dipimpin oleh Qais bin Sa'ad dan Hasyim bin Utbah, dan pemimpin para qari adalah Mis'ar bin Fadaki at-Tamimi. Ali ra. maju menghadap pasukan dan menyerukan supaya jangan seorang pun memulai pertempuran hingga merekalah yang memulainya dan menyerang kalian, jangan membunuh orang yang terluka, jangan mengejar orang yang melari-kan diri, jangan menyingkap tirai kaum wanita dan jangan melakukan pelecehan terhadap kaum wanita, meskipun kaum wanita itu mencaci maki pemimpin dan orang-orang shalih kalian!"
Pagi harinya Mu'awiyah muncul, di sebelah kanan pasukannya berdiri Ibnu Dzil Kala' al-Himyari, di sebelah kiri pasukannya berdiri Habibbin Maslamah al-Fihri, di depan pasukan berdiri Abul A'war as-Sulami. Sedang-kan pasukan berkuda Damaskus dipimpin oleh Amru bin al-'Ash, dan pasukan infantry Damaskus dipimpin oleh Adh-Dhahhak bin Qais.1026 Jabir al-Ju'fi1027 meriwayatkan dari Abu Ja'far al-Baqir dan Zaid bin al- Hasan serta yang lainnya, mereka berkata, "Ali bin Abi Thalib ra. Bergerak menuju Syam dengan kekuatan seratus lima puluh ribu personil yang berasal dari penduduk Iraq. Dan Mu'awiyah bergerak dengan jumlah personil seba-nyak itu juga yang berasal dari penduduk Syam. Yang lain mengatakan, Ali ra. Berangkat dengan membawa seratus ribu lebih personil. Sedang Mu'awiyah berangkat dengan membawa seratus tiga puluh ribu personil. Sejumlah orang dari pasukan Syam bersumpah untuk tidak lari dari medan perang, mereka mengikat diri mereka dengan sorban-sorban mereka. Mereka berjumlah lima barisan dan diikuti enam barisan yang lain. Demikian pula halnya pasukan Iraq, mereka berjumlah sebelas shaf yang melakukan hal serupa. Mereka saling berhadapan dengan kondisi seperti itu pada hari pertama di bulan Shafar tahun 37 H bertepatan pada hari Rabu. Panglima perang pasukan Iraq adalah al-Asytar an-Nakha'i, sedangkan panglima perang pasukan Syam pada saat itu adalah Habib bin Maslamah. Kedua pasukan terlibat dalam pertempuran yang sangat sengit pada hari itu, kemu-dian kedua pasukan menarik diri pada petang hari. Pertempuran pada hari itu berlangsung seimbang. Pada keesokan harinya -yakni hari Kamis-, panglima perang pasukan Iraq pada hari itu adalah Hasyim bin Utbah dan panglima perang pasukan Syam adalah Abul A'war as-Sulami. Pada hari itu kedua pasukan terlibat lagi dalam pertempuran yang sangat sengit, pasukan berkuda bertempur dengan pasukan berkuda dan pasukan infantri bertempur dengan pasukan infantri.
Pada petang hari kedua belah pihak menarik diri dari medan pertempuran. Kedua pasukan samasama bertahan dan pertempuran antara keduanya berimbang. Kemudian pada hari ketiga -yakni pada hari Jum'at- Ammar bin Yasir memimpin pasukan Iraq sementara Amru bin al-'Ash memimpin pasukan Syam. Selanjutnya kedua pasukan terlibat dalam pertempuran yang sangat sengit Amar menyerang Amru bin al-'Ash beserta pasukannya hingga mereka terpukul mundur.
Pada peperangan ini Ziyad bin an-Nadhar al-Haritsi berduel dengan seorang lelaki. Ketika keduanya telah saling berhadapan ternyata keduanya telah saling mengenal. Ternyata pula keduanya adalah saudara seibu. Maka keduanyapun menarik diri dan kembali ke pasukan masing-masing. Demikianlah peperangan terus berlanjut dengan kondisi seperti itu selama tujuh hari. Sore hari kedua belah pihak menarik diri dari medan pertempuran. Kedua belah pihak sama-sama bertahan selama tujuh hari ini, tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah akan tetapi ketika Ammar terbunuh Ali ra. maju menyerang dan ikut menyerang juga sejumlah anggota pasukan beliau bersama beliau. Tidak tersisa satupun barisan pasukan Syam melainkan tercerai berai dan mereka (Ali ra. dan pasukannya) membunuh setiap orang yang mendekat kepada mereka."
Kemudian Ali ra. memerintahkan puteranya, Muhammad, untuk maju bersama sejumlah pasukan. Mereka terlibat dalam pertempuran yang sangat hebat. Kemudian Ali ra. mengirim pasukan berikutnya untuk maju menyerang sehingga jatuhlah korban yang sangat banyak dari kedua belah pihak yang hanya Allah yang tahu berapa jumlahnya. Banyak sekali tangan dan perge-langan yang putus dan kepala yang melayang, semoga Allah merahmati mereka semua. Kemudian tibalah waktu shalat Maghrib. Orang-orang tidak bisa mengerjakan shalat melainkan dengan isyarat menjamak shalat Maghrib dengan Isya’, Lalu peperangan berlanjut hingga malam hari.
Sejumlah ulama sejarah menyebutkan bahwa mereka berperang dengan tombak hingga tombak-tombak itu pecah, dengan panah hingga anak panah habis, dengan pedang hingga pedang-pedang itu hancur, kemudian kedua belah pihak terlibat baku hantam dengan tangan dan saling melempar batu, inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Begitulah kondisi pada malam itu hingga pagi, yakni pagi hari Jum'at mereka masih terlibat dalam pertempuran. Sehingga orang-orang mengerjakan shalat Subuh dengan isyarat sementara mereka terus bertempur sampai menjelang waktu dhuha. Kemenangan hampir berada di tangan pasukan Iraq atas pasukan Syam. Pada saat-saat seperti itulah pasukan Syam mengangkat mushaf al-Qur'an. Mereka berkata, "Ini hakim antara kami dan kalian, sudah terlalu banyak korban yang jatuh, siapakah lagi yang akan menjaga per-batasan wilayah Islam? Siapakah lagi yang akan berjihad melawan kaum musyrikin dan kaum kafir?"
Abdurrahman bin Ziyad bin An'am berkata -beliau menceritakan ten-tang pasukan yang terlibat dalam peperangan Shiffin-, "Mereka adalah orang-orangArab yang saling mengenal satu sama lain pada masa jahiliyah dahulu. Lalu mereka bertemu dalam naungan Islam. Mereka saling bertahan dan malu untuk melarikan diri. Apabila mereka menghentikan pertempuran, maka sebagian orang dari pasukan Iraq berkunjung ke pasukan Syam demikian pula sebaliknya. Mereka sama-sama menguburkan prajurit yang gugur dari kedua belah pihak." Asy-Sya'bi berkata, "Mereka adalah penghuni surga, saling bertemu satu sama lain. Seseorang dari mereka tidaklah menghindar atau lari dari yang lain."
c. Perang Nahrwan
Abu Mikhnaf meriwayatkan dari Abdul Malik bin Abi Hurrah bahwa ketika Ali ra. mengirim Abu Musa untuk bertahkim (berunding), kaum Khawarij berkumpul di rumah Abdullah bin Wahab ar-Rasibi. la menyampaikan pidato yang berapi-api, mengajak mereka zuhud di dunia dan mengejar akhirat dan surga. Ia juga mendorong mereka untuk menegakkan amar ma'ruf nahi mung-kar. Kemudian ia berkata, "Keluarkanlah saudara-saudara kita dari negeri yang zhalim penduduknya ke balik gunung ini di puncak-puncaknya atau di beberapa negeri lainnya, demi mengingkari tahkim (perundingan) yang zhalim ini." Kemudian bangkitlah Hurqush bin Zuhair, setelah mengucapkan puja dan puji ia berkata, "Sesungguhnya kesenangan dunia ini sedikit, perpisahan dengannya sudah di ambang pintu, janganlah keindahan dan perhiasannya menahan kalian di atas dunia ini, janganlah hal itu menghalangi kalian dari mencari kebenaran dan mengingkari kezhaliman, sesungguhnya Allah SWT. berfirman: 'Sesungguhnya Allah SWT. beserta orang-orang yang bertakwa dan orangorang yang berbuat kebaikan.' (An-Nahl: 128)."
Ibnu Katsir berkata, "Mereka ini adalah golongan manusia yang paling aneh bentuknya. Mahasuci Allah SWT. yang telah menciptakan keragaman bentuk makhluk-makhlukNya seperti yang Dia kehendaki dan ketentuanNya telah mendahului segala sesuatu.
Jalannya peperangan. Mereka maju menyerbu ke arah pasukan Ali. Ali memerintahkan pasukan berkuda untuk maju ke depan, lalu memerintahkan agar pasukan pemanah mengambil tempat di belakang pasukan berkuda. Kemudian menempatkan pasukan infanteri di belakang pasukan berkuda. Beliau berkata kepada pasukan, "Tahanlah, hingga merekalah yang memulainya!" Pasukan Khawarij maju seraya meneriakkan kata-kata, "Tidak ada hukum melainkan milik Allah SWT., marilah bersegera menuju surga!" Mereka menyerang pasukan berkuda yang dimajukan oleh Ali. Mereka membelah pasukan berkuda hingga sebagian dari pasukan berkuda menyingkir ke kanan dan sebagian lagi menyingkir ke kiri. Lalu mereka disambut oleh pasukan pemanah dengan panah-panah mereka. Pasukan pemanah memanahi wajah-wajah mereka kemudian pasukan berkuda mengurung mereka dari kanan dan dari kiri. Lalu pasukan infanteri menyerbu mereka dengan tombak dan pedang. Mereka menghabisi pasukan Khawarij sehingga korban yang gugur terinjak-injak oleh kaki kuda. Turut tewas pula pada peperangan itu pemimpin mereka, Abdullah bin Wahab, Hurqush bin Zuhair, Syuraih bin Aufa dan Abdullah bin Syajarah as-Sulami. Sementara dari pasukan Ali hanya terbunuh tujuh orang saja.
Ali berjalan di antara korban-korban yang tewas sembari berkata, "Celakalah kalian, kalian telah dibinasakan oleh yang menipu kalian!" Orang-orang berkata, "Wahai Amirul Mulamnin, siapakah yang telah menipu mereka?" Ali menjawab, "Setan dan jiwa yang selalu menyuruh berbuat jahat. Mereka telah ditipu oleh angan-angan dan terlihat indah oleh mereka perbuatan maksiat dan membisiki mereka seolah mereka telah menang!"
Kemudian Ali memerintahkan untuk mengumpulkan orang-orang yang terluka dari mereka, ternyata jumlahnya empat ratus orang. Ali menyerahkan mereka kepada kabilah-kabilah mereka untuk diobati. Lalu membagikan senjata dan barang yang dirampas kepada mereka. Al-Haitsam bin Adi berkata, "Ali tidak membagi-bagikan harta rampasan perang yang dirampas dari kaum Khawarij pada peperangan Nahrawan. Namun beliau mengembalikan seluruhnya kepada keluarga-keluarga mereka. Sampaisampai sebuah periuk beliau menolaknya dan mengembalikan kepada keluarga siempunya.
Al-Haitsam bin Adi berkata, "Ismail bin Abi Khalid telah menyampaikan kepada kami dari Hakim bin Jabir, ia berkata, 'Ali ditanya tentang pasukan Khawarij dalam perang Nahrawan, apakah mereka termasuk kaum musyrikin?’ Ali menjawab, 'Justru mereka menghindar dari kemusyrikan.’ Ada lagi yang bertanya, 'Apakah mereka termasuk kaum munafikin?' Beliau menjawab, 'Sesungguhnya kaum munafikin tidak mengingat Allah SWT. kecuali sedikit' Kemudian ada yang bertanya, 'Lalu bagaimanakah kedudukan mereka wahai Amirul Mukminin?' Ali menjawab, 'Mereka adalah saudara-saudara kita yang membangkang terhadap kita. Kita memerangi mereka karena pembangkangan mereka itu'."
BAB III KESIMPULAN/RINGKASAN
Banyak hikmah yang dapat dipetik, namun salah satu hikmah yang dapat dipetik dari peristiwa tersebut adalah dilarang untuk memprovokasi, menghujat dan memfitnah penguasa muslim secara terang – terangan sehingga banyak orang yang tanpa memeriksa dahulu kebenaran yang ada, termakan dengan provokasi, hujatan dan celaan yang kesemuanya itu akan berakibat pada kekacauan dan kehancuran.
Maka dari itu Rasulullah SAW pernah bersabda (dari sahabat Iyadh bin Ghunaim ra.),”Barang siapa hendak menasehati penguasa maka janganlah secara terang – terangan, melainkan ambil tangannya dan berdua dengannya. Apabila ia menerimanya maka itu adalah untukmu, kecuali apabila ia enggan maka apa yang ada padanya adalah baginya sendiri” (HR Ahmad, hadits hasan) dan pada hadits yang lain Rasulullah juga bersabda; Dari Ummul Mukminin Ummu Salamah Hindun binti Abu Umayyah ra dari Nabi SAW beliau bersabda, ”Sesungguhnya akan diangkat untuk kalian beberapa penguasa dan kalian akan mengetahui kemunkarannya. Maka siapa saja yang benci bebaslah ia, dan siapa saja yang mengingkarinya, maka selamatlah ia, tetapi orang yang senang dan mengikutinya maka tersesatlah ia” Para sahabat bertanya, “Apakah tidak sebaiknya kita memerangi mereka ?” Beliau bersabda, “Jangan ! Selama mereka masih mengerjakan shalat bersamamu” (HR. Muslim)
Maka dari itu Usamah bin Zaid ra. ketika menasehati Khalifah Islam Utsman bin Affan dilakukannya dengan secara diam – diam sebagaimana atsar sahabat berikut ini : Dari Ubaidilah bin Khiyar berkata, “Aku mendatangi Usamah bin Zaid ra. dan aku katakana kepadanya, ‘Mengapa engkau tidak menasehati Utsman bin Affan untuk menegakan hukum had atas Al Walid ?’. Maka Usamah bin Zaid ra. menjawab, ‘Apakah kamu mengira aku tidak menasehatinya kecuali harus dihadapanmu ? demi Allah, sungguh aku telah menasehatinya secara sembunyi – sembunyi antara aku dan ia saja. Dan aku tidak ingin membuka pintu kejelekan dan aku bukanlah orang yang pertama kali membukanya” (HR. Bukhari dan Muslim)
Lalu bagaimana dengan demonstrasi – demonstrasi yang marak dilakukan terhadap pemerintah yang penuh dengan provokasi, hujatan dan celaan !?
DAFTAR PUSTAKA
Al-Akkad, Abbas Mahmoud. 1979. Ketakwaan Khlaifah Ali bin Abi Thalib (terj. Bustami A. Gani dan Zainal Abidin Ahmad) Jakarta: Bulan Bintang.
Katsir, Ibnu. 2004. Al Bidayah Wan Nihayah (terj.Abu Ihsan Al-Atsari) Jakarta : Darul Haq.
Lewis, Bernard. 1988. Bangsa Arab dalam Lintasan Sejarah; dari segi Geografi, Sosial, Budaya dan Persatuan Islam (terj. Said Jamhuri) Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya.
Mahzum, Muhammad.1994. Meluruskan Sejarah Islam; Studi Kritis Peristiwa Tahkim (terj. Rosihan Anwar) Bandung:Pustaka Setia.
Syalabi, Ahmad. 1992. Sejarah Kebudayaan Islam, Jilid I (terj: Mukhtarv Yahya) Jakarta : Pustaka al-Husna.
PERKEMBANGAN MASA KANAK-KANAK SAMPAI MASA PRA REMAJA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan adalah perubahan-perubahan kearah yang lebih maju, lebih dewasa dan lebih matang.
Perkembangan anak didik merupakan suatu yang komplek. Artinya banyak faktor yang mempengaruhinya, baik faktor bawaan maupun lingkungan. Yang kedua-duanya sama-sama mempengaruhi.
Pada bab I ini akan diuraikan beberapa konsep tentang perkembangan.
1. Pengertian Perkembangan
Perkembangan adalah pada perubahan individu yang berawal pada masa konsepsi dan terus berlanjut sepanjang hayat, yang berlanjut secara sistematik, progresif dan berkesinambungan baik mengenai fisik (jasmani) maupun psikis (rohani) nya. Namun perlu diingat bahwa tidak setiap perubahan yang dialami organism merupakan perkembangan.
Perubahan-perubahan yang bukan karena perkembangan, misalnya individu yang menggunakan obat-obatan.
Untuk memperjelas tentang perubahan-perubahan sebagai hasil dari perkembangan.
a. Perkembangan terakar pada unsur biologis sehingga terjadi dalam periode yang lama dan bersifat umum, tidak berhubungan dengan peristiwa atau pengalaman khusus tertentu. Namun pengalaman belajar anak turut mempengaruhi proses perkembangan yang bersangkutan.
b. Perkembangan dapat dipandang dari sisi sturuktur maupun fungsi, atau perubahan fisik maupun psikis. Perubahan pada sisi sturuktur berkaitan dengan perubahan fisik baik ukuran maupun bentuknya. Seperti perubahan lengan, kaki, otot, sedangkan perubahan dari sisi fungsi yaitu perubahan yang berhubungan dengan psikis misalnya, perubahan tentang kemampuan berpikir, mengingat, reaksi emosional.
c. Perkembangan itu bersifat terpola, teratur, dapat diprediksi. Ini berarti bila anak berkembang secara normal, ia akan mengikuti pola-pola tertentu yang sudah dapat dpperkirakan misalnya, stelah anak bisa duduk akan merangkak dan berdiri dan seterusnya.
d. Perkembangan itu bersifat unik bagi setiap individu. Berarti perkembangan itu disamping ada kasamaan tetapi ada perbedaanya. Bahkan dalam sisi tertentu tidak ada satu individu sama dengan individu lainnya.
e. Perkembangan itu terjadi secara bertahap dalam jangka waktu yang relatif lama. Maksudnya bahwa perubahan yang sifatnya sesaat, melainkanterjadi dalam suatu proses yang berlangsung secara berkelanjutan dalam waktu yang relatif lama.
f. Perkembangan adalah perubahan yang terjadi sepanjang hayat dari mulai sejak masa konsepsi hingga meniggal dunia. Konsepsi ialah saat berlangsungnya pembuatan atau perkawinan benih manusia yang kemudian berkembang menjadi organisme atau janin sebagai calon manusia yang dikenal sebagai petus (bayi dalam kandungan).
B. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan
1. Faktor turunan (warisan)
Turunan memiliki peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Ia lahir ke dunia ini membawa berbagai ragam warisan yang berasal dari ibu-bapaknya atau nenek dan kakek. Warisan tersebut yang terpenting antara lain bentuk tubuh, raut muka, warna kulit, bakat, sifat-sifat atau watak dan penyakit.
2. Faktor lingkungan
Lingkungan sangat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Lingkungan adalah keluarga yang mengasuh dan membesarkan anak, sekolah tempat mendidik, masyarakat tempat anak bergaul, bermain dan keadaan alam sekitar dengan iklimnya.
a. Keluarga.
Keluarga, tempat anak di asuh dan di besarkan, berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangannya, terutama keadaan ekonomi rumah tangga serta tingkat kemampuan orang tua dalam merawat yang sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan anak.
b. Sekolah.
Sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak terutama untuk kecerdasannya. Anak yang tidak pernah sekolah akan tertinggal dalam berbagai hal. Sekolah sangat berperan dalam meningkatkan pola pikir anak di 100 sekolah mereka dapat belajar bermacam-macam ilmu pengetahuan. Tinggi rendahnya pendidikan dan jenis sekolahnya turut menentukan pola pikir serta kepribadian.
c. Masyarakat.
Masyarakat adalah lingkungan tempat tinggal anak. Mereka juga termasuk teman-teman anak diluar sekolah. Kondisi orang-orang didesa atau kota tempat tinggal ia juga turut mempengaruhi perkembangan jiwanya. Anak-anak yang besarkan di kota berbeda pola pikirnya dengan anak desa. Anak kota umumnya lebih bersikap dinamis dan aktif bila dibandingkan dengan anak desa yang cenderung bersikap statis dan lamban.
d. Keadaan Alam Sekitar.
Keadaan alam sekitar tempat anak tinggal juga berpengaruh bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Keadaan alam sekitar adalah lokasi tempat anak bertempat tinggal, di desa atau dikota, tepi pantai atau pegunungan, desa terpencil atau dekat dengan kota. Sebagai contoh, anak desa lebih suka terhadap keadaan yang tenang atau agak sepi, sedangkan anak kota menginginkan keadaan yang ramai. Perbedaan kejiwaan tersebut adalah akiba pengaruh keadaan alam yang berbeda antara desa dengan kota.
BAB II
PERKEMBANGAN MASA KANAK-KANAK SAMPAI MASA PRA REMAJA
A. Perkembangan Aspek Fisik
Studi tentang pertumbuhan fisik telah menunjukkan bahwa pertumbuhan anak dapat di bagi menjadi 4 periode utama, dua periode ditandai dengan pertumbuhan yang cepat da dua periode lainnya dicirikan oleh pertumbuhan yang lambat. Selama periode pralahir dan 6 bulan setelah lahir, pertumbuhan tubuhnya sagat cepat. Pada akhir tahu pertama kehidupan pascalahirnya, pertumbuhan memperlihatkan tempo yang sedikit lambat dan kemudian menjadi stabil sampai si anak memasuki tahap remaja, atau tahap kemataga kehidupan seksualnya.
Ukuran dan bangun tubuh yag diwariskan secara genetik, juga mempengaruhi laju pertumbuhan tersebut. Anak-anak yang mempunyai bangun tubuh kekar biyasanya akan tumbuh dengan cepat dibandingkan dengan mereka yang bangun tubuhnya kecil atau sedang. Anak-anak dengan bangun tubuh besar ini, biyasanya akan memasuki tahap remaja lebih cepat dari pada teman sebayanya yang mempunyai bangun tubuh lebih kecil.
Besar kecilya tubuh seseorang dipengaruhi oleh factor keturunan dan juga factor lingkungan. Faktor keturunan menentukan cara kerja hormon yang mengatur pertumbuhan fisik yang dikelurka oleh lobus anterior dari kelenjar pituitary, suatu kelejar kecil yang terletak didasar sebelah bawah otak.
Pada saat seseorang dilahirkan, dia sudah mempunyai serabut otot, tetapi masih belum berkembang. Setelah kelahiraya, serabut ini akan berubah ukuran, betuk dan komposisi. Pajag, lebar, dan ketebalan otot ini akan mengalami proses pertumbuhan. Memasuki usia dewasa, otot ini telah berkembang sebanyak lima kali dari saat dilahirkan.
Dalam perkembangan pembentukan sel lemak ada tiga periode kriis. Periode pertama selama tiga bulan terakhir kehidupan pra lahir, periode kedua selama dua sampai tiga tahun kehidupa pasca lahir dan periode ke tiga atara usia sebelas sampai tiga belas tahun.
B. Perkembangan Aspek Bahasa (berbicara)
Perkembangan bahasa di tingkat pemula (bayi) dapat dianggap semacam persiapan berbicara.
a. Pada bulan-bulan pertama, bayi hanya pandai menangis. Dalam hal ini tangisan bayi dianggap sebagai pernyataan rasa tidak senang.
b. Kemudian ia menangis dengan cara yang berbeda-beda menurut maksud yang hendak dinyatakannya.
c. Selanjutnya ia mengeluarkan bunyi ( suara-suara ) yang banyak ragamnya. tetapi bunyi-bunyi itu belum mempunyai arti , hanya untuk melatih pernapasan saja.
d. Menjelang usia pertengahan di tahu pertama, ia meniru suara-suara yang didengarkannya, kemudian mengulangi suara tersebut, tetapi bukan karna dia sudah mengerti apa yang dikatakan kepadanya.
Ada dua alasan mengapa bayi belum pandai berbicara: pertama, alat-alat bicaranya belum sempurna. Kedua, untuk dapat berbicara, ia memerlukan kemampuan berpikir yang belum dimiliki oleh anak bayi. Kemampuan berbicara dapat dikembangkan melalui belajar dan berkomunikasi dengan orang lain secara timbal balik.
Pada mulanya motif anak mempelajari bahasa adalah agar dapat memenuhi:
1. keinginan untuk memperoleh informasi tentang lingkungannya, diri sendiri, dan kawan-kawannya ini terlihat pada anak usia 2 setengah – 3 tahun.
2. Memberi perintah dan menyatakan kemauannya.
3. Pergaulan social dengan orang lain.
4. Menyatakan pendapat dan ide-idenya.
Perkembangan bahasa seorang anak menurut Clara dan William Stern, ilmuan bangsa Jerman, dibagi dalam empat masa, yaitu: masa kalimat satu kata, masa memberi nama, masa kalimat tunggal dan masa kalimat majemuk.
C. Perkembangan Aspek Moral
Untuk mempermudah dalam membahas perkembangan moral, perlu untuk dimengerti arti istilah tersebut. Perilaku moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial. “Moral”berasal dari kata latinyang berarti tatacara, kebiasaan dan adat. Perilaku moral dikendalikan oleh konsep-konsep moral- peraturan perilakuyang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya dan yang menentukan popla perilaku yang diharapkan dari seluruh anggota kelompok.
Perilaku tak bermoral berarti perilaku yang tidak sesuai dengan harapan sosial. perilaku demikian tidak disebabkan oleh ketidak acuhan akan harapan sosial, melainkan ketidak setujuan dengan standart sosial atau kurang adanya perasaan wajib menyesuaikan diri.
Perilaku amoral berarti perilaku yang lebih disebabkan ketidak acuhan terhadap harapan kelompok sosial dari pada pelanggaran sengaja terhadap standart kelompok. Beberapa diantara perilaku anak kecil lebih bersifat amoral dari pad takbermoral.
Pola Perkembangan Moral
Menurut Peaget perkembangan moral terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama disebut tahap realisme moral ( moralitas oleh pembatasan”. Tahap kedua disebut moralitas otonomi ( moralitas oleh kerja sama atau hubungan timbal balik)
Dalam tahap yang pertama ini seorang anak menilai tindakan sebagai benar atau salah atas dasar konsekuensinya dan bukan berdasarkan motifasi dibelakangnya. Moral anak otomatis mengikuti peraturan tanpa berfikir atau menilai, dan cendrung menganggap orang dewasa yang berkuasa sebagai maha kuasa. Yang paling penting menurut Piaget bahwa anak menilai suatu perbuatan benar atu salah berdasarkan hukuman bukan pada nilai moralnya.
Di tahap kedua perkembangan kognitif anak telah terbentuk sehingga dia dapat mempertimbangkan semua cara yang mungkin untuk memecahkan masalah tertentu. Anak mulai dapat melihat masalah dari berbagai sudut pandang dan dapat mempertimbangkan berbagai faktor untuk memecahkan masalah.
D. PERKEMBANGAN AGAMA
1). Perkembangan Jiwa Beragama
Dalam rentang kehidupan terdapat beberapa tahap perkembangan. Menurut Kohnstamm, tahap perkembangan kehidupan manusia dibagi menjadi lima periode, yaitu:
1. Umur 0 – 3 tahun, periode vital atau menyusuli.
2. Umur 3 – 6 tahun, periode estetis atau masa mencoba dan masa bermain.
3. Umur 6 – 12 tahun, periode intelektual (masa sekolah)
4. Umur 12 – 21 tahun, periode social atau masa pemuda.
5. Umur 21 tahun keatas, periode dewasa atau masa kematangan fisik dan psikis seseorang.
Elizabeth B. Hurlock merumuskan tahap perkembangan manusia secara lebih lengkap sebagai berikut:
1. Masa Pranatal, saat terjadinya konsepsi sampai lahir.
2. Masa Neonatus, saat kelahiran sampai akhir minggu kedua.
3. Masa Bayi, akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua.
4. Masa Kanak- Kanak awal, umur 2 – 6 tahun.
5. Masa Kanak- Kanak akhir, umur 6 – 10 atau 11 tahun.
6. Masa Pubertas (pra adolesence), umur 11 – 13 tahun
7. Masa Remaja Awal, umur 13 – 17 tahun. Masa remaja akhir 17 – 21 tahun.
8. Masa Dewasa Awal, umur 21 – 40 tahun.
9. Masa Setengah Baya, umur 40 – 60 tahun.
10. Masa Tua, umur 60 tahun keatas.
E. PERKEMBANGAN SOSIAL
Menurut keyakinan tradisional sebagian manusia dilahirkan dengan sifat social dan sebagian tidak. Orang yang lebih banyak merenungi diri sendiri daripada bersama-sama dengan orang lain, atau mereka yang bersifat social pikirannya lebih banyak tertuju pada hal-hal diluar dirinya, secara ‘alamiah’ memang sudah bersifat demikian, atau karena factor keturunan. Juga orang yang menentang masyarakat yaitu orang yang anti social.
1). Mulainya Perilaku Sosial
Pada waktu lahir, bayi tidak suka bergaul dengan orang lain. Selama kebutuhan fisik mereka terpenuhi, mereka tidak mempunyai minat terhadap orang lain. Pada vulan pertama atau kedua sejak bayai dilahirkan, mereka semata-mata bereaksi terhadap rangsangan dilingkungan mereka, terlepas dari apakah asal rangsangan itu manusia atau benda, sebagai contoh, mereka tidak dapat membedakan dengan jelas antara suara manusia dan suara lainnya.
Sosialisasi dalam bentuk perilaku yang suka bergaul dimulai pada bulan ketiga, tatkala bayidapat membedakan antaramanusia dan benda dilingkungan mereka dan mereka bereaksi secara berbeda terhadap keduanya. Pada saat itu otot mereka cukup kuat dan terkoordinasi sehingga memunginkan untuk menatap orang atau benda dan mengikuti gerak orang ataubenda tersebut, dan melihat sasaran itu dengan jelas. Pendengaran mereka juga cukup berkembang sehingga memungkinkan mereka mengenal suara. Akibat dari perkembangan ini, ditinjau dari sudut kematangan, mereka telah siap untuk belajar bermasyarakat.
2). Reaksi Terhadap Orang Deewasa
Reaksi social pertama bayi adalah terhadap orang dewasa karena, secara normal, orang dewasa merupakan hubungan social pertama bayi. Pada masa bayi menginjak usia tiga bulan, mereka memalingkan muka kearah suara maa dan tersenyum membalas senyuman atau berketuk. Bayi mengeksperesikan kegembiraan terhadap kehadiran orang lain dengan tersenyum, menyepakkan kaki, atau melambaikan tangan. Senyuman social, atau senyuman sebagai reaksi terhadap orang yang dibedakan dari senyuman reflek yang timbul olehrabaan pada pipi atau bibir bayi, dipandang sebagai awal perkembangan social.
F. PERKEMBANGAN EMOSI
Kemampuan untuk bereaksi secara emosional sudah ada pada bayi yang baru lahir. Gejala pertama perilaku emosional adalah keterangsangan umum terhadap stimulasi yang kuat. Keterangsangan yang berlebih-lebihan ini tercermin dalam aktivitas yang banyak pada bayi yang baru lahir. Meskipun demikian, pada saat bayi lahir, bayi tidak memperlihatkan reaksi yang secara jelas dapat dinyatakan sebagai keadaan emosional yang spesifik.
Seringkali sebelum lewatnya periode neonate, keterangsangan umum pada bayi yang baru lahir dapat dibedakan menjadi reaksi yang sederhana yang mengesankan tentang kesenangan dan ketidaksenangan. Reaksi yang tidak menyenangkan dapat diperoleh dengan cara mengubah posisi secara tiba-tiba, sekonyong-konyong membuat suara keras, merintangi gerakan bayi, membiarkan bayi mengenakan popok yang basah, dan menempelkan sesuatu yang dingin pada kulitnya. Rangsangan semacam itu menyebabkan timbulnya tangisan dan aktivitas besar. Sebaliknya, reaksi yang menyenangkan tampak jelas tatkala bayi menetek. Reaksi semacam itu juga dapat diperoleh dengan cara mengayun-ayunkannya, menepuk-nepuknya, memberikan kehangatan, dan membopongnya dengan mesra. Rasa senang pada bayi dapat terlihat dari relaksasi yang menyeluruh pada tubuhnya, dan dari suara yang menyenangkan berupa mendekut dan mendeguk.
Terdapat variasi dari segi frekuensi, intesitas serta jangka waktu dari berbagai macam emosi, dan juga usia pemunculannya. Variasi ini sudah mulai terlihat sebelum masa bayi berakhir dan semakin sering terjadi dan lebih menyolok dengan meningkatnya usia kanak-kanak.
Ciri Khas Penampilan Emosi Anak
• Emosi yang kuat
• Emosi sering kali tampak
• Emosi bersifat sementara
• Reaksi mencerminkan individualitas
• Emosi berubah kekuatannya
• Emosi dapat diketahui melalui gejala perilaku
G. PERKEMBANGAN KOGNITIF
Perbedaan-perbedaan individual dalam perkembangan kognitif bayi telah dipelajari melalui penggunaan skala perkembangan atau tes intelegensi bayi. Adalah penting untuk mengetahui apakah seorang bayi berkembang pada tingkat yang lambat , normal, atau cepat. Kalau seorang bayi berkembang pada tingkat yang lambat, beberapa bentuk pengayaan cukup penting. Akan tetapi bila seorang bayi berkembang pada suatu tahapan yang lebih maju, orang tua dapat dinasehati untuk memberi mainan yang lebih “sulit” guna merangsang pertumbuhan kognitif mereka. Dan skala mental pda perkembangan kognitif bayi meliputi pengukuran sebagai berikut : Perhatian pendengaran dan penglihatan terhadap rangsangan yang diberikan. Manipulasi, seperti mengkombinasikan benda-benda atau menggoyang-goyangkan Suatu mainan yang dapat menghasilkan bunyi.
BAB III
KESIMPULAN
Perkembangan adalah perubahan-perubahan kearah yang lebih maju, lebih dewasa dan lebih matang. Perkembangan itu bersifat unik bagi setiap individu. Berarti perkembangan itu disamping ada kasamaan tetapi ada perbedaanya. Bahkan dalam sisi tertentu tidak ada satu individu sama dengan individu lainnya.
Masyarakat adalah lingkungan tempat tinggal anak. Mereka juga termasuk teman-teman anak diluar sekolah. Kondisi orang-orang didesa atau kota tempat tinggal ia juga turut mempengaruhi perkembangan jiwanya. Anak-anak yang besarkan di kota berbeda pola pikirnya dengan anak desa.
Studi tentang pertumbuhan fisik telah menunjukkan bahwa pertumbuhan anak dapat di bagi menjadi 4 periode utama, dua periode ditandai dengan pertumbuhan yang cepat da dua periode lainnya dicirikan oleh pertumbuhan yang lambat.
Ada dua alasan mengapa bayi belum pandai berbicara: pertama, alat-alat bicaranya belum sempurna. Kedua, untuk dapat berbicara, ia memerlukan kemampuan berpikir yang belum dimiliki oleh anak bayi. Kemampuan berbicara dapat dikembangkan melalui belajar dan berkomunikasi dengan orang lain secara timbal balik.
Perilaku moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial. “Moral”berasal dari kata latinyang berarti tatacara, kebiasaan dan adat. Perilaku moral dikendalikan oleh konsep-konsep moral- peraturan perilakuyang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya dan yang menentukan popla perilaku yang diharapkan dari seluruh anggota kelompok.
Menurut keyakinan tradisional sebagian manusia dilahirkan dengan sifat social dan sebagian tidak. Orang yang lebih banyak merenungi diri sendiri daripada bersama-sama dengan orang lain, atau mereka yang bersifat social pikirannya lebih banyak tertuju pada hal-hal diluar dirinya, secara ‘alamiah’ memang sudah bersifat demikian, atau karena factor keturunan. Juga orang yang menentang masyarakat yaitu orang yang anti social.
Kemampuan untuk bereaksi secara emosional sudah ada pada bayi yang baru lahir. Gejala pertama perilaku emosional adalah keterangsangan umum terhadap stimulasi yang kuat. Keterangsangan yang berlebih-lebihan ini tercermin dalam aktivitas yang banyak pada bayi yang baru lahir. Meskipun demikian, pada saat bayi lahir, bayi tidak memperlihatkan reaksi yang secara jelas dapat dinyatakan sebagai keadaan emosional yang spesifik.
Perbedaan-perbedaan individual dalam perkembangan kognitif bayi telah dipelajari melalui penggunaan skala perkembangan atau tes intelegensi bayi. Adalah penting untuk mengetahui apakah seorang bayi berkembang pada tingkat yang lambat , normal, atau cepat. Kalau seorang bayi berkembang pada tingkat yang lambat, beberapa bentuk pengayaan cukup penting. Akan tetapi bila seorang bayi berkembang pada suatu tahapan yang lebih maju, orang tua dapat dinasehati untuk memberi mainan yang lebih “sulit” guna merangsang pertumbuhan kognitif mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikologi Belajar. PT. Rineka Cipta : Jakarta.
MuhibbinSyah, M.Ed. 2008. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. PT. Remaja Rosdakarya : Bandung.
Djiwandono, Sri Esti. 2006. Psikologi Pendidikan. PT Grasindo : Jakarta.
Sarwono. S. W. 1999. Psikologi Remaja. PT. Raja Gizfinto Persada : Jakarta.