| Mera Naam Joker: DEMOKRASI

Sabtu, 21 Mei 2011

DEMOKRASI


Demokrasi
Islam bukan demokrasi
Islam berbeda dengan demokrasi
Islam tidak boleh berdiri dengan demokrasi
Islam = Quran & Sunnah
Renungan bagi para aktivis islam yang memperjuangkan demokrasi liberal
Demokrasi Modern menurut definisi aslinya adalah bentuk pemerintahan yang di dalamnya banyak keputusan pemerintah atau di belakang kebijakan yang menimbulkan keputusan itu lahir dari suara terbanyak yakni dari mayoritas di pemerintahan atau di belakang kebijakan yang menimbulkan keputusan itu lahir dari suara terbanyak, yakni dari mayoritas di pemerintahan (consent of a majority of adult governed).
Demokrasi sebagai proses politik dapat memuat muatan-muatan lokal sesuai area yang melingkarinya (seperti pengalaman politik dan definisi orang-orang yang duduk dalam pemerintahan). Karena itu, tidak pernah ada sistem demokrasi ideal yang pernah terwujud. Disamping itu, karena banyaknya area yang mempengaruhi dan melingkupinya, maka dalam ilmu politik seringkali sulit membedakan antara pemerintahan demokrasi dan pemerintahan tirani.
Apa yang dimaksud dengan suara terbanyak? ahli-ahli politik mengajukan beberapa syarat. Diantaranya tidak tampak adanya pemaksaan atau ancaman untuk menggolkan suatu opini tertentu, tidak ada pembatasan kebebasan berbicara, tidak terdapat monopoli propaganda dan tidak ada control institutional terhadap fasilitas-fasilitas komunikasi massa. Pada kenyataannya definisi dari pemaksaan, ancaman, pembatasan, monopoli, propaganda dan control institutional tidak pernah diterjemahkan kecuali oleh pemerintah apapun namanya.
Karena itu, Aristoteles menyebut pemberlakuan demokrasi sebagai suatu kemerosotan. Alasannya ketidakmungkinan orang banyak untuk memerintah yang kecil jumlahnya. Bahkan Plato seorang pemikir yang diagung-agungkan oleh barat juga melancarakan kritik terhadap demokrasi. Katanya kebanyakan orang adalah bodoh atau jahat atau kedua-duanya dan cenderung berpihak kepada diri sendiri. Jika orang banyak ini dituruti, maka muncullah kekuasaan yang bertumpu pada ketiranian dan terror. Karena itu pula diyakini hanya segelintir orang yang diuntungkan dari sistem pemerintahan yang demokratis ini.
George Santayana, penyanjung berat Plato menyerukan “Give divine right to rule” (berikan Tuhan hak untuk memerintah) Bahkan Winston Churchil mengeluarkan deklarasi yang bunyinya “demokrasi is worst possible form of government” (demokrasi adalah kemungkinan terburuk dari bentuk pemerintahan).
Chandra Muzzafar, direktur Just World Trust (LSM di penang Malaysia) dalam buku “Hak-Hak Asasi Manusia Dalam tata Dunia Baru” memandang ide-ide demokratis berasal dari dunia barat dan terkesan kolonis. Ia menulis, usaha mencolok untuk melanggengkan kepentingan-kepentingan ideologis dan ekonomi (barat) yang sempit dengan disamarkan kata-kata manis seputar kebebasan dan demokrasi.
Di zaman Yunani kuno dimana demokrasi itu berasal tokoh seperti Solon, Chleisthenes dan Demosthenes, berpandangan bahwa konsep demokrasi adalah sistem politik terbaik. Namun ironis, periode demokratis dalam sejarah Yunani tercatat hanya sebagai kasus-kasus istimewa. Politik Yunani di masa beberapa abad sebelum masehi justru didominasi periode kediktatoran tirani danoligarki. Benih demokrasi malah hancur ketika Negara Sparta yang otoriter mengalahkan Athena dalam perang Ploponesia (Amien Rais, Demokrasi dengan proses politik LP3ES, 1986).
Hal di atas membuat Plato dan Aristoteles, dua tokoh kritisi tentang demokrasi yang sulit dibantah berpandangan lain berdasarkan pengamatan mereka atas praktek demokrasi di Athena, maka demokrasi justru merupakan sistem yang berbahaya dan tidak praktis. Bahkan Aristoteles menambahkan, “Pemerintahan yang didasarkan pada pilihan orang banyak dapat mudah dipengaruhi oleh para demagog dan akhirnya akan merosot jadi kediktatoran.” Demokrasi akan mudah meluncur ke arah tirani. Amerika serikat pun yang membangga-banggakan diri sebagai negara paling demokratis di dunia dan pejuang HAM yang hebat ternyata menyimpan borok demokrasi itu sendiri. Paul Findley senator AS lewat bukunya “Mereka Yang Berani Bicara dan Diplomasi Munafik Ala Yahudi”, membongkar dominasi loby Yahudi (AIPAC) dalam tubuh Kongres AS. Tidak seorang pun calon presiden AS yang bisa duduk di kursi kepresidenan tanpa direstui oleh lobi Yahudi tersebut, tegasnya.
Data di atas selain menarik juga bagus untuk dibandingkan dengan negara-negara yang selama ini mengklaim sebagai pewaris dan pelaksana demokrasi. Di Amerika masa pemilihan presiden sering dibanggakansebagai praktek demokrasi paling nyata. Debat antar kandidiat, saling serang, propaganda (fitnah), hingga pengungkapan aib-aib pribadi (ghibah) tak hanya menjadi bumbu bagi pesta demokrasi namun telah menjadi bagian inti dari sandiwara demokrasi itu sendiri yang menjadi sekadar hiburan yang meninabobokan masyarakat Amerika. Di setiap tempat nama demokrasi semakin popular dengan macam-macam embel-embel Demokrasi Barat (Kapitalis), Demokrasi Proletar (Komunis), Demokrasi Pancasila (bebas bertanggung jawab), bahkan dengan latah orang Islam pun mengikuti orang kafir mengembel-embeli demokrasi dengan nama Teo Demokrasi (Demokrasi Islam). Bahkan tak jarang kata demokrasi dicomot begitu saja untuk mengesankan rakyat, bahwa pemerintah yang sedang berjalan adil dan bijaksana.
Revolusi Prancis merupakan salah satu pelajaran diperkudanya kata demokrasi bagi kepentingan segelintir orang. Banyak rakyat miskin di Prancis kala itu mendukung revolusi tersebut dikarenakan terkagum-kagum pada semboyan “Liberte, Egalite, Franite”. Mereka berharap setelah usai revolusi, kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan akan tercipta di antara mereka semua. “Prancis akan menjadi pelopor bagi kehidupan negara paling demokratis” demikian kira-kira harapan mereka. Namun sejarah membuktikan angan-angan tersebut tak pernah terjadi. Rakyat miskin terlalu naif untuk bisa memahami bahwa kemerdekaan “Liberte” yang dimaksud adalah kemerdekaan kaum borjuis untuk berdagang bebas. Tentu saja bebas memonopoli pasar dan daerah pemasaran, bebas bersaing dengan pengusaha kecil dan kesemuanya yang ada pada akhirnya hanya akan menggulung habis semua potensi pengusaha lemah. Sedang persamaannya “Elagite” yang dimaksud adalah persamaannya kaum borjuis dalam kedudukannya dengan ancient regime dulu itu. Dan persaudaraan “Fraternite” yang terdengar luhur itu sesungguhnya hanyalah persaudaraan antar kaum borjuis yang satu dengan yang lainnya yang tidak dibatasi sekat geografis. Sebab itu Revolusi Prancis sesungguhnya hanyalah revolusi kaum borjuis(bangsawan) bukan revolusi bagi keseluruhan bangsa demi demokrasi. Kehidupan rakyat kecil sebelum dan setelah revolusi tidak mengalami perubahan yang berarti, bagaikan jalan di tempat.
Telaah tajam diberikan oleh Abul A’la Al Maududi seperti yang dinukil Amien Rais dalam pengantar buku “Khilafah dan kerajaan”. Bagi Maududi, demokrasi yang sering dianggap sebagai sistem politik paling modern gagal menciptakan keadilan sosio ekonomi dan juga keadilan hukum.
Jurang lapisan kaya dan miskin, hak-hak politik rakyat yang terbatas pada formalitas empat atau lima tahunan hanya “Siapapun yang sedikit mendalami memang akan menyadari bahwa yang sering berlaku adalah hukum besi oligarki dimana sekelompok penguasa saling bekerja sama untuk menentukan kebijakan politik sosial dan ekonomi negara tanpa harus menanyakan bagaimana sesungguhnya aspirasi rakyat sebenarnya”.
Dan cacat demokrasi yang paling fatal adalah terdapat pada landasan konsepsinya sendiri. Prinsip kedaulatan di tangan rakyat yang diwujudkan dalam suara terbanyak. Prinsip mayoritas ini amat rentan tatkala penguasa atau sekelompok orang dapat merekayasa masyarakat melalui propaganda, Money Politic, tindak persuasif hingga refresif agar mendukungnya. Dengan propaganda terus-menerus rakyat dapat menganggap surga adalah neraka, dan neraka adalah surga, benar jadi salah, salah jadi benar, begitu seterusnya seperti yang ditunjukkan Adolf Hitler dalam “Mein Kampf”. Sisi lain yang perlu dicatat bahwa rakyat sendiri adalah individu yang tak lepas dari tarikan hawa nafsu dan godaan setan. Timbangan baik buruk yang diserahkan pada rakyat adalah sebuah kekacaubalauan.
Dalam kasus The Prohobition Law of America, mula-mula rakyat Amerika secara rasional dan logis berpendapat bahwa minuman keras tidak hanya berdampak negatif bagi kemampuan mental dan intelektual manusia serta mendorong timbulnya kekacauan masyarakat. Hukum ini disetujui suara mayoritas. Namun ketika hukum ini mulai diberlakukan, rakyat yang terlanjur mencandu tak dapat melepaskan ketergantungan itu. Akhirnya undang-undang itu dicabut oleh rakyat sendiri. UNESCO sendiri pernah menarik kesimpulan bahwa ide demokrasi itu bersifat ambigious (mendua, tak menentu). Maka tak heran jika seluruh pemimpin negara ramai-ramai menyatakan we are all democrats (kami semua adalah demokrat) meski kenyataannya berbeda-beda, bahkan dalam Encyclopedia Americana, Uni Soviet (sebelum bubar) Cina, dan Kuba yang nyata-nyata komunis pun menyebut pemerintahannya sebagai pemerintahan demokrasi. Francis Fukuyama akhirnya menulis dalam bukunya “The End of History” (1989), “Sejarah dunia telah berakhir dengan kemenangan di pihak demokrasi”, benarkah?.
DR Adnan Ali Ridho An Nahwi dalam buku “Asy Syura La Ad Dimuqratiyah” (Syura Bukan Demokrasi) berpendapat bahwa demokrasi hanyalah sarana musuh Islam untuk menghacurkan ummat Islam. Demokrasi Perancis di Aljazair, demokrasi Inggris di Mesir, Palestina, India dan demokrasi Amerika di Lebanon dan Turki justru menghembuskan kehinaan bagi rakyat dan bangsa Muslim. Beberapa fakta modern jelas-jelas menunjukkan Barat tidak pernah memberi tempat bagi kaum muslimin untuk memenangkan demokrasi di banyak tempat, dari mulai Mesir dengan Ikhwanul Musliminnya, Aljazair dengan FIS nya sampai Turki dengan Refahnya karena menurut barat ada ketidakselarasan antara demokrasi dengan Islam.
Barangsiapa dari kalian yang hidup (setelah masaku), akan banyak melihat perselisihan yang banyak, maka kalian wajib berpegang-teguh dengan sunnahku dan sunnah para khulafaurasyidin, gigitlah dengan kuat dan jauhilah perkara-perkara baru”(HR. Abu Dawud)

APAKAH MAKSUD DEMOKRASI??

Demokrasi
Oleh: Abu ar-Rubayyi' as-Salafy
Antara bentuk serangan pemikiran yang banyak digunakan oleh Nasrani dan Yahudi adalah pemikiran demokrasi. Bahkan melalui demokrasi mereka berjaya menumpaskan golongan yang bersemangat membela Islam seperti parti-parti politik yang menjenamakan mereka sebagai Islam.
Takrif
Demokrasi adalah kalimah Yunani (Greek) yang terdiri dari 2 perkataan iaitu 'Demos' dan 'Kratos'. Demos bermaksud 'bangsa' atau 'rakyat' manakala kratos bermaksud 'kekuasaan'. Takrif demokrasi secara mudahnya adalah kekuasaan rakyat.
Demokrasi ialah sistem pemerintahan yang dijalankan menurut kehendak rakyat, jauh daripada pengaruh orang atau kelompok tertentu yang dikenal sebagai diktator dan autokrat.
Makna demokrasi mengalami sedikit pengembangan sebagai: "Satu falsafah (teori) yang berkeras dengan tuntutan hak dan kapasiti rakyat melalui mereka secara lansung atau melalui wakil-wakil rakyat untuk mengawal perlembagaan mereka untuk tujuan yang dikehendaki mereka (rakyat)"[Columbia Encyclopedia, Yahoo.com].
Sejarah
Demokrasi bermula di zaman Greek kuno. Ia dipraktikkan dalam sistem pemerintahan di Negara Kota di Athens dan Sparta pada ke 5 S.M. Sistem ini diamalkan dengan semua rakyatnya menjadi anggota dewan dan berbincang, melantik ketua dan menetapkan hukuman. Sistem ini hanya sesuai dalam negara yang kecil dan semua rakyatnya terdidik.
Namun, apabila berkembangnya kerajaan Rom dan masuknya agama Kristian ke benua Eropah, sistem ini terhapus namun kekal sebagai sebuah pemikiran yang membawa kepada kejatuhan sistem monarki Rom pada tahun 500 M dan tertubuhnya Republik Rom. Pada masa ini muncul satu bentuk demokrasi yang baru yang bukan dijalankan secara langsung oleh rakyat tetapi melalui wakil-wakil mereka.
Demokrasi dalam Dunia Islam
Pada tahun 1789M, Revolusi Perancis berlaku. Serentak dengan itu, Perancis menjadi sebuah negara demokrasi. Sebelum itu, Amerika dan Britain telah melalui proses yang sama.
Kemudian, apabila kerajaan Mesir mengambil undang-undang Perancis sebagai Perlembagaannya, maka masuklah demokrasi ini ke dalam negara Islam dan berkembang selari dengan berkembangnya fahaman memisahkan agama dari negara (sekular).[Rujuk Nota Emansipasi Wanita].
Kemudian, apabila al-Ikhwan al-Muslimin ingin merebut kekuasaan, mereka mula menggunakan pilihanraya sebagai jalan dan membawa kepada pengiktirafan terhadap sistem demokrasi. Lebih buruk apabila al-Ikhwan al-Muslimun bergabung dengan Jamal Abdul Nasir menggulingkan Raja Farouk pada tahun 1952M. Ini membawa kepada masuknya racun demokrasi dalam pemikiran Islamist.
Apa Itu Demokrasi?
Demokrasi terbina atas dasar:
1- Kekuasaan Rakyat.
Maknanya hak menentukan hukum adalah milik rakyat. Demokrasi menekankan kedaulatan rakyat. Maka inilah titik tolak syirik nya demokrasi. Ini berdasarkan firman Allah S.W.T:
Maksudnya: "Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. dia Telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."[Yusuf:40]
Dan juga firman Allah:
Maksudnya: "Dan tidak ada seorang pun yang boleh menyekutuinya dalam hukum"-[al-Kahf:26].
Dalam demokrasi, rakyat yang menentu dan meluluskan undang-undang. Rakyat dalam takrif demokrasi adalah penduduk sesebuah negara tanpa mengira batas agama. Maka secara signifikannya demokrasi membenarkan orang kafir membuat undang-undang dalam sebuah negara Islam. Maka demokrasi amat bertolak belakang dengan Islam.
2- Pendapat Kebanyakan.
Demokrasi memerlukan pendapat kebanyakan manusia dalam membuat undang-undang. Ini bertentangan dengan firman Allah:
Maksudnya: "Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)"-[al-An'am:116]
Mereka yang menggunakan demokrasi untuk menegakkan hukum Islam adalah menyalahi Islam kerana hukum Islam tidak boleh mengikut kebanyakan manusia, bukan untuk didebatkan sama ada perlu dilaksanakan atau tidak kerana firman Allah:
Maksudnya: "Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya Telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia Telah sesat, sesat yang nyata."[al-Ahzab:36].
Maka atas dua dasar utama demokrasi ini, sistem ini sangatlah batil. Demokrasi juga terbina dengan dasar persamaan, tolak ansur dan kebebasan.
Sebagaimana yang telah kita jelaskan, Islam membawa keadilan, bukan persamaan. Tolak ansur dalam sistem demokrasi tidak mengambik kira kepentingan agama bahkan hanya kepentingan duniawi semata-mata. Begitu juga kebebasan, Islam menekankan pemberian hak bukan pembebasan.
Misalnya seorang wanita yang hendak membuka aurat, maka menurut demokrasi itu dibenarkan tidak boleh dilarang kerana persamaan iaitu bolehnya lelaki tidak memakai tudung misalnya, kebebasan kerana bebas berbuat kehendaknya, dan tolak ansur iaitu tidak perlu dijadikan satu isu walaupun ia mengganggu mata lelaki mukmin kerana warganegara perlu bertolak ansur. Adapun Islam, maka ini salah kerana wanita itu tidak berhak membuka tudung kerana setiap manusia ada hak-hak yang perlu dijaga dan hak yang paling besar hak Allah atasnya kerana segala undang-undang terikat dengan hukum Allah.
Perbezaan Demokrasi dengan Islam:
1) Hak Membuat Undang-undang: Demokrasi memberikan kepada manusia adapun Islam hendaklah undang-undang itu milik Allah dan selari dengan qaedah syara'.
2) Hak memilih pemimpin: demokrasi memberi hak itu kepada rakyat sepenuhnya sedangkan Islam memberi hak memilih pemimpin kepada al-Quran dan as-Sunnah dan diterjemahkan melalui para ulama' dan pemuka-pemuka kaum serta cendakiawan umat yang membentuk majlis Syura.
3) Keanggotaan Majlis Syura: Demokrasi membuka ruang kepada semua rakyat adapaun Islam, majlis syura itu dianggotai oleh 'alim ulama' dan mukminin yang bertakwa dan amanah. Golongan kafir tidak diberi hak keanggotaan.
4) Hak melaksanakan Undang-undang: Menurut demokrasi, sesuatu undang-undang dibuat kerana kehendak rakyat. Tetapi menurut Islam undang-undang dibuat kerana menurut perintah Allah dan Rasul dan berdasarkan prinsip Dharuriyat al-Khams (agama,nyawa.aqal,keturunan,harta) iaitu hendaklah undang-undang itu menjamin lima perkara ini menurut prioriti. Maka jika seseorang melaksanakan hudud melalui sistem demokrasi maka tidak dinamakan hudud tetapi undang-undang manusia yang kebetulan sama dengan hudud. Maka tidak layak hukuman itu dinamakan hukuman Islam.
5) Kebebasan: Demokrasi mempunyai pemikiran Liberal dan memberi kebebasan. Selama tidak mengganggu kebanyakan orang maka tidak mengapa. Oleh itu, Geert wilders tidak bersalah pada demokrasi kerana 'Kebanyakan' rakyat Belanda tidak terganggu dengan tindakannya. Tetapi dalam Islam kebebasan bermaksud melaksanakan sepenuhnya tuntutan agama. Jika tidak maka orang itu tidak bebas kerana terbelenggu dengan 'dosa' dan 'neraka'.
6) Masdar: Demokrasi berasal daripada aqidah Yahudi iaitu apabila Talmud menyatakan bahawa Pendeta mereka bermesyuarat dengan Tuhan dalam mebuat hukum, adapun Islam undang-undangnya daripada Allah kepada manusia tanpa ada sekutu bagi Allah Taala. Wallahua'lam.

APAKAH ITU DEMOKRASI ?

Istilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Pemikir politik mendefinisikan demokrasi dengan cara yang berbeda. Mereka bisa dikategorikan dalam tiga kelompok.

Kelompok pertama menyatakan bahwa demokrasi merupakan sebuah bentuk pemerintahan umum.

Kelompok kedua menganggap konsep demokrasi secara luas dan mencari jangkauan untuk memperpanjang bidang ekonomi dan juga sosial.

Sedangkan kelompok yang terakhir memegang bahwa demokrasi adalah filsafat kehidupan, dimana menekankan martabat manusia dan memandang semua kehendak individu.

Dibawah ini akan terdapat penjelasan demokrasi, dimana merujuk kepada kategori kelompok yang pertama.

1. Pemerintahan rakyat.

Bisa dikatakan bahwa demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana rakyat memiliki kekuatan penuh didalam politik, baik secara langsung maupun melalui representative.

Lincoln mendefinisikan demokrasi sebagai pemerintahan rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat. Seely mendefinisikan bahwa demokrasi adalah pemerintahan bersama.

2. Pemerintahan khalayak ramai.

Menurut pemikir jurusan demokrasi bahwa demokrasi adalah pemerintahan yang besara atau khalayak ramai. Dicey mendefinisikan demokrasi sebagai bentuk pemerintahan, dimana badan yang memerintah didalamnya adalah pergeseran komparatif yang besar dari seluruh populasi.

Bryce dalam tulisannya; kata demokrasi telah dipakai semenjak masanya Herodotus untuk menunjukkan bahwa bentuk pemerintahan yang didalamnya para penguasa memiliki kekuatan tetap dan secara legal, tetapi kekuasaan tersebut tidak dipegang oleh kelompok khusus atau oknum- oknum lainnya, namun dipegang oleh seluruh komunitas secara keseluruhan.

Jeff Hayness (2000) membagi pemberlakuan demokrasi ke dalam tiga model berdasarkan penerapannya. Ketiganya yaitu demokrasi formal, demokrasi permukaan (fade) dan demokrasi substantif. Ketiga model ini menggambarkan praktik demokrasi sesungguhnya yang berlangsung di negara manapun yang mempraktikkan demokrasi di atas bumi ini.

1. Demokrasi formal ditandai dengan adanya kesempatan untuk memilih pemerintahannya dengan interval yang teratur dan ada aturan yang mengatur pemilu. Peran pemerintah adalah mengatur pemilu dengan memperhatikan proses hukumnya. [Indonesia saya kira termasuk dalam tipe demokrasi ini]

2. Demokrasi permukaan (fade) merupakan gejala yang umum di Dunia Ketiga. Tampak luarnya memang demokrasi, tetapi sama sekali tidak memiliki substansi demokrasi. Pemilu diadakan sekadar para os inglesses ver, artinya "supaya dilihat oleh orang Inggris". Hasilnya adalah demokrasi dengan intensitas rendah yang dalam banyak hal tidak jauh dari sekadar polesan pernis demokrasi yang melapisi struktur politik.

3. Demokrasi substantif menempati rangking paling tinggi dalam penerapan demokrasi. Demokrasi substantif memberi tempat kepada rakyat jelata, kaum miskin, perempuan, kaum muda, golongan minoritas keagamaan dan etnik, untuk dapat benar-benar menempatkan kepentingannya dalam agenda politik di suatu negara. Dengan kata lain, demokrasi substantif menjalankan dengan sungguh-sungguh agenda kerakyatan, bukan sekadar agenda demokrasi atau agenda politik partai semata.

Sedangkan berdasarkan sifatnya, terbagi ke dalam dua jenis yaitu demokrasi bersifat langsung dan demokrasi bersifat representatip.

a. Demokrasi bersifat langsung / Direct Demokrasi.

demokrasi langsung juga dikenal sebagai demokrasi bersih. Disinilah rakyat memiliki kebebasan secara mutlak memberikan pendapatnya, dan semua aspirasi mereka dimuat dengan segera didalam satu pertemuan.

Jenis demokrasi ini dapat dipraktekkan hanya dalam kota kecil dan komunitas yang secara relatip belum berkembang, dimana secara fisik memungkinkan untuk seluruh electorate untuk bermusyawarah dalam satu tempat, walaupun permasalahan pemerintahan tersebut bersifat kecil.

Demokrasi langsung berkembang di Negara kecil Yunani kuno dan Roma. Demokrasi ini tidak dapat dilaksanakan didalam masyarakat yang komplek dan Negara yang besar. demokrasi murni yang masih bisa diambil contoh terdapat diwilayah Switzerland.

Mengubah bentuk demokrasi murni ini masih berlaku di Switzerland dan beberapa Negara yang didalamnya terdapat bentuk referendum dan inisiatip. Dibeberapa Negara sangat memungkinkan bagi rakyat untuk memulai dan mengadopsi hukum, bahkan untuk mengamandemengkan konstitusional dan menetapkan permasalahan public politik secara langsung tampa campur tangan representative.

b. Demokrasi bersifat representatip / Representative Demokrasi.

Didalam Negara yang besar dan modern demokrasi tidak bisa berjalan sukses. Oleh karena itu, untuk menanggulangi masalah ini diperlukan sistem demokrasi secara representatip. Para representatip inilah yang akan menjalankan atau menyampaikan semua aspirasi rakyat didalam pertemuan. Dimana mereka dipilih oleh rakyat dan berkemungkinan berpihak kepada rakyat. ( Garner ).

Sistem ini berbasis atas ide, dimana rakyat tidak secara langsung hadir dalam menyampaikan aspirasi mereka, namun mereka menyampaikan atau menyarankan saran mereka melaui wakil atau representatip. Bagaimanapun, didalam bentuk pemerintahan ini wewenang disangka benar terletak ditangan rakyat, akan tetapi semuanya dipraktekkan oleh para representatip.

Demokrasi kemudian berkembang menjadi sebuah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Comments
0 Comments