Setelah 9 tahun berada dalam kuburan “bernomor” di Israel, jasad pejuang Al-Qassam, Nashruddin Mustafa Ashidah dipulangkan ke kampung halamannya. Jasadnya disambut ribuan warga desa Tel dan Nablus bersama para kader Hamas yang mengetahuinya sebagai pejuang dan komandan perlawanan yang tidak kenal takut kepada Israel.
Sejumlah karamah dimiliki oleh sang Syahid Ashedah. Yang paling kelihatan adalah apa yang ditegaskan oleh dokter syariat di Nablus setelah memeriksa jasad syahid secara langsung. Dia mengatakan bahwa seakan dia mati satu setengah tahun lalu. Jasadnya masih mirip utuh dan masih berdarah kecuali di bagian kepalanya yang tinggal satu tulang dan salah kakinya saja yang hancur.
Israel hanya tahu bahwa operasi serangan Yetsahar tahun 1998 yang menewaskan dua serdadu Israel hanyalah awal serentetan serangan syahid kualitatif yang di kendalikan oleh pejuangan-pejuang kuat dan pemberani dan dikomandoi oleh otak militer canggih sekelas Ashidah yang tidak kalah hebatnya dengan otak elit militer Israel.
Israel hanya tahu bahwa operasi serangan Yetsahar tahun 1998 yang menewaskan dua serdadu Israel hanyalah awal serentetan serangan syahid kualitatif yang di kendalikan oleh pejuangan-pejuang kuat dan pemberani dan dikomandoi oleh otak militer canggih sekelas Ashidah yang tidak kalah hebatnya dengan otak elit militer Israel.
Saat itu, Israel meminta Otoritas Palestina menangkap Nashruddin Ashedah dan kedua saudaranya Muhammad Raihan dan Yaser Ashedah. Benar saja, Otoritas Palestina menangkap mereka dan diseret ke penjara Junaid Nablus. Sementara dua mujahid Nazzar Ramadhan dan Khuwailit Ramadhan yang terlibat dalam operasi yang sama diadili dan divonis Israel penjara seumur hidup.
Bagaimana kehidupan Nashruddin Ashedah? Para tawanan Palestina yang hidup bersamanya di penjara Junaid menuturkan bahwa ia adalah teladan bagi seorang ahli ibadah dan ahli zuhud. Ia menghidupkan malam dan puasa di siang hari. ia hanya tidur di lantai penjara. Jika ia hendak tidur, ia menurunkan kasur dan tidur di atas ranjang besi.
Agaknya ia memang sadar sedang menanti sebuah kejadian besar dan tidak akan lama di penjara. Dan penjara baginya adalah tempat paling tempat untuk menyiapkan diri secara spikis dan fisik.
Tak lama dia menanti. Dua tahun setengah setelah itu dia dibebaskan bersamaan dengan dimulainya Intifadhah Al-Aqsha. Ia pun bergabung dengan dengan pejuang Al-Qassam di desa Tel dan sekitarnya. Ia bekerja dengan tenang namun Israel mengawasinya.
Pada November 2001, dengan rudalnya, pesawat tempur Israel membidik sebuah mobil di baldah Anbata dekat Tulkarm. Ternyata mobil itu ditumpangi oleh dua pejuang Al-Qassam, salah stunya adalah Yaser Ashedah.
Ini adalah isyarat bagi Nashruddin bahwa Israel pasti akan mengejarnya dan saudara-saudaranya. Ia harus berhati-hati setelah kejadian itu. Benar perkiraannya. 10 hari setelah kejadian itu, pasukan Israel mengepung dan menggeledah desa Tel dengan jumlah personel yang besar. kemudian menggeledah rumah keluarga Raihan dan meminta agar Muhammad Raihan menyerahkan diri. Menurut riwayat, Nashruddin saat itu berada di dalam rumah. Muhammad Raihan keluar rumah dan mulai menembaki serdadu Israel. tindakan ini memberikan kesempatan kepada Nashruddin melarikan diri bersama saudaranya Ashim Raihan. Hari itu Muhammad gugur syahid. Dalam pelarian, Nashruddin dan Esham menyiapkan operasi serangan balasan.
Operasi Emanuel I dan II
Sebulan setelah kejadian itu, Esham Raihan dan dua pejuang Al-Qassam meledakan sebuah bus penumpang warga Yahudi dan pasukan Israel yang masuk ke pemukiman Emanuel. Karena ledakan bus tidak memuaskan padahal sudah merenggut nyawa saudranya di depan matanya. Maka ia memberondong bus dengan senapannya dan terrjadi baku tembak yang akhirnya ia menemui ajalnya sebagai syahid.
Israel mengakui serangan ini sangat berani dan memiliki rencana matang. Israel menuding Nashruddin Ashedah di balik kejadian ini otak perencana serangan. Berkali-kali Israel berusaha menangkap Nashrudin namun gagal.
Juli 2002, Nashrudin merencanakan serangan kembali di sebuah tempat yang tidak pernah diperkirakan Israel. yakni di tempat yang sama di pemukiman Emanuel. Operasi ini menewaskan 10 warga yahudi dan melukai puluhan lainnya.
Israel pun kembali menyisir untuk menemukan Nashruddin. Namun alih mendapatnya, justru seorang pejuang Al-Qassam Esham Ashedah menembaki pasukan Israel dan membunuh seorang komandan Israel, sebelum akhirnya sang pejuang gugur syahid.
Para pengamat militer Israel menilai bahwa operasi demi operasi yang digelar pejuang Palestina kali ini bukan sembarangan otak di belakangnya. Ia memiliki jam terbang dan keahlian luar biasa melebihi para serdadu Israel sendiri.
Nashruddin menjadi target utama dalam pencarian di Tepi Barat. Bukan hanya menangkap keluarganya, Israel pun menangkapi suami-suami dari saudara perempuannya di desanya dan sejumlah pemuda barangkali mengetahui keberadaan Nashruddin.
Tahun 2003, Israel mengendus keberadaan Nashruddin di wilayah sebalah barat Nablus. Pada Rabu 18 Mei 2003, Israel dengan pasukan Komandonya mengepung wilayah dan menangkapnya. Namun ia lebih memilih mati syahid daripada penjara. Ia melakukan perlawanan hingga titik darah terakhir dan menemui syahidnya.