Ziarah kubur hukumnya sunah bila tujuannya utk melunakkan hati saat melihat dan mengingatkan diri peziarah itu pada akhirat. Syaratnya tidak boleh dibarengi dgn sesuatu perbuatan mungkar. Misalnya meratapi membakar dupa memberi lampu memohon sesuatu kepada si mayit meminta syafaat berkat dan tawasul utk menyampaikan sesuatu hajat atau keperluan dgn bersumpah demi kehormatan dan pndekatan para penghuni kubur di sisi Allah. Atau duduk-duduk membuat masjid dan membaca-baca di atasnya menyembelih hewan dgn niat taqarub atau nazar utk kuburan dan sebagainya.
Semua tingakan tersebut adl mungkar. Sebagian darinya ada yg makruh dan ada pula yg haram dan sebagian lagi termasuk perbuatan syirik dan kufur sepenuhnya.
Dalam hubungan ini kami terangkan bahwa ziarah kubur itu sunah asalkan bebas atau lepas daripada semua kemungkaran sebagaimana yg disebutkan di atas. Nabi saw. bersabda Berziarah ke kubur dan janganlah bertutur kata yg tidak patut. . Artinya janganlah bertutur yg tidak layak seperti meratap dgn teriakan-teriakan meminta-minta dan sebagainya.
Hadis lainnya Berziarahlah ke kubur krn kubur mengingatkan kamu kepada akhirat. .
Imam Muslim ketika meriwayatkan dalam sahihnya dari Aisyah r.a. berkata Pada suatu saat di larut malam Rasulullah saw. keluar dari rumahnya menuju ke Baqi’ dan bersabda ‘Assalamu’alaikum wahai orang-orang mukmin pasti datang apa yg dijanjikan dan ditentukan kelak dan kami insya Allah menyusul kalian di belakang. Ya Allah ampunilah penghuni Baqi’ al-Gharqad’. . Dinamakan Baqi’ al-Gharqad krn di situ ada tanaman al-ghorqad sejenis tumbuhan yg tangkainya banyak dan berduri bisa digunakan sebagai pagar.
Saya minta izin kepada Allah utk memohonkan ampunan bagi ibuku. Allah tidak memberikan izin. Dan aku minta izin utk berziarah ke kuburnya. Allah mengizinkan. Berzirahlah kalian ke kubur krn hal demikian akan mengingatkan kalian kepada mati. .
Allah melaknat wanita-wanita yg selalu berziarah ke kubur. {HR Ibnu Majah Turmuzi Ahmad Al-Hakim}. Hadis ini ditujukan secara khusus kepada kaum wanita krn mereka berziarah bukan utk melunakkan hati mengingat kelemahan akal sebagai sifat pembawaan mereka tetapi utk bertawasul dan meminta berkah dari penghuni kuburan sesuai dgn praktik yg berlaku.
Laknat di sini berarti larangan yg merupakan peringatan keras tetapi bukan kutukan.
Hadis tersebut diperjelas dgn hadis berikutnya Allah melaknat wanita-wanita yg senantiasa berziarah ke kubur dan mendirikan masjid di atasnya serta memasangi lampu-lampu. {HR Abu Dawud Nasai Al-Hakim Ahmad}.
Kami juga telah mengatakan bahwa duduk-duduk di atas kuburan dan salat di atasnya atau menghadap ke arahnya serta mendirikan masjid {tampat peribadatan} di atasnya semua itu termasuk perbuatan mungkar. Sesungguhnya umat sebelum kamu telah biasa menjadikan kuburan sebagai masjid {tempat peribadatan}. Janganlah kamu jadikan kuburan itu sebagai masjid {tempat peribadatan}. Saya melarangmu dari perbuatan yg demikian. .
Rasulullah keluar dari rumahnya menuju kuburan. Di sana beliau mengucapkan Assalamu’alaikum para penghuni tempat bersemayam orang-orang mukmin dan kita insya Allah menyusulmu kemudian. .
Allah mengutuk orang-orang Yahudi dan Nasrani yg menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai masjid atau tempat peribadatan {dalam rangka memperingatkan utk menjauhi apa yg mereka perbuat}. Berkata Aisyah kalau tidak krn itu akan dibangun kubur Rasulullah saw. tetapi aku takut kubur itu akan dijadikan masjid . HR Bukhari Muslim Ahmad}.
Imam Muslim telah meriwayatkan dari Hayyan bin Husain yg diberi julukan Abi Hayyaj bahwa Ali bin Ani Thalib berkata kepada Abi Hayyaj Ingatlah engkau aku beri tugas sebagaimana aku ditugaskan Rasulullah saw. yaitu agar tiap kali menjumpai patung hendaklah Anda tumbangkan dan tiap kali menjumpai kuburan yg ditinggikan hendaklah Anda tarakan. {HR Muslim Abu Dawud Turmuzi Nasai dan Ahmad}.
Dari sahabat Jabir Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. melarang mengapur kuburan atau mendirikan bangunan lain di atasnya ataupun membuat tulisan. .
Aisyah r.a. berkata Telah disampaikan kepada Rasulullah di saat beliau sedang sakit sebelum wafatnya sifat dan gambar gereja di Habasyah lalu beliau mengangkat kepalanya dan bersabda ‘Mereka itu adl kaum jika di antara mereka ada seorang yg saleh meninggal dunia maka dibangunkan masjid di atas kuburnya dan dihias dgn lukisan dan patung-patung. Mereka itu adl seburuk-buruk makhluk di sisi Allah’. {HR Bukhari Muslim dan Ahmad}.
Mudah-mudahan Allah memusnahkan orang-orang Yahudi yg menjadikan kuburan nabi-nabi sebagai masjid . .
Dari sahabat Jabir r.a. bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. melarang duduk-duduk di atas kuburan dan mengapurnya atau membangun di atasnya. {HR Muslim Abu Dawud Turmuzi Nasai dan Ahmad}.
Seseorang lbh baik duduk di atas bara api hingga terbakar bajunya lalu menembus kulitnya daripada duduk di atas kubur. {HR Muslim Abu Dawud Nasai dan Ibnu Majah.
Janganlah kamu duduk-duduk di atas kubur dan jangan pula salat kepadanya. .
Adapun yg dimaksudkan dgn duduk-duduk di atas kuburan seperti yg disebutkan dalam hadis-hadis di atas adl duduk dgn tujuan meminta berkah meminta kesembuhan memohon doa dan semacamnya. Ini jelas terlarang.
Namun jika duduk-duduk dgn tidak membaca bacaan atau niat sebagai suatu peribadatan tetapi sekadar beristirahat sambil menanti penyelesaian pemakaman atau pada saat mendengarkan wejangan kepada hadirin semua itu diperbolehkan berdasarkan riwayat Al-Barra’ yg mengatakan Kami bersama Rasulullah saw. di suatu pelayatan jenazah sampai ke kuburan hingga dimaksudkan si mayit ke liang kubur kemudian beliau duduk maka duduklah kami di sekitar beliau. . Imam Bukhari telah meriwayatkan juga apa yg menguatkan hal tersebut di atas.
Mengenai beridiri sejenak setelah pemakaman usai lalu mendoakan si mayit agar imannya teguh sangat dianjurkan oleh Rasulullah seperti dikatakan dalam sabdanya Berdoalah kemu kepada Allah utk si mayit krn sekarang ia sedang ditanya oleh malaikat.
Membaca Alquran di atas kuburan ketika melakukan ziarah tidak termasuk syariat yg diperintahkan. Hadis-hadis yg menyangkut hal itu adl lemah bahkan palsu . Hadis-hadis seperti itu antara lain Barang siapa berziarah ke makam orang tuanya atau salah satu darinya pada hari Jumat lalu membaca surah Yasin di atasnya ia diampuni dosanya.
. Juga hadis Thabrani yg diriwayatkan Abdurrahman bin Alaa’ dari Lajjaj dari ayahnya ia mengatakan berkata Lajjaj kepadaku Wahai anakku jika aku mati kuburlah aku. Jika engkau hendak meletakkanku dalam kubur berucaplah ‘Bismillaah ‘alaa millati rasuulillaah’ kemudian timbunlah dgn tanah dan bacalah di atas kepalaku permulaan surah Al-Baqarah dan akhirnya. Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah bersabda begitu.
Adapun menyiram kuburan dgn air hal itu diperbolehkan berdasarkan riwayat Ibnu Majah dari Abi Rafi’ yg mengatakan Rasulullah saw.
mengangkat sambil menurunkan jenazah Saad bin Muadz ke liang kuburnya dan menyiramnya dgn air. Menurut Ahmad Salim Mahfudz menurut Sunan Ibnu Majah jilid 1 hlm. 495 sesuai dgn buku Az-Zawaaid bahwa perawi hadis tersebut Mandal bin Ali lemah sedangkan Muhammad bin Ubaidillah bin Abi Rafi’ telah disepakati atas kelemahannya.
Yang jelas terlarang dan termasuk perbuatan mungkar adl mengadakan upacara atau perayaan dan memohon berkah di sekitar kuburan. Bersabda Rasulullah saw. Janganlah kamu jadikan kuburku tempat perayaan dan janganlah kamu jadikan rumah kamu seperti kuburan berselawatlah kamu kepadaku di mana kamu berada krn sesungguhnya selawatmu sampai kepadaku.
.
Telah disinggung tawasul dan permohonan syafaat kepada orang-orang mati termasuk hal yg mungkar krn perbuatan itu bukan berasal dari Rasulullah saw. dan tidak pula seorang dari khulafaurasyidin maupun dari salah seorang di antara para imam mujtahidin.
Tawasul dan syafaat itu tidak pernah dilakukan baik kepada Nabi saw. maupun kepada lainnya krn perbuatan tersebut termasuk mengada-ada dalam agama dan tiap yg diada-adakan dalam agama adl bidah. Bidah adl tindakan menyesatkan yg di akhirat akan diganjar dgn azab neraka. Allah SWT berfirman Janganlah kamu melampui batas dalam agamamu. {4 171}.
Demikian juga sabda Rasulullah saw. Barang siapa yg mengada-ada dalam urusan kami yg bukan dari Islam maka perbuatannya itu tertolak {tidak diterima}.
Tentang tawasul dan permintaan syafaat sebagai termaksud di atas telah diriwayatkan dalam banyak hadis dan atsar yg membolehkan hal itu namun tiada satu pun yg sah seperti - hadis orang buta yg diriwayatkan As-Sudi as-Shaghir al-Kadzdzab ; - hadis tawasul Adam a.s. kepada Nabi saw.; - hadis jika kalian mempunyai hajat mohonlah kepada Allah dgn keudukanku; - hadis Allaahumma yaa Allah aku bermohon kepada-Mu dgn hak orang-orang yg bermohon kepada-Mu. Semua hadis itu tidak ada satu pun yg sah. Bila di antaranya terdapat yg sah maka yg dimaksud pada hakikatnya adl tawasul dgn amalan-amalan dan bukan dgn orang-orang .
Demikian juga mengenai hadis Jika kalian memohon kepada Allah maka bermohonlah kepada-Nya dgn kedudukanku krn kedudukanku di sisi Allah besar. Hadis ini palsu. Para pendusta telah menghubung-hubungkan atau menisbatkan pada Imam Malik dan ini dusta belaka.
Maka barang siapa bertawasul berharap pada rida Allah hendaklah dilakukan melalui ketaatan menjalankan perintah-Nya dan perintah Rasul-Nya serta menjauhi semua yg dilarang dan menghindarkan diri dari mengikuti hawa nafsu lewat ibadah yg tidak diizinkan Allah.
Bernazar dgn menyembelih ternak di atas kuburan dgn mengaitkannya dgn si mayit jelas perbuatan syirik dan kufur secara terang-terangan. Hal ini telah menjadi kesepakatan para imam. Peribadatan serupa ini sekali-kali tidak boleh dilakukan kecuali utk Allah.
adab-adab ziarah kubur
Adab-adab Ziarah Kubur
Abu ‘Abdillah Muhammad bin Abu Bakr Az Zur’i rahimahullah pernah berkata, “Memuliakan mayit yang berada di kubur serupa dengan memuliakannya di rumah yang ditempati semasa hidupnya di dunia, karena kubur yang dia tempati saat ini telah menjadi kediaman (baru) baginya”[1].
Kita layak memperhatikan apa yang beliau katakan. Perkataan beliau tersebut menunjukkan seorang muslim meski telah wafat, berhak untuk mendapatkan perlakuan santun dari saudaranya yang masih hidup sebagaimana perlakuan tersebut ia dapatkan semasa hidupnya di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang santun dan sangat memperhatikan hak-hak sesama penganutnya, meskipun mereka tidak lagi hidup di dunia ini.
Faktor yang memperkuat kenyataan tersebut adalah Islam telah mengatur berbagai adab yang berkaitan dengan praktek ziarah kubur, setiap muslim sepatutnya memperhatikan berbagai adab tersebut. oleh karena itu, secara ringkas akan kami paparkan beberapa adab ziarah kubur yang dapat kami kumpulkan disertai dengan berbagai dalil dari al Qur-an dan sunnah nabi yang shahih diiringi dengan pernyataan para ulama. Berikut beberapa adab ziarah kubur yang berhasil kami kumpulkan.
- Ikhlas dan Mengharapkan Pahala dari Ziarah Kubur yang akan Dilakukan
Seyogyanya setiap muslim menyadari bahwa ziarah kubur merupakan ibadah karena pelaksanaannya diperintahkan oleh nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang telah kita ketahui.
“Kamu menganggapnya suatu yang sepele, padahal dia di sisi Allah adalah besar” (An Nuur: 15).
Oleh sebab itu, ziarah tersebut diniatkan untuk mendapatkan pahala dan bukan diiringi dengan tendensi-tendensi tertentu. Betapa banyak peziarah tidak menyadari hal ini sehingga dirinya terluput dan terhalang untuk mendapatkan pahala.
وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ (١٥)
- Mengucapkan salam kepada Penghuni Kubur
Dianjurkan bagi peziarah untuk mengucapkan salam kepada para penghuni kubur tatkala memasuki areal pekuburan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menuntunkan ucapan salam tersebut dalam beberapa hadits beliau, diantaranya,
اَلسَّلاَمُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِيْنَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَلاَحِقُوْنَ
“Semoga keselamatan tercurah kepadamu, wahai kaum muslimin dan mukminin. Semoga Allah memberikan rahmat kepada mereka yang telah mendahului kami maupun yang akan menyusul, dan kami insya Allah akan menyusul kalian.”[2].
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوُمِ مُؤْمِنِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ
“Semoga keselamatan tercurah kepada kalian, wahai penghuni kampong kediaman kaum mukminin. Kami insya Allah akan segera menyusul kalian.”[3].
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وِالْمُسْلِمِيْنَ وِإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ . نَسْأَلُ اللهِ لَنَا وَلَكُمُ العَافِيَةَ
“Semoga keselamatan tercurah kepada kalian, penghuni kampong kediaman, dari kalangan muslimin dan mukminin. Ssungguhnya kami akan menyusul kalian. Kami memohon kepada Allah agar keselamatan diberikan kepada kami serta kalian.”[4].
Namun, tidak disyari’atkan mengucapkan salam tatkala berziarah ke pekuburan orang kafir. Bahkan disyari’atkan untuk memberitakan kepada mereka bahwa adzab neraka akan segera mereka dapatkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berpesan pada seorang Badui dengan sabda beliau,
حيث ما مررت بقبر كافر فبشره بالنار
“Kabarkanlah kepada orang kafir bahwa neraka telah menanti jika engkau melewati kuburnya”.
Tatkala Badui tersebut telah masuk Islam, maka diapun mengatakan,
لقد كلفني رسول الله صلى الله عليه وسلم تعبا ما مررت بقبر كافر إلا بشرته بالنار
“Sungguh rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan tugas yang membuatku capek. (Sejak beliau memerintahkanku), saya mengabarkan bahwa adzab neraka telah menanti setiap kali diriku melewati kubur orang kafir”[5]
- Melepas Sandal dan Tidak Berjalan di Atas Kubur
Peziarah diharuskan melepas sandal ketika memasuki areal pekuburan dan tidak berjalan di atas kubur sebagai bentuk penghormatan kepada saudaranya sesama kaum muslimin yang telah wafat. Hal ini dinyatakan dalam hadits Basyir bin Ma’bad radhiallahu ‘anhu, “Pada suatu hari saya berjalan bersama rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tiba-tiba beliau melihat seorang yang berjalan di areal pekuburan dengan memakai sandal, maka beliau menegurnya, “Yaa shahibas sibtiyyatain (wahai yang menggunakan dua sandal), celaka engkau, lepaskan sandalmu!” Orang tersebut melongok kepada yang menegurnya, tatkala dia mengetahui orang tersebut adalah rasulullah, serta merta dia mencopot kedua sandalnya.”[6].
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لأن أمشي على جمرة أو سيف أو أخصف نعلي برجلي أحب إلي من أن أمشي على قبر مسلم . وما أبالي أوسط القبور قضيت حاجتي أو وسط السوق
“Sungguh, aku berjalan di atas bara api atau pedang, atau aku ikat sandalku dengan kakiku lebih aku sukai daripada berjalan di atas kubur seorang muslim. Dalam pandanganku, kejelekannya sama saja, buang hajat di tengah kubur atau di tengah pasar.”[7].
Abu Dawud rahimahullah berkata,
“Aku melihat Imam Ahmad, jika beliau mengiringi jenazah dan telah mendekati areal pekuburan, beliau melepas kedua sandalnya.”[8].
Al ‘Allamah Abu ‘Abdillah Muhammad bin Abu Bakr Az Zur’i rahimahullah mengatakan,
“Siapapun yang merenungkan larangan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk duduk di atas kubur, bersandar dan berjalan di atasnya, tentu dia akan mengetahui bahwasanya larangan tersebut bertujuan untuk menghormati para penghuni kubur sehingga manusia tidak menginjakkan kaki pada kepala mereka dengan sandal. Oleh sebab itu, beliau pun melarang untuk buang air di antara kuburan dan memberitakan bahwa duduk di atas bara api hingga membakar baju itu lebih baik ketimbang duduk di atas kubur. Hal ini tentunya lebih ringan daripada berjalan diantara kuburan dengan menggunakan sandal. Kesimpulannya: wajib menghormati mayit yang mendiami kuburnya sebagaimana penghormatan tersebut dilakukan di rumah yang dikediami semasa hidupnya. Sesungguhnya kubur tersebut telah menjadi kediaman baginya.” [9].
- Mendo’akan Ampunan bagi Mayit, Tidak Mendo’akan Keburukan atau Mencelanya
Dari penjelasan pengarang Zaadul Ma’ad yang telah lewat mengenai tata cara ziarah kubur nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kita temukan bahwa peziarah dianjurkan untuk mendo’akan ampunan bagi mayit, sebagaimana hal ini juga terkandung dalam salam yang diucapkan ketika memasuki pekuburan.
Tidak boleh bagi peziarah untuk mendo’akan keburukan bagi saudaranya yang telah wafat.
Terdapat hadits yang menyatakan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a bagi penghuni kubur. Dari ‘Aisyah radliallahu ‘anha, dirinya berkata, “Pada suatu malam, rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari rumah. Maka aku mengutus Barirah untuk membuntuti beliau, agar dirinya mengetahui kemana gerangan beliau pergi.” Aisyah melanjutkan, “Ternyata beliau pergi ke pemakaman Baqi’ul Gharqad. Beliau berdiri di ujung pemakaman tersebut sembari mengangkat tangannya (untuk berdo’a), kemudian beliau pun pergi. Barirah pun kembali dan memberitahukan hal tersebut kepadaku. Tatkala pagi menjelang, aku pun bertanya kepada beliau, “Wahai rasulullah, kemanakah gerangan engkau semalam?” Aku diperintahkan untuk pergi ke pekuburan al Baqi’ untuk mendo’akan mereka.”[10].
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
لا تسبوا الأموات فإنهم قد أفضوا إلى ما قدموا
“Janganlah kalian mencela orang yang telah wafat. Sesungguhnya mereka telah mendapatkan ganjaran atas apa yang telah mereka perbuat.”[11].
- Mengambil Pelajaran dari Ziarah Tersebut
Hal ini tuntutan dari hikmah pensyari’atan ziarah kubur, yaitu untuk mengingatkan peziarah akan kematian yang akan menjemput dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat yang akan dijalani serta berlaku zuhud di dunia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ألا فزوروها فإنها ترق القلب، وتدمع العين، وتذكر الاخرة
“Ziarahilah kubur, sesungguhnya hal itu dapat melembutkan hati, meneteskan air mata dan mengingatkan pada kehidupan akhirat”[12].
- Tidak Bercanda ketika Berziarah Kubur
Ziarah kubur dilakukan untuk mengingatkan peziarah terhadap kehidupan akhirat bahwa dirinya akan mengalami kematian seperti yang dialami penghuni kubur. Tidak selayaknya jika peziarah malah bercanda, melakukan guyon di areal pekuburan karena hal tersebut bertentangan dengan tujuan pensyari’atan ziarah kubur, melalaikan hati dan salah satu bentuk ketidaksopanan terhadap penghuni kubur dari kalangan kaum muslimin. Ash Shan’ani mengatakan, “Seluruh hadits ini menunjukkan pensyari’atan ziarah kubur serta memuat penjelasan hikmah di balik hal tersebut, yaitu agar mereka dapat mengambil pelajaran tatkala berziarah kubur. Dalam lafadz hadits Ibnu Mas’ud disebutkan hikmah tersebut, yaitu untuk pelajaran, mengingatkan pada akhirat dan agar peziarah senantiasa berlaku zuhud di dunia. Apabila ziarah kubur dilakukan dengan tujuan selain ini, maka ziarah yang dilakukan tergolong sebagai perbuatan yang tidak sesuai dengan syari’at.”[13].
- Menjauhi Perkataan-perkataan Batil seperti Meratap atau Menangis dengan Meraung-raung
Boleh bagi peziarah untuk menangis jika teringat akan kebaikan mayit atau semisalnya berdasarkan hadits Anas bin Malik radliallahu ‘anhu, dia berkata,
“Aku turut menghadiri pemakaman anak perempuan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan beliau duduk di samping kuburnya. Aku melihat kedua mata beliau mengucurkan air mata.”[14].
Terdapat juga atsar dari Hani, maula Utsman radliallahu ‘anhu yang menyatakan bahwa Utsman sering menangis apabila melewati areal pekuburan[15].
Namun yang harus dihindari jangan sampai tangisan tersebut justru membuat dirinya meratap, mengucapkan atau melakukan perbuatan yang mengundang kemurkaan Allah ta’ala dan menghilangkan kesabaran sehingga menampakkan bahwa dirinya tidak menerima ketetapan Allah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من نيح عليه فإنه يعذب بما نيح عليه يوم القيام
“Barangsiapa yang ditangisi dan diiringi dengan ratapan, maka ia akan merasa tersiksa pada hari kiamat kelak disebabkan ratapan tersebut.”[16].
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إن الله لا يعذب بدمع العين ولا بحزن القلب ولكن يعذب بهذا – وأشار إلى لسانه
“Sesungguhnya Allah tidaklah mengadzab disebabkan bercucurnya air mata atau bersedihnya hati. Namun Allah membuatnya tersiksa dengan sebab (ratapan) yang diucapkan oleh lisan seseorang-beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berisyarat dengan menunjuk lisannya.”[17].
Imam asy Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Akan tetapi tidak boleh mengatakan perkataan yang terlarang di samping kubur, seperti menyumpah serapahi diri sendiri atau meratap. Namun, jika anda berziarah untuk memintakan ampun bagi mayit, melembutkan hati anda dan mengingat akirat, maka hal ini tidak aku benci.”[18].
Demikianlah uraian yang dapat kami sampaikan pada kesempatan ini. Semoga bermanfaat bagi diri kami pribadi dan sidang pembaca.
Selesai diedit kembali
Gedong Kuning, Yogyakarta, 12 Rabi’uts Tsani 1430.
[1] Tahzib ‘Aunul Ma’bud 7/216; Asy Syamilah.
[2] HR. Muslim nomor 974, An Nasaai 2037, Al Baihaqi nomor 7003, Abdurrazzaq nomor 6722
[3] HR. Muslim nomor 249
[4] HR. Ibnu Majah nomor 1547 dengan sanad yang shahih
[5] HR. Ath Thabrani dalam Al Mu’jamul Kabir 1/145, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Ahkaamul Janaaiz hal. 251
[6] HR. Abu Dawud nomor 3230 dengan sanad hasan
[7] HR. Ibnu Majah nomor 1567 dengan sanad yang shahih
[8] Al Masaail hal. 158, dinukil dari Ahkaamul Janaaiz hal. 253
[9] Aunul Ma’bud 7/216
[10] HR. Ahmad nomor 24656 dengan sanad yang shahih, lihat Ash Shahihah nomor 1774
[11] HR. Bukhari nomor 1329
[12] HR. Hakim 1/376 dan selainnya dengan sanad hasan, lihat Ahkamul Janaiz hal.180
[13] Subulus Salam 2/162
[14] HR. Bukhari nomor 1291, Muslim nomor 933
[15] HR. Ibnu Majah nomor 4267 dengan sanad yang hasan
[16] HR. Muslim nomor 933
[17] HR. Bukhari nomor 1304
[18] al Umm 1/317