| Mera Naam Joker: Alasan Ahmadiyah Dinyatakan Sebagai Non Islam

Rabu, 29 Desember 2010

Alasan Ahmadiyah Dinyatakan Sebagai Non Islam


Oleh: Kholili Hasib
PERBEDAAN Ahmadiyah tidak sekedar perbedaan furu’iyah, akan tetapi telah masuk pada perbedaan konsep-konsep teologis. Perbedaan konsep kenabian, dan konsep wahyu sudah tidak bisa ditolelir lagi. Itu sebabnya, PBNU melalui salah satu ketuanya, Slamet Effendi Yusuf, menyarankan agar Ahmadiyah sebaiknya memproklamirkan diri bukan sebagai agama Islam (vivanews.com 31/08).
Menyatakan diri sebagai bukan dari Islam, adalah solusi bagi Ahmdiyah. Sebab, tindakan-tindakan kekerasan, bentrokan dan penolakan keberadaan Ahmadiyah itu karena adanya pelanggaran Ahmadiyah terhadap Surat Keputusan Bersama (SKB) yang diteken Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama, dan Jaksa Agung. Menteri Agama sendiri sudah menyatakan akan membubarkan sebab Jama’ah Ahmadiyah tetap membandel tidak mentaati peraturan (dakwatuna.com). Itu sebabnya, jika pembiaran Ahmadiyah seperti saat akan menjadi duri dalam daging Islam. Jama'ah Ahmadiyah telah difatwa sesat oleh MUI dan dilarang secara resmi oleh pemerintah. Aliran ini dilarang karena dianggap menyebarkan ajaran sesat yang meresahkan warga.
Jama’ah Ahmadiyah didirikan oleh seorang berdarah Mongol, Mirza Ghulam Ahmad, di kota Qodiyan India pada akhir abad ke-19. Di negerinya itu, ia dengan terang-terangan mengumumkan bahwa dirinya telah menerima wahyu dari Tuhan berisi berita bahwa Nabi Isa as telah wafat dan dirinya diangkat menjadi Nabi al-Masih al-Mau'ud. Nabi Isa menurut Ghulam Ahmad, tidak wafat di tiang salib atau diangkat oleh Allah, akan tetapi ia wafat di Kashmir India pada tahun 1890 – setelah berpindah-pindah tempat dari Palestina, Persia, Afghanistan dan akhirnya menetap di India. Kematian Isa as menjadi tonggak awal ia menjadi Rasul.
Dalam pandangannya, al-Masih yang akan datang menjelang hari kiamat bukanlah pribadi Nabi Isa as. Nabi Isa telah wafat, tidak mungkin bangkit kembali. Akan tetapi yang bakal turun nanti adalah dari umat Muhammad yang juga diberi gelar al-Mahdi. Orang itu tidak lain adalah Mirza Ghulam Ahmad. Ia menyebut dirinya Nabi Ummati, yaitu nabi dari umat Nabi Muhammad yang tidak membawa syariat. Gelar-gelar lain yang dipakai adalah nabi ghair tasyri, nabi buruzi, nabi zilli, nabi majazi, dan nabi majazi. Sedangkan nama Ahmad yang disandangnya adalah pemberian Tuhan, sebagaimana tersebut dalam surat as-Shaffat ayat 6. Ia mengaku bahwa nama Ahmad dalam surat itu bukan ditujukan kepada Nabi Muhammad akan tetapi dikhitabkan kepadanya.
Wahyu tidak berakhir sampai pada Nabi Muhammad, bahkan wahyu ilahi akan turun sampai hari kiamat. Terkait dengan doktrin wahyu ini, Mirza Ghulam Ahmad dan khalifah penggantinya (saat ini khalifah dijabat oleh Thahir Ahmad berdomisili di Inggris) terus mendapat wahyu dan diperintah Tuhan untuk mendakwahkan kepada umat manusia.
....Keberanian Ghulam Ahmad memproklamirkan diri sebagai Rasul ini menyulut kemarahan....
Keberanian Ghulam Ahmad memproklamirkan diri sebagai Rasul ini menyulut kemarahan. Seperti halnya peristiwa bentrokan di Parung Bogor pada 2005 lalu, Ahmadiyah di India pada awal berdirinya mendapat tentangan keras dari Ulama'. Tidak hanya di dalam negeri, ulama sedunia yang tergabung dalam Rabithah 'Alam Islamiy mengeluarkan fatwa bahwa Ahmadiyah adalah agama di luar Islam. Namun, karena ajarannya yang menguntungkan Inggris – menghapus ajaran Jihad – Mirza Ghulam mendapat perlindungan penuh dari pemerintah kolonial Inggris. Ratusan ulama ditangkap dan pertumpahan darah terjadi di kota-kota. Beberapa ahli mengatakan kelahiran Ahmadiyah tidak terlepas dari dukungan dan inisiatif Inggris.
Dalam dakwahnya, Ghulam Ahmad sering mangungul-unggulkan dirinya dengan berita-berita bohong. Ia mengaku keturunan Rasulullah SAW dari Fatimah, keturunan bani Israil, dan secara rutin mendapat ilham dan wahyu dari Allah. Tapi ia tidak menceritakan secara jelas bagaimana Tuhan menyampaikan wahyu kepadanya.
Kumpulan wahyu yang diterimanya itu kemudian dihimpun dalam satu kitab yang diberi nama Kitab Suci Tadzkirah. Dalam kitab ini terdapat firman Tuhan yang mengukuhkan kesucian Tadzkirah: "Sesungghuhnya kami telah menurunkan kitab suci Tadzkirah ini dekat dengan Qadhian (India). Dan dengan kebenaran kami menurunkannya dan dengan kebenaran dia turun" (Tadzkirah hal 637).
Berdasarkan ayat itu pula, Qadhian diyakini Ahmadiyah sebagai kota suci, sebagaimana al-Makkah al-Mukarramah bagi umat Islam. Di Qadhian ini digelar ritual ibadah haji bagi pengikut Ahmadiyah setiap tahun. Oleh karena itu Mirza Ghulam konon tidak pernah beribadah haji ke Makkah.
Ajaran Ghulam Ahmad, berbau sinkretisme (mencampur beberapa ajaran agama). Dalam donktirnnya, nuansa Hindu dan Islam dicampur aduk. Menurut penuturan anaknya, Bashiruddin, ia mengaku dipanggil Tuhan dengan Kreshna, namanya disebut dalam kitab suci Gita (kitab suci Hindu),dan  ia juga  dijuluki Brahman Avatar. Walaupun terindikasi faham sinkritisme, Ahmadiyah tidak sepenuhnya liberalis. Ia bahkan sangat kaku mendoktrinkan truth claim (klaim kebenaran). Wanita Ahmadiyah diharamkan nikah dengan laki-laki di luar jamaah. Mayoritas umat Islam telah kafir karena tidak mengakui kenabian Mirza Ghulam Ahmad. Golongan di luar Ahmadiyah adalah murtad. Merekalah adalah orang-orang yang menolak wahyu. Hanya Ahmadiyah lah golongan yang selamat.
....Ajaran Ghulam Ahmad, berbau sinkretisme (mencampur beberapa ajaran agama). Dalam donktirnnya, nuansa Hindu dan Islam dicampur aduk....
Karena doktrin-doktrin yang menyimpang ini, umat Islam di buat resah. Indonesia, yang mayoritas menganut sunni, sangat dikhawatirkan terjadi konflik dalam skala yang lebih luas bila mereka secara bebas beraktivitas. Sebagaimana pernah disarankan oleh MUI bila tidak berkenan bertobat, lebih baik mereka melepas identitas Islam, artinya memproklamirkan sebagai agama baru di luar Islam. Jika masih memakai identitas Islam, itu artinya mereka tetap melakukan penodaan terhadap Islam. [voa-islam.com]
*) Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor, sekarang aktif sebagai peneliti InPas (Institut Pemikiran dan Peradaban Islam) Surabaya
Comments
0 Comments