Di Gaza, revolusi menghadapi penjajah Zionis Yahudi tak pernah berhenti, dengan segala cara. Tentara, polisi, pemimpin dan seluruh rakyat, sama-sama bergerak dengan satu kata: perlawanan (al-muqawamah).
Salah satunya, kemarin kami menyaksikan, lebih dari satu SSK (satuan setingkat kompi) polisi dan sekelompok polisi militer, lengkap dengan para komandan tertingginya, berunjuk rasa di depan Markas Palang Merah Internasional di tengah Madinah Gaza.
Mereka menunjukkan solidaritas kepada ribuan tawanan Palestina di penjara-penjara Zionis, yang sudah dua bulan lebih melakukan aksi mogok makan, memprotes berbagai perlakuan biadab atas mereka.
“Baru pertama kali nih seumur hidup, lihat tentara dan polisi berunjuk rasa membela rakyat,” komentar Amirrul Iman, Direktur Operasional Sahabat Al-Aqsha sambil mengarahkan kameranya.
Tim Sahabat Al-Aqsha (SA2Gaza) diundang untuk ikut serta dalam unjuk rasa ini. Ditemani seorang perwira polisi penerangan Gaza, jam 10.30, kami tiba di halaman sebuah komplek pertemuan di pinggir pantai Mediterania yang indah yang diberi nama Al-Huda Resort. Tempat ini milik Kementerian Dalam Negeri Palestina.
Sambil menikmati angin pantai yang segar, kami mendengarkan penjelasan Islam Syahwan, Direktur Penerangan Keamanan Dalam Negeri pada Kementerian Dalam Negeri Palestina, “Kementerian kami bertanggung jawab bukan saja urusan administrasi kependudukan, melainkan juga menggerakkan setiap rumah agar selalu siaga menghadapi berbagai gangguan dan ancaman dari dalam maupun dari luar.”
Sambil menunggu berkumpulnya seluruh peserta unjuk rasa, kami diajak duduk di kursi-kursi plastik di sebuah tenda warna-warni. Di situ sudah ada Brigadir Jenderal Yusuf Zahhar, Direktur Pasukan Pertahanan Rakyat (Difa’ Madani) yang berseragam dan berbaret hitam.
Lelaki gagah tinggi besar dan berjenggot itu menyalami kami dengan ramah. Panglima tertinggi pasukan yang melibatkan semua lelaki berusia 18 tahun ke atas di Palestina itu adalah adik kandung Dr. Mahmud Zahhar, bekas Menteri Luar Negeri Palestina, salah satu arsitek strategi pembebasan Jalur Gaza.
Sudah hadir juga Brigjen (purn.) Abu ‘Adil Azzam, kerabat almarhum Syeikh Abdullah Azzam yang berjihad bersamanya di Afghanistan. Abu ‘Adil pernah dipenjara Zionis Yahudi selama 11 tahun.
Tak lama kemudian tamu-tamu lain dari kalangan pemimpin berdatangan. Yaitu Mayor Jenderal Jamal ‘Abdullah atau akrab dipanggil Abu ‘Ubaydah Al-Jarrah, Direktur sekaligus Panglima Pasukan Keamanan Bangsa (Amn Wathaniy) Palestina. Juga Kamil Abu Madhiy, Wakil Menteri Dalam Negeri Palestina.
Mereka inilah tokoh-tokoh Hamas yang ditugaskan menempati pos-pos pemerintahan yang diamanahkan rakyat Palestina kepada mereka sejak tahun 2006. Kedudukan mereka serta seluruh lembaganya merupakan tandingan atas pemerintah Otorita Palestina yang didukung Zionis Yahudi dan Amerika Serikat.
“Ahlan wa Sahlaaan… Apa kabar? Sudah berapa lama di Gaza?” Mayjen Abu ‘Ubaydah Al-Jarrah menyalami SA2Gaza sambil tersenyum ramah.
Tak lama kemudian, rombongan unjuk rasa bergerak, sebagian besar berjalan kaki, sebagian kecil dengan kendaraan termasuk bis. Jarak dari tempat itu ke Markas Palang Merah Internasional di pusat kota tak sampai satu kilometer.
Setibanya di tempat yang dituju, seluruh rombongan berjalan kaki. Para pemimpin Kementerian Dalam Negeri memasuki tenda protes yang didirikan rakyat Palestina persis di trotoar yang berdempetan dengan Markas Palang Merah Internasional.
Tenda yang berbentuk memanjang itu dipenuhi puluhan kursi plastik dan spanduk-spanduk bergambar wajah para tokoh pejuang Palestina dari berbagai faksi: Fatah (PLO), Front Popular Rakyat Palestina, Jihad Islam, Hamas, dan lain-lain…
Sekelompok kecil pemuda nampak agak rikuh duduk persis di depan para pemimpin pemerintah Hamas. Salah seorang diantaranya yang berpenampilan mirip seorang artis menyalakan sebatang rokok dan menghisapnya dalam-dalam.
Seseorang berbisik kepada kami, bahwa pemuda-pemuda itu dari gerakan Fatah yang masih tersisa di Gaza.
Dipimpin seorang pemuda bersuara lantang yang berbicara lewat pengeras suara yang sempurna, acara berlangsung ringkas, khidmat, dan tegas.
Acara dimulai dengan sambutan tunggal oleh Islam Syahwan, Direktur Penerangan Keamanan Dalam Negeri. Islam menyebutkan nama-nama tokoh tawanan dari semua faksi perjuangan termasuk Marwan Barghouti dari Fatah (PLO), dan terutama insinyur Al-Qassam yang sangat masyhur Hasan Salamah yang dihukum oleh pengadilan Zionis Yahudi dengan hukuman penjara 1750 tahun.
Tawanan lain, ‘Abdullah Al-Ghautsaniy dihukum lebih dari 6000 tahun hukuman penjara.
Unjuk rasa itu dilanjutkan dengan pembacaan ikrar oleh semua yang hadir sambil berdiri. Beberapa orang staf Palang Merah Internasional berkebangsaan asing yang juga hadir, ikut berdiri meski nampaknya tak semua memahami isi ikrarnya.
Bait demi baik “Ikrar untuk Para Tawanan” yang dibacakan oleh pembawa acara itu, diikuti oleh sekitar dua ratus orang yang hadir, termasuk satu regu pasukan polisi militer berbaret merah bersenjata lengkap, yang laras-larasnya ditundukkan ke tanah, isyarat damai tapi waspada.
“Kami berjanji…
tidak akan pernah
mendiamkan para tawanan sendirian…
dengan izin Allah!!!”
“Kami berjanji…
tidak akan pernah
berhenti berjuang
sampai para tawanan
bebas seluruhnya…
dengan izin Allah!!!”
Demikianlah diantara bait-bait janji yang digemuruhkan para pengunjuk rasa ke atas langit biru cerah yang menaungi mereka. Matahari bersinar lembut di atas Gaza, diiringi angin pantai Laut Tengah yang masih sejuk di bulan April.
Janji tadi dibacakan oleh ribuan orang, yang setiap hari berganti-gantian datang ke depan Palang Merang Internasional. Murid-murid sekolah, pegawai, persatuan guru, persatuan olah raga, persatuan pengajian ibu-ibu, semuanya datang setiap hari bergantian dan berunjuk rasa.
Sesudah janji dibacakan, unjuk rasa selesai, pasukan dari berbagai kesatuan itu, terutama Pertahanan Rakyat, dengan tertib meninggalkan lokasi.
Ngomong-ngomong soal tawanan, jadi teringat Ghilad Shalit. Beberapa bulan yang lalu kopral Zionis itu dipakai oleh para pejuang Palestina di Gaza untuk memaksa Zionis membebaskan 1.027 orang tawanan Palestina. Ghilad diculik 5 tahun sebelumnya dari dalam tank-nya saat menyerang rumah-rumah rakyat Gaza.
Di tempat lain selain Gaza, orang berjanji dan bersumpah, baru setelahnya berusaha menunaikan janjinya. Tidak sedikit orang yang tak menunaikan janjinya, dan tak merasa bersalah. Di Gaza orang menunaikan janji dulu dengan sempurna, baru meneriakkan janjinya. Terutama kepada para tawanan di penjara-penjara…
Pantas lah negeri ini diberkahi Allah, dan kemenangan demi kemenangan dipetik berbunga-bunga. Karena setiap kata dan janji yang diucapkan, tidak cuma ditunaikan, tapi dijihadkan dengan darah dan nyawa.
sumber : http://sahabatalaqsha.com/sa2gaza/?p=297