Bagi sebagian orang Facebook mungkin sudah menjadi barang pokok yang
harus dipenuhi setiap saat. Tiap hari rasanya mungkin hambar kalau nda
up date status di FB. Dan menariknya lagi kita senantiasa
menu...nggu-menunggu semua orang komentar terhadap status kita, ya kalau
ga ada yang coment minimal nge”likes” lah. Seolah bangga banget ketika
status kita dikomentari oleh banyak orang.
Parahnya lagi banyak status-status yang GJ (gak jelas) dan ngga bermutu yang ditampilkan. Seolah FB dah jadi buku diary, tanpa berfikir bahwa yang ia tulis akan dibaca jutaan orang. Privasi seakan menjadi hal yang tabu saat ini. Semua orang bebas menuliskan apa yang ingin ia tulis tanpa berfikir dampak yang kan ditimbulkan dari setiap tulisannya.
Yang penting gue bisa eksis dan banyak yang komentar lah, subtansi nda terlalu penting. Itu mungkin anggapan bagi sebagian orang. Atau ada yang suka menarik tema-tema kontroversial supaya banyak yang tertarik mengomentarinya. Pokoknya semakin banyak komentar gue semakin bangga. Dan yang paling penting semua harus sependapat dengan pikiran gue.
Disinilah sentan-setan mulai bemain, mereka mencoba merusak niat-niat dalam hati kita. Niat awal yang tadinya baik untuk mengajak orang memahami sesuatu, akan tetapi ternodai karena sikap ujub (bangga diri) kita yang ingin selalu dianggap benar. Kita senantiasa melakukan pembenaran terhadap pendapat kita tanpa mau muhasabah (intropeksi) bahwa sebetulnya kita tidak tahu ilmunya. Logika kita mulai kita pertuhankan untuk mendukung dan membenarkan pendapat kita.
Kalau sudah seperti ini, yang ada hanya dosa dan dosa. Apa yang kita sampaikan tidak berdasarkan sumber yang valid. Kalau itu terjadi maka kita telah melakukan pembodohan terhadap orang-orang yang membaca setiap status dan komentar kita. Na’udubillah.
Disinilah pentingnya kita menuntut ilmu dan lapang dada menerima setiap perbedaan. FB sebetulnya bisa kita jadikan cerminan bagi kapasitas kita. Semakin GJ status dan komentar kita, maka ya segitu pula kadar intelektualitas kita. Dalam tataran ini sebetulnya kita sedang merusak privasi kita dan menghacurkan diri kita sendiri. Walahu’alam.
Parahnya lagi banyak status-status yang GJ (gak jelas) dan ngga bermutu yang ditampilkan. Seolah FB dah jadi buku diary, tanpa berfikir bahwa yang ia tulis akan dibaca jutaan orang. Privasi seakan menjadi hal yang tabu saat ini. Semua orang bebas menuliskan apa yang ingin ia tulis tanpa berfikir dampak yang kan ditimbulkan dari setiap tulisannya.
Yang penting gue bisa eksis dan banyak yang komentar lah, subtansi nda terlalu penting. Itu mungkin anggapan bagi sebagian orang. Atau ada yang suka menarik tema-tema kontroversial supaya banyak yang tertarik mengomentarinya. Pokoknya semakin banyak komentar gue semakin bangga. Dan yang paling penting semua harus sependapat dengan pikiran gue.
Disinilah sentan-setan mulai bemain, mereka mencoba merusak niat-niat dalam hati kita. Niat awal yang tadinya baik untuk mengajak orang memahami sesuatu, akan tetapi ternodai karena sikap ujub (bangga diri) kita yang ingin selalu dianggap benar. Kita senantiasa melakukan pembenaran terhadap pendapat kita tanpa mau muhasabah (intropeksi) bahwa sebetulnya kita tidak tahu ilmunya. Logika kita mulai kita pertuhankan untuk mendukung dan membenarkan pendapat kita.
Kalau sudah seperti ini, yang ada hanya dosa dan dosa. Apa yang kita sampaikan tidak berdasarkan sumber yang valid. Kalau itu terjadi maka kita telah melakukan pembodohan terhadap orang-orang yang membaca setiap status dan komentar kita. Na’udubillah.
Disinilah pentingnya kita menuntut ilmu dan lapang dada menerima setiap perbedaan. FB sebetulnya bisa kita jadikan cerminan bagi kapasitas kita. Semakin GJ status dan komentar kita, maka ya segitu pula kadar intelektualitas kita. Dalam tataran ini sebetulnya kita sedang merusak privasi kita dan menghacurkan diri kita sendiri. Walahu’alam.