Sengaja saya sediakan satu bab tersendiri untuk membahas si Nyai Roro Kidul atau disebut juga Nyai Loro Kidul atau Nyi Roro Kidul atau Kanjeng Ratu Kidul, sosok yang dipercaya oleh sebagaian besar orang-orang di daerah pantai Laut Selatan Pulau Jawa sebagai Ratu Penguasa dari Laut Selatan yang merupakan mahluk halus. Roro berasal dari bahasa Jawa yang artinya perawan (tidak menikah) sedangkan kidul artinya selatan.
Dulu waktu masih SD saya pernah baca di sebuah buku bahwa dahulu jaman raja-raja Jawa, ada seorang putri yang menolak dinikahkan (atau seorang putri raja yang patah hati?) terus berlari-lari menuju ke tengah lautan yang berombak besar hingga lenyap ditelan ombak.
Kemudian di masyarakat munculah kepercayaan bahwa di Laut Selatan ada ratunya yaitu si Nyai Roro Kidul. Menurut kepercayaan, kalau sedang berada di pantai selatan kabarnya anda dilarang memakai baju hijau, nanti anda dikejar-kejar ombak.
Laut di sebelah selatan pulau Jawa dan juga Sumatera berbeda dengan laut sebelah utara Pulau Jawa dan Sumatera. Laut Selatan berombak besar dikarenakan adanya palung (trench) yang dalam dan memanjang dari sebelah selatan pulau Bali hingga pulau Sumatera dan juga hubungannya dengan lautan luas yaitu Samudera Hindia.
Palung tersebut terbentuk sebagai akibat pertemuan (subduction) antara dua lempeng tektonik (tectonic plate) yaitu lempeng Asia dan lempeng Australia. Sementara Laut Utara Pulau Jawa yang tidak terlalu dalam cenderung tenang, termasuk sebagai bagian dataran sunda (Sunda Shelf).
Kepercayaan yang berlebihan mengenai adanya penguasa Laut Selatan bisa bertahan hingga saat ini disamping karena masyarakat bodoh-bodoh, juga karena laut selatan mempunyai ombak yang bikin jantung deg-degan (saya pernah ke daerah pantai Sukabumi, lautnya lebih mendebarkan di bandingkan laut di pantai Tegal) dan sering terjadi perahu nelayan tengggelam ditelan ombak besar dan mengalmarhumkan para penumpangnya.
Jadi rasa takutlah yang menciptakan imajinasi mengenai kekuasaan si Ratu Laut Selatan, untuk jelasnya anda dapat membaca kembali Setan dan Angan-Angan Kosong di Bab 4.
Deepest sea Also called Oceanic Trench, any long, narrow, steep-sided depression in the ocean bottom in which maximum oceanic depths (approximately 7,300 to more than 11,000 m [24,000 to 36,000 feet]) occur. The deepest known depression ofthis kind is the Mariana Trench, which lies east of the Mariana Islands in the western North Pacific Ocean.
Trenches generally lie seaward of and parallel to adjacent island arcs or mountain ranges of the continental margins. Of the Earth’s 20 major trenches, 17 are found in the Pacific. The only Atlantic trenches are the Puerto Rico Trench north of the Caribbean islands and the South Sandwich Trench east of Drake Passage between South America and Antarctica. The single major Indian Ocean trench is the Java Trench south of Indonesia.
Java Trench also called Sunda Double Trench, deep submarine depression in the eastern Indian Ocean, located generally 190 miles (305 km) off the southwestern coasts ofthe islands of Sumatra and Java, Indonesia. The trench extends for more than 1,600 miles (2,600 km) from northwest to southeast. Its slopes exceed 10° and descend to a maximum depth of 24,440 feet (7,450 m), the deepest point in the Indian Ocean. Much of the Java Trench is at least partially filled by sediments, particularly the section paralleling the Sunda Island arc, a group of islands in an active volcanic zone. For about one-half its length, south of Sumatra, the trench is divided into two parallel troughs by an underwater ridge. To the northwest the Java Trench merges with a system of islands and continental shelves that eventually extend into the Ganges River delta.
(sumber: Encyclopedia Britannica 2003: Ultimate Reference Suite – compact disk).
Salah satu hotel di pantai laut Selatan kabarnya ada yang sengaja mengosongkan sebuah kamar untuk si Nyi Roro Kidul. Ya namanya juga pemilik yang mencoba cari sensasi biar hotelnya ramai dikunjungi, “Boleh juga ide anda Boss…!”
Seorang saudara jauh saya, Bustanul Arifin, punya komentar menarik mengenai si Nyai Roro Kidul sebagai berikut “setan-setan Jawa (Indonesia) tidak punya ambisi politik untuk menguasai dunia berbeda dengan setan-setan / Iblis versi Hollywood yang dalam film digambarkan muncul dari neraka lalu bertarung fisik secara brutal dengan para jagoan bule untuk menguasai umat manusia dan dunia”. Ya pembaca, perbedaan budayalah yang membentuk perbedaan ambisi setan. Orang Jawa umumnya sungkan tidak serakah jadi ya setan yang diciptakan imajinasinya pun tidak begitu ambisius.
Berikut ini saya kutipkan pendapat Pramoedya Ananta Toer mengenai Nyai Roro Kidul yang tersirat dalam salah satu buku tertralogi Pulau Buru Anak Semua Bangsa pada halaman 77 Pramoedya dengan lihai menggunakan “tangan Orang Eropa” untuk mengkritik kepercayaan orang Jawa mengenai Nyai Roro Kidul.
Tetapi Eropa kolonial tidak berhenti sampai disitu. Setelah Pribumi jatuh dalam kehinaan dan tak mampu lagi membela dirinya sendiri, dilemparkannya hinaan yang sebodoh-bodohnya. Mereka mengetawakan penguasa-penguasa pribumi di Jawa yang menggunakan tahayul untuk menguasai rakyatnya sendiri, dan dengan demikian tak mengeluarkan biaya untuk menyewa tenaga-tenaga kepolisian untuk mempertahankan kepentingannya. Nyai Roro Kidul adalah kreasi Jawa yang gemilang untuk mempertahankan kepentingan Raja-Raja Pribumi Jawa.
Ya dugaan Pramoedya (anda memang jenius!) ternyata benar bahwa Raja (Kalangan Kerajaan Jawa Kuno) ternyata menggunakan hal-hal gaib untuk menakut-nakuti orang-orang awam sehingga kediktatoran mereka tidak pernah digugat (saya penasaran, adakah kaitan cerita Nyai Roro Kidul muncul dengan peristiwa kudeta berdarah yang dilakukan oleh rakyat jelata yaitu Ken Arok?). Ini sejalan dengan yang dikemukakan Polybius (dikutip dalam terjemahan buku Kontroversi Kenabian Dalam Islam: Antara Filsafat dan Ortodoksi karya Fazlur Rahman):
Namun karena orang-orang awam adalah orang yang tidak punya pikiran dan penuh dengan dorongan-dorongan yang bertentangan dengan hukum, seperti rasa marah yang tak rasional dan kecenderungan-kecenderungan yang agresif, tidak ada satu yang dapat mengendalikan mereka kecuali rasa takut terhadap yang gaib.
Penggunaan hal-hal gaib ternyata tidak cuma dilakukan Raja-Raja Jawa, dalam buku Misteri Hantu karya John Guy (terjemahan dari The Unexplained Series: Ghosts) menyebutkan antara lain:
Di Jepang, hantu sering dianggap berbentuk rubah. Jika ada orang yang makan terlalu banyak atau rewel dengan penampilan mereka, mereka dikatakan kerasukan rubah. Di Jepang, memelihara rubah masih dianggap tabu. Kalau melanggar, orang itu akan disihir atau dikutuk. Ini adalah upaya pemimpin religius zaman dulu untuk mendorong orang agar tidak materialistis. Sementara di Cina, ada keyakinan bahwa hantu adalah seseorang yang mati gara-gara kecelakaan atau dibunuh. Ia akan kembali pada hari ketujuh sejak kematiannya untuk membalas dendam. Peneliti modern yakin bahwa cerita itu dibuat oleh penguasa untuk mencegah terjadinya pembunuhan.