| Mera Naam Joker: Cinta tanah air sebagian dari Iman, benarkah?

Kamis, 28 Februari 2013

Cinta tanah air sebagian dari Iman, benarkah?



Biasanya orang-orang Indonesia mulai membicarakan tentang nasionalisme pada pertengahan bulan Agustus ini. Ya! Karena katanya pada tanggal 17 di bulan ini negara mereka merdeka. Di jalan-jalan mendadak berjejeran atribut-atribut yang bernuansa Merah-putih. Tema-tema acara mulai digiring untuk mengarahkan penontonnya untuk terbangkitkan rasa Nasionalismenya. Bahkan orang-orang yang bertitelkan Ustadz pun mengangkat tema Nasionalisme. Namun apakah Nasionalisme itu ada dalam Islam?

لَيْسَمِنَّ مَنْدَعَ إلَ ألصَََبِيَّة...
“Tidak tergolong umatku orang yang menyerukan ashabiyah (fanatisme golongan, seperti nasionalisme). [HR. Abu Dawud].

Lalu bagaimana nasib "hadits" yg biasa dipakai buat justivikasi nasionalisme:

"HUBBUL WATHON MINAL IMAN"

Sudah tahukah saudara-saudara sekalian bahwa itu adalah hadist maudhu' aliasPALSU? Silahkan, ini rujukan kitab-kitabnya:
1. Kitab Tahdzirul Muslimin min al-Ahadits a-Maudhu’ah ‘Ala Sayyid al-Mursalinkarya Syaikh Muhammad bin al-Basyir bin Zhafir al-Azhari asy-Syafi’i (w. 1328 H) (Beirut : Darul Kutub al-Ilmiyah, 1999), hal. 109; dan

2. Kitab Bukan Sabda Nabi! (Laysa min Qaul an-nabiy SAW) karya Muhammad Fuad Syakir, diterjemahkan oleh Ahmad Sunarto, (Semarang : Pustaka Zaman, 2005), hal. 226.

Kitab-kitab itu mudah dijangkau dan dipelajari oleh para pemula dalam ilmu hadits di Indonesia, sebelum menelaah kitab-kitab khusus lainnya tentang hadits-hadits palsu, seperti :

1. Kitab Al-Maudhu’at karya Ibnul Jauzi (w. 597 H);
2. Kitab Al-Ala`i al-Mashnu’ah fi Al-Ahadits Al-Maudhu’ah karya Imam as-Suyuthi (w. 911 H);
3. Kitab Tanzih Asy-Syari’ah al-Marfu`ah ‘an Al-Ahadits Asy-Syani’ah Al-Maudhu`ah karya Ibnu ‘Arraq Al-Kanani (Lihat Mahmud Thahhan, Taysir Musthalah al-Hadits, hal. 93).
Dalam kitab Tahdzirul Muslimin karya Syaikh al-Azhari asy-Syafi’i hal. 109 tersebut diterangkan, bahwa hadits “hubbul wathon minal iman” adalahmaudhu` (palsu). Demikianlah penilaian Imam as-Sakhawi dan Imam ash-Shaghani. Imam as-Sakhawi (w. 902 H) menerangkan kepalsuannya dalam kitabnya al-Maqashid al-Hasanah fi Bayani Katsirin min al-Ahadits al-Musytaharah ‘ala Alsinah, halaman 115.
Sementara Imam ash-Shaghani (w. 650 H) menerangkan kepalsuannya dalam kitabnya Al-Maudhu’at, halaman 8.

Penilaian palsunya hadits tersebut juga dapat dirujuk pada referensi-referensi (al-maraji’) lainnya sebagai berikut :
1. Kasyful Al-Khafa` wa Muziilu al-Ilbas, karya Imam Al-‘Ajluni (w. 1162 H), Juz I hal. 423;
2. Ad-Durar Al-Muntatsirah fi al-Ahadits al-Masyhurah, karya Imam Suyuthi (w. 911 H), hal. 74;
3. At-Tadzkirah fi al-Ahadits al-Musytaharah, karya Imam Az-Zarkasyi (w. 794 H), hal. 11.
(Lihat Syaikh al-Azhari asy-Syafi’i, Tahdzirul Muslimin min al-Ahadits a-Maudhu’ah ‘Ala Sayyid al-Mursalin, hal. 109)

Ringkasnya, ungkapan “hubbul wathon minal iman” adalah hadits palsu (maudhu’) alias bukanlah hadits Nabi SAW.

Hadits maudhu’ adalah hadits yang didustakan (al-hadits al-makdzub), atau hadits yang sengaja diciptakan dan dibuat-buat (al-mukhtalaq al-mashnu`) yang dinisbatkan kepada Rasulullah SAW. Artinya, pembuat hadits maudhu` sengaja membuat dan mengadakan-adakan hadits yang sebenarnya tidak ada (Lihat Syaikh al-Azhari asy-Syafi’i, Tahdzirul Muslimin, hal. 35; Mahmud Thahhan,Taysir Musthalah al-Hadits, hal. 89).

Lalu bagaimana seharusnya? Ikatan apakah yang harusnya dipakai? Tentu saja Islam.
Lupakah kita pada seruan Allah:

“Sesungguhnya orang-orang beriman adalah bersaudara.” (Qs. al-Hujuraat [49]: 13).

Serta pada hadits Nabi Saw.:

Barangsiapa datang kepada kalian, sedangkan urusan kalian terhimpun pada satu orang laki-laki (seorang Khalifah), dia (orang yang datang itu) hendak memecah kesatuan kalian dan menceraiberaikan jamaah kalian, maka bunuhlah dia.” [HR. Muslim].

Maksud dari hadits di atas bukan berarti dimaknai secara tekstual bahwa harus dibunuh, tetapi itu adalah sebagai qarinah (indikasi) bahwa memecah belah kesatuan di bawah seorang pemimpin (Khalifah) adalah sesuatu yang haram. Begitu pula dengan kelakuan berpecahbelah, adalah sesuatu yang haram, seperti yang diungkapkan dalam ayat al-quran:

“Dan berpegang teguhlah kalian semua kepada tali (agamaAllah dan janganlahkalian berpecah belah.” (QS. Ali Imran: 103)

Sungguh, saya menulis seperti ini bukan berarti bahwa saya benci dengan Negeri gemah ripah loh jinawi ini. Saya cinta Negeri ini, namun bukan dengan sekat-sekat Nasionalisme seperti sekarang. Saya rindu bersatunya kita kaum Muslim di bawah satu komando saja. Selain itu, Rasulullah Saw. juga melarang adanya lebih dari satu pemimpin yang memimpin kaum Muslim seperti dalam hadits:

«إِذَا بُويِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا اْلآخِرَ مِنْهُمَا»
Jika dibaiat dua orang khalifah maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya. (HR Muslim)
(Penjelasan lebih panjang tentang hadits di atas, silahkan klik ini.)

Jika kenyataan bahwa Nasionalisme ternyata tidak ada dalam Islam masih menyisakan kegalauan dan menyesakkan jiwa, maka sudah saatnya kita melakukan penyegaran keimanan kita pada Allah Swt. dengan menegaskan kembali jawaban dari pertanyaan: "Siapakah yang lebih tahu yang baik untuk makhluq selain penciptanya?"


"...boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui" (QS:Al-Baqarah:216)

Semoga mampu menyegarkan perspektif dan menginspirasi.

Let's sing it:
nasionalisme adalah tempat tinggal yang kita bela
nasionalisme untuk negara ini adalah pertanyaan
nasionalisme untuk negara ini menuju kehancuran
nasionalisme menuntun bangsa kami menuju kehancuran
(Koil: kenyataan dalam dunia fantasi)

Saatnya buang Nasionalisme ke tempat sampah dan hanya jadikan Islam sebagai satu-satunya ikatan.
Wallahu'alam
Comments
0 Comments