| Mera Naam Joker: SYARAT DA’I BISA TAMPIL DI TV: WAJAH UNIK, GANTENG, DAN LUCU

Senin, 10 Desember 2012

SYARAT DA’I BISA TAMPIL DI TV: WAJAH UNIK, GANTENG, DAN LUCU




Maraknya dai selebritis di televisi menimbulkan keprihatinan berbagai pihak. Salah satunya adalah ketua PP Muhammadiyah, Prof. DR. Yunahar Ilyas. Bahkan terungkap, ternyata untuk menjadi da’i di televisi tidak perlu berilmu atau ‘alim, cukup berwajah unik, ganteng, dan lucu.
Dalam wawancaranya dengan majalah Suara Muhammadiyah, beliau mengatakan bahwa maraknya dai selebritis di televisi adalah karena budaya pop.
“Sekarang ini yang menguasai televisi adalah budaya pop. Yang tidak pop sudah tersisih. Tadinya yang pop cuma untuk lagu-lagu, tari-tari, film, lalu sekarang sampai dakwah juga pop. Yang tidak pop sudah tersisih. Sudah banyak pihak yang melihat ini. Dari segi syi’ar dakwah, itu baik. Makin banyak yang berdakwah, itu lebih baik,” katanya, sebagaimana dinukil Suara Muhammadiyah.
Menurutnya yang pertama, seorang juru dakwah itu harus menjadi teladan. Tidak bisa dia berperilaku seperti seorang aktor yang dibuatkan skenarionya, lalu dihafal, kemudian disampaikan dengan akting yang bagus, selesai. Kalau dakwah disampaikan oleh seorang mubaligh yang bergaya aktor, jadinya akting. Bisa saja aktingnya di televisi mampu mengalahkan ulama besar karena penampilan dan pakaiannya.
“Tetapi, bagaimana dengan keteladanannya? Belum lagi masalah ilmunya. Itu yang pertama, soal keteladanan. Jadi, figur seorang da’i itu harus figur yang bisa jadi panutan.”
Ia membandingkan kondisi dakwah di layar kaca Indonesia dan di luar negeri, baik di negeri jiran Malaysia ataupun di Timur Tengah.
“Saya mengamati beberapa televisi di dunia Islam, mulai dari Malaysia sampai ke Timur Tengah, tidak ada yang seperti di Indonesia. Di Indonesia, semua orang, sembarang orang, boleh tampil di televisi berceramah tentang agama Islam. Misal di televisi Qatar, yang tampil itu sekaliber Yusuf Qardhawi. Kemudian di Mesir, Saudi Arabia, Kuwait, yang muncul di televisi untuk berdakwah betul-betul seorang ulama yang menguasai ilmu, ketokohan dan kepribadiannya jelas, sehingga umat merasa mendapat bimbingan.”
Prof. Yunahar mengaku pernah pernah bertanya kepada seorang kru di televisi, “Apa kriteria memilih da’i yang tampil di televisi.”
Kru televisi itu bilang, “Kita punya banyak kriteria. Pertama, orang yang berwajah unik. Jadi, kalau ada orang yang berwajah unik bisa tampil di televisi. Kedua, orang yang berwajah ganteng. Ketiga,orang yang lucu.”
“Dari ketiga kriteria, ternyata tidak ada kriteria orang yang ‘alim,” ujarnya Prof. Yunahar.
Sebenarnya, ada yang punya ide, kalau perlu memang harus ada sertifikasi. Jadi, ketika ada wacana sertifikasi, yang harus disertifikasi bukan ulama, tetapi para da’i yang tampil di televisi. Kalau tidak punya sertifikat, maka dia tidak boleh tampil di televisi.
“Nanti keilmuannya diuji,” lanjutnya.
Meski dengan berbagai kekurangan atas fenomena da’i pop di televisi, Prof. Yunahar menghargai dari sisi positifnya karena ada yang mau menjadi mubaligh atau da’i di televisi. Kalau da’inya tidak salah karena memang dia diminta. Himbauan kita bukan kepada da’inya, tetapi kepada televisinya. Da’i itu telah dibuatkan skenarionya, harus bersikap begini, dandanan harus begini-begini. Mestinya, pihak televisi punya pandangan agak jauh ke depan. Televisi kan bisa cari uang lewat acara sinetron, iklan, dan sebagainya.
“Kalau pihak pengelola televisi masih mencari untung dari acara dakwah, selamanya akan tetap seperti ini,” pungkasnya.

Rep/Red: Shabra Syatila
Sumber: suaramuhammadiyah
Comments
0 Comments